KOMPAS.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang meraih penghargaan sebagai Kota Pionir Pembangunan Inklusi Sosial.
Penghargaan tersebut diraih dari ajang ajang yang diselenggarakan Institute for Democracy and Peace (Setara) bekerja sama dengan INKLUSI, platform Kemitraan Indonesia-Australia.
Raihan tersebut menegaskan komitmen Pemkot Semarang dalam mengarusutamakan inklusi sosial dalam pembangunan.
Wali Kota (Walkot) Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti mengapresiasi semua pihak yang berperan dalam mendorong dan mengawal penerapan inklusi sosial dalam perencanaan pembangunan, kebijakan daerah, serta program kerja.
"Semoga penghargaan ini menjadi penyemangat bagi kami untuk semakin dekat mewujudkan visi Kota Semarang sebagai kota inklusif," ujarnya dalam siaran pers, Jumat (14/3/2025).
Baca juga: Pluang Dorong Inklusi Finansial Lewat Kompetisi Trading UTC
Penghargaan itu diserahkan Direktur Eksekutif Setara Halili Hasan kepada Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Semarang Joko Hartono, yang mewakili Walkot Semarang di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (6/3/2025).
"Terima kasih. Ini adalah prestasi yang membanggakan. Keberhasilan ini merupakan bentuk pengakuan atas kualitas kinerja pemerintah dalam menjalankan tata kelola yang inklusif demi memenuhi hak-hak warga negara, sesuai dengan agenda pembangunan," ujar Agustina.
Dalam penilaian tersebut, Kota Semarang memperoleh skor tertinggi, yaitu 3,6 atau sejajar dengan Kota Bandung, Kota Denpasar, Kota Padang, dan Jakarta Selatan.
Agustina menegaskan, pencapaian tersebut akan semakin mendorong Pemkot Semarang untuk terus mengintegrasikan prinsip inklusi sosial dalam setiap aspek pembangunan daerah.
Baca juga: Anggaran Demak Dipangkas Rp 23 Miliar, Pembangunan Daerah Terdampak Bencana Jadi Prioritas
"Inklusivitas adalah salah satu fokus utama kami selama menjabat. Peringkat ini semakin memotivasi kami untuk menghadirkan lebih banyak ruang aksesibilitas serta memastikan layanan publik yang nyaman dan inklusif bagi semua tanpa diskriminasi," lanjutnya.
Untuk meraih penghargaan tersebut, setidaknya ada dua variabel utama dalam penilaian Kota Semarang.
Pertama, variabel aspirasional. Ini mencakup indikator hak atas kesehatan, pendidikan, ekonomi, keamanan pribadi, lingkungan layak, kebudayaan, serta pekerjaan yang layak.
Kedua, variabel pendekatan. Ini mencakup empat indikator utama, yaitu rekognisi, partisipasi, resiliensi, dan akomodasi.
Variabel tersebut diterapkan pada empat kelompok utama, yaitu perempuan, penyandang disabilitas, minoritas agama, dan masyarakat adat.
Baca juga: Saat PLTA Ancam Sungai dan Kehidupan Masyarakat Adat Punan Malinau
Sebagai informasi, ajang penghargaan tersebut juga bertepatan dengan peluncuran Indeks Inklusi Sosial Indonesia (IISI) oleh SETARA.
Indeks itu bertujuan untuk mengukur dan mengapresiasi kondisi inklusi sosial di tingkat nasional serta di 24 kabupaten atau kota di Indonesia.
Konsep inklusi sosial yang dinilai dalam indeks tersebut menekankan pada kesempatan yang setara bagi setiap individu untuk mendapatkan akomodasi, akses terhadap sumber daya, serta berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lingkungan.