KOMPAS.com - Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen memastikan ketersediaan alat dan mesin pertanian (alsintan) serta saluran-saluran air yang memadai untuk mendukung panen padi biosalin secara optimal.
Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, kata dia, berencana untuk bekerja sama dengan corporate social responsibility (CSR) dari berbagai perusahaan untuk melaksanakan program ini.
"Kami sudah (mengajukan permohonan) dan saat ini sedang dalam proses dengan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) untuk membuat embung menggunakan geomembrane, serta menyediakan alat bantu cultivator yang belum dimiliki oleh kelompok tani (poktan),” ucap Mbak Ita, sapaan akrabnya, dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (17/10/2024).
“Bahan bakar yang digunakan berasal dari petrasol, hasil olahan sampah plastik, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk bahan bakar," sambungnya.
Baca juga: Ramai soal Bahan Bakar Lokomotif Kereta Api Disebut Pakai Biosolar Subsidi, Bagaimana Aturannya?
Pernyataan tersebut disampaikan Mbak Ita saat meninjau perkembangan padi varietas biosalin menjelang panen di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Rabu (16/10/2024).
Padi biosalin adalah varietas inovatif yang dirancang untuk beradaptasi dengan kondisi lahan pesisir, di mana kadar garam dalam tanah cukup tinggi.
Selain ketahanannya terhadap salinitas, varietas tersebut juga memiliki potensi hasil yang tinggi, menjadi solusi bagi petani di daerah yang terpengaruh salinitas.
Padi biosalin yang ditanam di lahan seluas 1 hektar (ha) ini merupakan hasil kolaborasi antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kota Semarang, Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP) Universitas Diponegoro (Undip), serta Kelompok Tani Sumber Rejeki di Mangunharjo, Kecamatan Tugu.
Baca juga: Akses Tugu Muda Semarang Ditutup, Berikut Rute Alternatifnya...
“Alhamdulillah, teman-teman juga bisa melihat hasilnya sangat luar biasa gemuk-gemuk (padinya). Ini hari ke-64 (sejak ditanam), jadi nanti pada Jumat (25/10/2024) akan dilakukan panen dan panen akan menjadi benih,” ucap Mbak Ita.
Pada kesempatan tersebut, Mbak Ita mengungkapkan bahwa ada dua sistem penanaman padi biosalin.
Pertama, kata Mbak Ita, penyemaian terlebih dahulu sebelum ditanam. Kedua, sistem tanam benih langsung (tabila).
Hasil panen tersebut akan dijadikan benih untuk lahan pertanian payau di Jepara dan Batang, bekerja sama dengan Undip.
"Undip juga akan melaksanakan tanam percontohan di Jepara dan Batang. Kami akan melibatkan Kelompok Tani Sumber Rejeki untuk menjual benih ini kepada masyarakat. Jadi, selain untuk konsumsi, mereka juga bisa mendapatkan keuntungan dari penjualan benih," tutur Mbak Ita.
Baca juga: Mengintip Teknologi Desalinasi Undip, Ubah Ratusan Liter Air Payau Jadi Layak Konsumsi
Keunggulan varietas padi biosalin juga terletak pada potensi hasil yang lebih banyak. Padi biosalin dapat menghasilkan 6-7 ton per ha, sedangkan padi inpari 32 hanya menghasilkan 3 ton per ha.
Para petani mengungkapkan bahwa perawatan padi biosalin tidak jauh berbeda dengan varietas lainnya.
“Kalau untuk perawatan, saya rasa sama saja dengan inpari atau lainnya. Hanya istilahnya baru saya pupuk satu kali saja karena musim kemarau kekurangan air. Itu memupuk hanya satu kali (hasilnya bagus),” kata anggota Poktan Sumber Rejeki Mangunharjo, Muhson.
Mbak Ita berharap bahwa upaya mengoptimalkan hasil panen padi biosalin ini akan menciptakan efek berganda dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Terlebih, pemerintah pusat saat ini sedang giat melakukan berbagai inovasi untuk mendukung ketahanan pangan.
"Kami berharap dengan inisiatif ini, petani di kawasan pesisir juga akan memiliki kesejahteraan yang setara dengan petani di daerah yang tidak terpengaruh salinitas," ucap Mbak Ita.