KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang terus memperkuat upaya untuk melindungi lahan pertanian di kawasan pesisir, khususnya di wilayah Mangunharjo.
Salah satu upayanya, lewat inovasi padi biosalin yang terbukti efektif meningkatkan produktivitas lahan yang terdampak salinitas tinggi akibat intrusi air laut.
Wali Kota (Walkot) Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menyatakan bahwa teknologi biosalin menjadi solusi strategis untuk mengatasi penurunan hasil panen akibat kondisi lingkungan ekstrem di pesisir.
“Program ini tidak hanya membantu meningkatkan produksi pangan, tetapi juga berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan petani pesisir yang selama ini mengalami kesulitan menghadapi tantangan alam,” ujar wanita yang akrab disapa Mbak Ita itu melalui siaran persnya, Senin (21/10/2024).
Baca juga: Pemkot Semarang Pastikan Pembebasan Lahan Normalisasi Sungai Plumbon Dimulai Desember
Dengan penggunaan varietas padi Biosalin 1 dan Biosalin 2, hasil panen di lahan-lahan yang terpapar air asin dapat mencapai 7 hingga 7,5 ton per hektar (ha).
Angka tersebut,jauh lebih tinggi dibandingkan metode konvensional yang biasanya hanya mampu menghasilkan 4-5 ton per ha.
Produktivitas yang lebih tinggi ini turut meningkatkan pendapatan petani, sehingga mereka dapat mencapai kesejahteraan yang lebih baik.
Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Vina Eka Aristya mengatakan, padi biosalin adalah inovasi baru bagi para petani pesisir yang sebelumnya mengalami ketidakpastian hasil panen akibat intrusi air laut.
"Dengan inovasi ini, lahan yang tadinya tidak produktif kini bisa kembali menghasilkan dengan maksimal,” jelas Vina.
Baca juga: Kembali Uji Coba Program Makan Siang Bergizi, Pemkot Semarang Libatkan Generasi Muda
Sebagai bagian dari komitmen jangka panjang, Pemkot Semarang juga menyediakan dukungan infrastruktur, seperti pembangunan saluran drainase dan pemasangan geomembran pada embung-embung untuk penampungan air.
Selain itu, para petani dibekali dengan alat-alat pertanian modern seperti kultivator, yang membantu mengoptimalkan pengolahan lahan.
Tidak hanya itu, inovasi teknologi pirolisis multikondensor yang dikembangkan oleh BRIN juga diperkenalkan kepada para petani, yang mampu mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak.
Teknologi ini tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga berpotensi menekan biaya operasional di sektor pertanian.
Baca juga: Dukung Panen Padi Varietas Biosalin, Pemkot Semarang Pastikan Ketersediaan Alsintan dan Saluran Air
Inovasi padi biosalin ini tidak lepas dari dukungan intensif dari BRIN dan Universitas Diponegoro (Undip).
Kolaborasi ini bertujuan memperluas cakupan program ke wilayah pesisir lainnya, seperti Jepara dan Batang, sehingga dampak positif Biosalin bisa dirasakan lebih luas oleh petani pesisir di seluruh Jawa Tengah.
Kepala Pusat Riset BRIN Nugroho Adi Sasongko mengatakan, program biosalin menjadi langkah nyata dalam mewujudkan ketahanan pangan di wilayah pesisir yang selama ini terabaikan.
"Ini adalah bentuk solusi yang kami tawarkan untuk mengatasi perubahan iklim dan tantangan salinitas di lahan pertanian," ujarnya.
Secara garis besar, lewat program itu, Pemkot Semarang berharap dapat menciptakan model pertanian pesisir yang tangguh dan mampu menghadapi perubahan iklim global, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Baca juga: Hujan Deras di Genuksari Tidak Bikin Banjir, Warga Apresiasi Upaya Pemkot Semarang
Dengan dukungan riset, teknologi, dan kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan para petani, inovasi padi biosalin diharapkan bisa menjadi solusi jangka panjang yang berdampak pada peningkatan ketahanan pangan nasional.