KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menunjukkan komitmennya untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan generasi muda.
Salah satu langkah yang diambil adalah fokus pada pembinaan pelajar guna mencegah kenakalan remaja dan perilaku tawuran yang kerap meresahkan masyarakat.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menegaskan pentingnya pendekatan yang menyeluruh dalam menangani masalah tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan Mbak Ita, sapaan akrabnya, dalam sebuah pertemuan dengan Markas Polisi Resor Kota Besar (Mapolrestabes) Semarang, Kamis (28/1/20241).
Baca juga: Polisi Tangkap 3 Pelaku Tawuran yang Tewaskan Remaja di Pontianak
Ia mengungkapkan bahwa Pemkot Semarang berkomitmen untuk tidak hanya menanggapi peristiwa tawuran, tetapi juga memahami akar penyebab kenakalan remaja yang terjadi.
"Kami percaya, anak-anak kita pada dasarnya baik. Namun, mungkin ada salah pergaulan atau kurang perhatian, baik dari lingkungan rumah maupun sekitarnya,” ujar Mbak Ita dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (28/11/2024).
Oleh karena itu, lanjut dia, Pemkot Semarang berupaya hadir untuk memberikan perhatian khusus dan mendampingi anak-anak yang terlibat dalam aksi tawuran untuk mengurai penyebab permasalahan mereka.
Salah satu program unggulan yang dihadirkan Pemkot Semarang adalah Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM), yang berfungsi sebagai ruang konsultasi bagi anak-anak dan orangtua. Program ini menyediakan layanan psikologis dan dukungan dari berbagai dinas terkait.
Baca juga: Puan Maharani Minta Prioritaskan Pemulihan Psikologis Anak Pengungsi Lewotobi
Dinas terkait yang dimaksud, yaitu Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A).
“Di RDRM, kami menyediakan banyak psikolog yang siap membantu dan privasi Anda tetap terjaga. Tidak perlu takut untuk datang dan berkonsultasi. Kami ingin memastikan bahwa anak-anak, yang merupakan harapan bangsa, dapat kembali meraih masa depan yang cerah,” tutur Mbak Ita.
Ia mengatakan bahwa Pemkot Semarang juga ingin memastikan bahwa anak-anak, yang merupakan harapan bangsa, dapat kembali meraih masa depan yang cerah.
Selain pembinaan langsung kepada pelajar, Mbak Ita menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak dalam menyelesaikan masalah kenakalan remaja.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Polisi Resor Kota Besar (Kapolrestabes) Semarang Komisaris Besar (Kombes) Irwan Anwar menyoroti perlunya sinergi antara pihak kepolisian, Pemkot Semarang, sekolah, dan keluarga.
"Mungkin perlu adanya kolaborasi menyeluruh antara kami (Polrestabes) dan Pemkot Semarang, bukan hanya untuk melihat sebuah peristiwa, tetapi untuk memahami penyebab di balik terjadinya peristiwa tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kesbangpol Kota Semarang Joko Hartono mengatakan bahwa analisis individual sangat diperlukan untuk memahami penyebab permasalahan yang mendalam.
Baca juga: Polisi Tangkap 3 Pelaku Tawuran yang Tewaskan Remaja di Pontianak
Kenakalan remaja, terutama di kalangan usia 13-17 tahun, sering kali berhubungan dengan masalah seperti putus sekolah, kurang perhatian orangtua, dan latar belakang keluarga yang tidak harmonis.
Pemkot Semarang berkomitmen untuk menggali setiap kasus secara lebih dalam dan memberikan solusi yang tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Semarang Joko Hartono menegaskan pentingnya pemahaman mendalam terhadap kondisi setiap anak yang terlibat dalam aksi tawuran.
“Mayoritas anak-anak yang terlibat ini berusia 13-17 tahun. Penyebab umumnya adalah putus sekolah, kurang perhatian orangtua, atau berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Kami akan menggali lebih dalam setiap kasus untuk menentukan langkah pembinaan yang tepat,” jelasnya.
Baca juga: Mendikdasmen Akan Koordinasi dengan Menag, Bahas Pembinaan Guru Agama
Dengan pendekatan tersebut, lanjut dia, Pemkot Semarang berharap dapat menurunkan angka kenakalan remaja dan menciptakan generasi yang lebih berprestasi dan berkarakter.
Bagi lulusan yang belum memiliki kesibukan, Pemkot Semarang juga berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja untuk memberikan pelatihan keterampilan kerja, sebagai salah satu solusi untuk mengurangi potensi masalah sosial di masa depan.
Dinas Pendidikan Kota Semarang pun menunjukkan dukungannya melalui program pendidikan formal dan non-formal.
Anak-anak yang putus sekolah akan difasilitasi untuk mengikuti program Kejar Paket A dan B, serta mendukung siswa yang ingin menyelesaikan pendidikan mereka meskipun menghadapi kesulitan.
Sebagai bagian dari langkah preventif, Pemkot Semarang juga menekankan pentingnya pendidikan karakter di semua jenjang pendidikan, dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga pendidikan menengah, untuk menanamkan pondasi yang kuat bagi generasi muda.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Semarang Bambang Pramusinto menegaskan bahwa usia 0-6 tahun adalah periode emas untuk membangun karakter positif pada anak.
“Kami terus mengarahkan pembinaan guru agar pendidikan karakter menjadi bagian integral dalam pembelajaran. Ini bertujuan agar siswa memiliki fondasi yang kokoh untuk menghadapi jenjang pendidikan berikutnya,” ucapnya.
Baca juga: Bagaimana Metode Pengajaran Matematika di PAUD? Ini Jawabannya
Selain itu, Pemkot Semarang juga menggandeng berbagai pihak terkait, seperti DP3A, Kesbangpol, dan Dinas Sosial, untuk menangani masalah seperti bullying, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga anak yang putus sekolah.
Dukungan lintas sektor tersebut diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak-anak serta membentuk generasi muda yang siap menghadapi tantangan masa depan.