KOMPAS.com - Sejak dilantik sebagai Bupati Wonogiri pada 7 Februari 2016, sudah terpatri dalam hati seorang Joko Sutopo untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan di Kabupaten Wonogiri.
Pasalnya, pria yang akrab disapa Jekek ini tak menginginkan rakyatnya mengalami nasib serupa seperti pada masa kecilnya yang serba susah lantaran terjerat kemiskinan.
Jekek yang saat ini menjadi Bupati Wonogiri lahir dari bakul jamu dan dibesarkan pada masa pertumbuhan dengan keluarga sangat miskin.
“Saya memang lahir dari keluarga miskin, tetapi kondisi ini bukan saya ratapi dan tangisi. Kemiskinan yang menginspirasi saya untuk survive dan bisa sukses tanpa menggantungkan siapa pun,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (12/5/2023).
Kemudian, Jekek masuk ke dunia politik karena ingin mengubah kemiskinan. Menurutnya, miskin menimbulkan trauma, resisten, dan residu yang cukup panjang dan kompleks.
Lantaran kemiskinan pula, pria yang lahir pada 24 Januari 1974 ini tidak mendapatkan pendidikan dengan kualifikasi maju pada masa itu. Potensi lain yang ada pada dirinya pun tidak bisa berkembang karena terbentur tembok kemiskinan.
Berlatar belakang keluarga miskin, anak bakul jamu itu pun terus menempa keinginan dan cita-citanya agar keluar dari jurang kemiskinan. Berbagai pekerjaan pernah dia tempuh, berbagai usaha juga sudah dia lakoni.
Setelah sukses memiliki usaha bidang peternakan dan konstruksi, Jekek masuk dalam dunia politik hingga akhirnya terpilih sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Wonogiri.
Pilihannya masuk dalam dunia politik setelah sukses berwirausaha bukan tanpa sebab.
Baca juga: Wonogiri Raih Opini WTP 8 Kali, Bupati Jekek Apresiasi Jajarannya
Sebab, suami Verawati itu menilai, politik menjadi ruang yang tepat untuk mewujudkan mimpinya, yakni membebaskan warga Kabupaten Wonogiri dari belenggu kemiskinan.
Ayah dari Anugrah Baskoro Sutopo itu menyatakan, lewat jalur politik dirinya dapat melahirkan kebijakan-kebijakan yang memiliki keberpihakan pada kaum miskin.
“Ibu saya adalah bakul jamu dari keluarga miskin dan tidak berpendidikan karena kemiskinan. Untuk itu, ruang yang paling tepat untuk saya adalah politik,” ungkapnya.
Jekek menyebutkan, dengan politik dia bisa melahirkan kebijakan untuk berpihak kepada kaum miskin.
“Maka begitu saya masuk politik dan berkesempatan memimpin dengan otonomi daerah yang saya intervensi, jangan sampai masyarakat mengalami trauma kemiskinan,” tuturnya.
Baca juga: Perkuat Kinerja Kades dan Lurah, Bupati Jekek Hibahkan Sepeda Motor Baru ke Mereka
Jekek masih mengenang bagaimana dirinya tumbuh kembang hanya diasuh ibu dan neneknya. Ia juga tidak pernah bisa menikmati indahnya seorang remaja.
”Saya dibesarkan simbah dalam masyarakat yang tradisional dan kultural. Coba bayangkan pada saat itu feodalismenya begitu tinggi. Saya dulu foto saat mantenan saja tidak boleh. Tidak pernah boleh saya berfoto maka saya cari dokumen masa muda saya tidak ada,” ujarnya.
Titik puncak kemiskinan yang pernah dirasakannya terjadi pada saat ibundanya sakit. Sebab, dia tidak memiliki biaya pengobatan hingga akhirnya mencari utang ke mana-mana.
“Saya berubah total setelah mengalami titik balik ketika ibu saya sakit. Saya sebagai pribadi yang belum produktif, saya tahu betul ibu saya juga tidak punya biaya untuk melakukan pengobatan dan mencari utang ke mana-mana,” katanya.
Jekek mengatakan, itulah titik baliknya sehingga ketika menjadi bupati dia ingin konsen terhadap kesehatan masyarakat dan menurunkan angka kemiskinan.
Baca juga: Bupati Jekek: Dengan Telunjuk Sakti Pelayanan Administrasi Kependudukan Hanya 15 Menit
Pada masa awal menjabat sebagai Bupati Wonogiri Februari 2016, persentase kemiskinan di Kabupaten Wonogiri berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 13,12 persen.
Setelah Jekek setahun memimpin Wonogiri, persentase kemiskinan turun menjadi 12,90 persen pada 2017.
Persentase kemiskinan itu semakin turun pada 2018 menjadi 10,75 persen dan pada 2019 menjadi 10,25 persen.
Persentase kemiskinan bergerak naik kembali sebesar 10,86 persen pada 2020 dan 11,55 persen pada 2021. Hal ini terjadi setelah pandemi Covid-19 menghantam dan merontokkan sendi-sendi ekonomi di seluruh belahan dunia.
Dua tahun setelah dihantam pandemi, laju pertumbuhan ekonomi positif menjadikan persentase angka kemiskinan pada 2022 di Kabupaten Wonogiri turun kembali menjadi 10,99. persen
Jekek menilai, indikator kemiskinan menjadi tolak ukur kesejahteraan di suatu wilayah. Apalagi, bangsa Indonesia lahir dan merdeka untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
“Ini bicara janji kebangsaan, ini bicara Indonesia dimerdekakan. Jadi janji kebangsaan kita adalah mewujudkan kesejahteraan,” ungkapnya.
Dia mengatakan, dalam mewujudkan kesejahteraan, hal utama yang harus diperangi adalah kemiskinan.
Menurutnya, kemiskinan teraktualisasi dalam kondisi apa pun, baik kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pelayanan.
“Kalau ini tidak ada kualifikasi akuntabilitas terpenuhi, maka apresiasi publik terhadap kebijakan ini miskin,” tegasnya.
Jekek menyebutkan, potret daerah miskin merupakan bentuk naluriahnya akan banyak urbanisasi, wilayah tidak ada potensi, akses pendidikan terbatas hingga akses kesehatan terbatas.
Hal itu melahirkan kemiskinan struktural. Jekek menilai, kondisi kemiskinan struktural akan menyebabkan miskin kultural.
“Seperti di sana ada danyang ini dan penunggunya sehingga melahirkan kultur dan miskin absolut. Tidak hanya ekonominya, tetapi cara berpikirnya menjadi miskin melahirkan kemiskinan relatif,” jelasnya.
Dia menyebutkan, kondisi tersebut bisa memunculkan ketidakpercayaan kepada pemerintah karena siapa pun presiden, gubernur, dan bupati tidak ada dampak atau manfaat yang dirasakan.
“Maka dari itu, Wonogiri terkenal perantauannya tinggi lha wong miskin wilayahnya. Makannya gaplek karena potensi tidak dibenahi,” jelas Jekek.
Baca juga: Bupati Jekek: Lebih dari 70 Persen Desa di Wonogiri Sudah Jadi Desa Tangguh Bencana
Berbekal pengalaman pribadi dan kondisi riil di lapangan, Jekek pada periode pertama menjabat mengeluarkan panca program untuk menekan angka kemiskinan, yakni Alus Dalane, Pinter Rakyate, Sehat Wargane, Rame Pasare, dan Sukses Petanine.
Program Alus Dalane menyelesaikan perbaikan jalan kabupaten sepanjang 1.038 kilometer (km). Lalu, program Pinter Rakyate menyelenggarakan pendidikan gratis dan beasiswa mahasiswa berprestasi.
Sementra itu, program Sehat Wargane merupakan program kesehatan gratis dan perbaikkan fasilitas kesehatan dari puskesmas pembantu, puskesmas, hingga rumah sakit umum daerah (RSUD).
Program Rame Pasare diwujudkan dengan pembangunan pasar-pasar induk di Kabupaten Wonogiri.
Baca juga: Berkat Inovasi, Bupati Jekek Sebut Wonogiri Raih PPD Kabupaten Terbaik III Nasional 2022
Kemudian, program Sukses Petanine diwujudkan dengan pembangunan sarana irigasi, pembangunan sumur dalam, rehabilitasi embung, pemberian hibah alat mesin pertanian (alsintan), dan pembangunan sentra buah.
“Dari program itu sekarang kami sudah surplus beras 147.000 ton. Jumlah sarjana kami terus bertambah banyak karena yang menerima manfaat program beasiswa saja sudah 3.200-an. Ini akan terus kami tingkatkan,” jelas Jekek.
Tak hanya itu, dia juga merestrukturisasi atas seluruh komponen kebijakan baik itu kebijakan sumber daya manusia (SDM), anggaran melahirkan skala prioritas, program, dan kegiatan.
Untuk penataan SDM, Jekek menetapkan sistem meritokrasi. Dengan sistem ini, aparatur sipil negara (ASN) akan berkarier sesuai kompetensinya.
Untuk program skala prioritas, Jekek memangkas jumlah kegiatan dari 4.258 tinggal 835 kegiatan. Pemangkasan program dilakukan agar kegiatan yang dilakukan dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Jekek menargetkan dapat mengejar target persentase kemiskinan hingga di angka sembilan persen.
Baca juga: Bangun Mal Pelayanan Publik, Upaya Pemkab Wonogiri Ciptakan Pelayanan Lebih Bagi bagi Masyarakat
Dia menegaskan, selama sisa waktu dua tahun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri akan mengejar dengan sisa waktu dan kemampuan anggaran yang ada.
“Tetap akan kami kelola keterbatasan anggaran ini dengan basis outcome, akuntabilitas, transparansi, dan aspek-aspek itu bisa menjawab apa yang menjadi mimpi dan harapan masyarakat,” jelasnya.
Jekek menambahkan, potret perubahan di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat dari partisipasi publiknya, kondusifitas wilayah, stabilitas serta keamanan dan ketertiban.
Pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, partisipasi warga yang menggunakan hak suaranya mencapai 73 persen.
“Kami diberi hadiah oleh masyarakat Kabupaten Wonogiri. Tingkat partisipasi (pemilu dan pilgub) di atas 70 persen. Partai kami (PDI-P) mendapatkan reward naik 125 persen (capaian kursi di DPRD). Ini tidak ada di luar sejarah demokrasi kita,” katanya.
Jekek menambahkan, tak hanya angka-angka kemiskinan yang turun, kasus stunting di Kabupaten Wonogiri juga turun drastis dari 24 persen menjadi 10,8 persen persen.
Dia pun optimistis dengan berbagai terobosan kasus angka stunting di Kabupaten Wonogiri akan zero tahun depan.