JAKARTA, KOMPAS.com – Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Jakarta masih di bawah angka nasional, nomor dua terendah di Indonesia. Pada 2022 tercatat sebesar 14,8 persen, sedangkan pada 2023 mencapai 17,6 persen.
Karena itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta menempuh berbagai strategi untuk mempercepat penanganan stunting.
“Kami melakukan intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang dijalankan secara konvergen, holistik, integratif, serta berkualitas, melalui kerja sama multisektor,” kata Kepala Dinkes Provinsi DKI Jakarta Ani Ruspitawati dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Rabu (5/6/2024).
Intervensi spesifik dilakukan sesuai dengan life cycle, mulai dari remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, hingga balita. Dinkes Jakarta memberikan perhatian khusus di setiap tahap ini.
Remaja putri, misalnya, diberikan Tablet Tambah Darah (TTD) dan skrining Hemoglobin (Hb) di kelas 7 dan 10. Sedangkan calon pengantin diberikan edukasi kesehatan dan tata laksana masalah.
“Untuk ibu hamil, kami memberikan pelayanan Ultrasonografi (USG) obstetri dasar terbatas dan Antenatal Care (ANC) di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Petugas juga diimbau untuk memberikan perhatian kepada ibu hamil dalam kondisi Kekurangan Energi Kronis (KEK), dengan memberikan TTD dan tambahan asupan gizi selama hamil,” ujar Ani.
Baca juga: Heru Budi Bertemu Menteri Kesehatan, Bahas Masalah Stunting di Jakarta
Untuk anak usia prasekolah, Dinkes Jakarta memantau pertumbuhan dan perkembangan secara langsung, memberikan obat, serta vitamin A.
“Untuk intervensi sensitif, kami berupaya menjalankan program Kelurahan Bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS),” ucap Ani.
Sementara itu, khusus untuk balita, Dinkes Jakarta fokus meningkatkan cakupan pemantauan pertumbuhannya. Cara ini ditempuh untuk menemukan masalah gizi sedini mungkin.
“Hal ini dilakukan agar tidak terjadi stunting. Selain itu, ada beberapa upaya yang juga akan dilakukan dengan dukungan anggaran,” tutur Ani.
Selanjutnya, balita akan dilacak pula dalam pemenuhan antropometri di semua Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan memelihara yang sudah ada.
Buat balita yang terindikasi stunting, Dinkes Jakarta melakukan Pemberian Makanan Tambahan (PMT).
“Balita yang weight faltering, underweight, gizi kurang, gizi buruk, dan stunting akan diberikan PMT serta Pangan Keperluan Medis Khusus (PKMK). Untuk menjalankannya, kami juga melibatkan rumah sakit swasta untuk mempercepat akses layanan rujukan balita stunting,” jelas Ani.
Ia menyadari, peran lintas sektor amat penting dalam pencegahan stunting. Terlebih, hal ini juga tertuang dalam Surat Keterangan (SK) Sekretariat Daerah Nomor 59 Tahun 2023 tentang Satuan Tugas Percepatan Penurunan Stunting.
Baca juga: Studi: Suplemen Ikan Gabus Efektif Turunkan Angka Stunting
Karena itu, Dinkes bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP); Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Sosial (Dinsos);Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP), serta Dinas Sumber Daya Air (DSDA) Provinsi DKI Jakarta, agar dapat berkontribusi di bidangnya masing-masing.
“Dinkes Jakarta juga berkolaborasi dengan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (DCKTRP), untuk penataan kawasan Community Action Plan (CAP) dan Collaborative Implementation Program (CIP),” beber Ani.
Dibantu Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi DKI Jakarta, Dinkes Jakarta pun mempromosikan kegiatan dan informasi terkait stunting kepada masyarakat luas.
“Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) juga memiliki andil besar dalam penanganan stunting, khususnya pada penyediaan data balita. Hal ini dapat mempermudah pemberian PMT, pembinaan, dan pengawasan dalam penyediaan makanan oleh DPPAPP; Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi); serta Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (DPPKUKM),” papar Ani.
Selain kerja sama kedinasan, Dinkes Provinsi DKI Jakarta berkoordinasi pula dengan stakeholder lain, mulai dari media pemberitaan, universitas, hingga kelompok masyarakat. Dengan kerja sama tersebut, target penanggulangan stunting diharapkan dapat tercapai.
Ani menjabarkan sejumlah target, seperti pemberian susu F-100 di puskesmas untuk balita gizi buruk dan PKMK di rumah sakit. Pihaknya pun menargetkan agar tidak ada kasus baru balita stunting, dengan meningkatkan intervensi terhadap determinan penyebabnya.
Dinkes Jakarta juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara menyeluruh tentang pencegahan stunting, kampanye gizi seimbang, serta penyuluhan di posyandu.
Menurut Ani, edukasi kepada masyarakat sangat penting. Masyarakat perlu tahu bahwa pencegahan stunting semakin efektif jika dimulai sejak dini.
“Kerja sama ini diharapkan dapat menjadi indikator bahwa balita yang mengalami masalah gizi mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar. Pada akhirnya, target kami untuk menurunkan prevalensi stunting di Jakarta pada 2024 dapat tercapai,” tegas Ani.
Perhatian terhadap balita stunting juga mulai tumbuh dalam lingkup masyarakat. Sebagai salah satu fasilitas kesehatan (faskes) terdekat bagi anak, petugas posyandu pun berperan dalam penanganan stunting di kalangan masyarakat.
Posyandu Kemuning 2 di Kampung Pertanian Selatan, Klender, Jakarta Timur, merupakan salah satu faskes yang aktif menjalankan program penanganan stunting. Hal ini dikemukakan Maisaroh, seorang warga yang aktif dalam kegiatan posyandu.
Meski bukan tenaga kesehatan, Maisaroh sudah lima tahun lebih menjadi petugas Posyandu Kemuning 2. Menurutnya, penanganan stunting di wilayahnya semakin baik.
“Posyandu kami rutin mengecek pertumbuhan balita. Sebulan sekali anak-anak di sini rutin ditimbang berat badannya, diukur lingkar kepalanya, dan tinggi badannya,” ungkapnya kepada Kompas.com, Rabu (6/6/2024).
Berdasarkan data pengukuran tersebut, ada tiga anak yang masuk kategori stunting. Anak-anak ini kemudian diberikan perhatian khusus berupa Pemberian Makanan Tambahan (PMT).
Baca juga: Program PMT Selesai, Dinkes Depok Klaim Sukses Naikkan Berat Badan Balita
“PMT yang diberikan juga sangat bervariasi. Biasanya, PMT terdiri dari nasi, sayur, lauk, dan buah-buahan,” terang Maisaroh.
Selain memberikan PTM, Posyandu Kemuning 2 rutin pula menyosialisasikan stunting kepada warga. Paling tidak setiap tiga bulan sekali selama satu minggu.
“Kami diarahkan oleh tim kesehatan agar bisa memberikan informasi terkait penanganan stunting. Menurut saya, ibu-ibu harus tahu bahwa anak butuh makanan yang bergizi, tidak boleh asal kenyang. Kami juga mengadakan penyuluhan bagaimana mengolah makanan yang bergizi,” urai Maisaroh.
Ia berharap, ibu-ibu di lingkungannya tidak bosan memeriksakan balita ke posyandu. Tujuannya, tumbuh kembang anak terus terpantau, agar tidak ada lagi yang berstatus stunting.
Di sisi lain, Maisaroh pun berharap, pemerintah dapat memberikan perhatian khusus kepada posyandu. Misalnya, dengan menyediakan alat pengukur berat dan tinggi badan yang lebih bagus, serta menambahkan variasi PTM seperti susu dan camilan bergizi.
“Harapan saya, dengan perhatian kami dan pemerintah, semoga anak-anak Indonesia bisa tumbuh serta dan bebas stunting. Sebab, anak adalah aset dan masa depan negara yang perlu dijaga serta dirawat dengan baik,” pungkasnya. (Rindu Pradipta Hestya)