KOMPAS.com - Bupati Wonogiri Joko Sutopo mengatakan, komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan dan elemen masyarakat diperlukan dalam upaya penanggulangan stunting di wilayahnya.
Ia pun meminta semua pihak untuk membangun sinergi yang terintegrasi untuk mewujudkan penanggulangan stunting.
Selain sinergi dan integrasi, sebut dia, intervensi gizi spesifik dan sensitif di level desa dan kelurahan juga perlu ditingkatkan dan diterapkan.
“Komitmen dan membangun sinergi yang terintegrasi dari seluruh pemangku kepentingan akan mempercepat penurunan stunting segera terlaksana guna mewujudkan Wonogiri zero stunting,” kata pria yang akrab disapa Jekek itu dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (10/8/2022).
Pernyataan tersebut ia sampaikan saat membuka acara “Rembug Stunting” di Pendopo Kabupaten Wonogiri, Selasa (9/8/2022).
Baca juga: Soal Kasus Stunting di Kota Malang, Dinkes: Yang Tinggi di Kecamatan Lowokwaru
Jekek mengungkapkan, pengentasan stunting merupakan salah satu misi Bupati Jekek dan Wakil Bupati (Wabup) Setyo Sukarno untuk mewujudkan Wonogiri lebih pintar, sehat, dan berbudaya.
“Saat dilantik menjadi bupati dan wabup Wonogiri pada Februari 2021, kami membawa visi pembangunan daerah yang harus diwujudkan selama lima tahun ke depan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Wonogiri,” jelasnya.
Adapun visi pembangunan yang dimaksud adalah mewujudkan Wonogiri yang maju, mandiri, dan sejahtera dengan semangat “Go nyawiji sesarengan mbangun Wonogiri atau bersatu bersama membangun Wonogiri”.
Baca juga: Kasus Covid-19 Nasional Mulai Naik, Bupati Wonogiri Minta Warga Segera Vaksinasi Booster
Pada kesempatan tersebut, Jekek mengatakan, peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan salah satu indikator keberhasilan misinya.
“Seperti diketahui bahwa angka IPM kami di tahun 2021 telah mencapai 70,49 persen atau naik 0,24 point dari tahun 2022,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri terus berupaya untuk menaikkan indeks IPM agar masyarakat Wonogiri bisa bersaing dengan masyarakat kabupaten atau kota lainnya.
Menurut Jekek, keberadaan kasus stunting di Wonogiri dapat menghambat upaya untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia.
Baca juga: 5 Mitos Seputar Stunting yang Perlu Dipahami Ibu Muda
Pasalnya, stunting atau gagal tumbuh pada anak merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia dan ancaman terhadap daya saing bangsa.
“Selain itu, anak stunting dengan fisik tidak sesuai usia atau tumbuh kerdil juga perkembangan otaknya ikut. Hal ini akan mengganggu daya serap pelajaran maupun prestasi di sekolah,” imbuh Jekek.
Dengan daya serap minimum, lanjut dia, kelak akan mengurangi produktivitas dan kreativitas di saat memasuki usia produktif. Bahkan, bukan tidak mungkin akan menjadi beban pembangunan di masa yang akan datang.
Baca juga: Pekerjaan Faktor Risiko Penuaan Dini bagi Usia Produktif, Kok Bisa?
Sebelumnya, Wabup Wonogiri Setyo Sukarni selaku Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Wonogiri melaporkan bahwa jumlah bawah lima tahun (balita) stunting pada 2021 sebanyak 4.917 anak dengan prevalensi 12,85 persen.
Data tersebut didapatkan dari Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Balita Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).
Data dari e-PPGBM pada 2021 menurun jika dibandingkan dengan 2020. Saat itu, jumlah balita penderita stunting sebanyak 5.135 anak dengan prevalensi 13,08 persen.
“Sedangkan perkembangan prevalensi stunting terakhir berdasarkan data penimbangan serentak pada Februari 2022 mencatat tren penurunan menjadi 12,13 persen dengan jumlah balita penderita stunting 4.733 anak,” ujar Jekek.
Baca juga: Bupati Arief Luncurkan Program Dashat untuk Tekan Angka Stunting di Blora
Sementara itu, lanjut dia, berdasarkan data hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, prevalensi stunting di Wonogiri sebesar 14 persen atau menurun dari hasil SSGBI sebelumnya di tahun 2019 sebesar 17,4 persen.
Sebaran kejadian stunting di Kabupaten Wonogiri tersebut, kata Jekek, terjadi di seluruh desa dan kelurahan.
“Berdasarkan hasil analisis situasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) serta penelitian dan pengembangan (litbang) Wonogiri 2022, terdapat 107 desa dan kelurahan menjadi fokus prioritas penanggulangan stunting pada 2023,” jelasnya.
Prioritas penanggulangan stunting pada 2023 itu, sebut dia, dibagi menjadi 19 desa dan kelurahan prioritas I, 53 desa dan kelurahan prioritas II, dan 35 desa dan kelurahan prioritas III.
Baca juga: Merokok Bisa Tingkatkan Prevalensi Stunting di Indonesia
Hasil analisis situasi kasus kejadian stunting, kata Jekek, menunjukkan fakta bahwa penyebab kenaikan jumlah dan prevalensi stunting karena rendahnya partisipasi orangtua balita untuk membawa anaknya ke pos pelayanan terpadu (posyandu).
Akibatnya, hak tersebut berpengaruh pada penurunan kapasitas pemantauan tumbuh kembang balita.
Faktor lainnya, imbuh dia, kurang perhatiannya keluarga terhadap pola asuh dan pola konsumsi pangan pada sasaran 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan remaja putri
Tak hanya itu, implementasi perilaku hidup bersih dan sehat yang belum optimal, penyakit komorbid pada balita, pernikahan usia dini, serta rendahnya beberapa cakupan layanan intervensi gizi spesifik dan sensitif menjadi faktor penyebab kenaikan jumlah stunting di Wonogiri.
Baca juga: Sorgum Sorice Inovasi IPB, Bisa Atasi Masalah Gizi Ganda di Indonesia
Untuk menurunkan angka prevalensi stunting di Wonogiri, Jekek mengatakan, semua pihak bisa saling berkolaborasi dalam pemanfaatan anggaran penurunan stunting.
Pemanfaatan anggaran tersebut, kata dia, baik dari pemerintah maupun nonpemerintah dan masyarakat sesuai dengan kewenangannya.
“Sebagai contoh, untuk meningkatkan cakupan remaja putri bisa melaksanakan pemeriksaan kadar hemoglobin darah,” imbuh Jekek.
Peran Pemkab Wonogiri maupun pemerintah pusat, lanjut dia, adalah melalui penambahan sarana prasarana dan sumber daya tenaga kesehatan yang profesional.
Sementara itu, sebut Jekek, pemerintah desa dan sektor swasta dapat berpartisipasi mensosialisasikan serta memberikan motivasi kepada masyarakat dan tenaga kerja wanita maupun remaja putri.
Baca juga: 20 Kata-kata Motivasi Hari Rabu agar Semangat Bangkit di Tengah Pekan
“Mereka berperan aktif agar secara periodik memeriksakan kadar hemoglobin darah dan mengkonsumsi tablet tambah darah,” ucapnya.
Selain itu, lanjut dia, perlu dilakukan pula upaya meningkatkan cakupan keluarga berisiko stunting. Khususnya bagi yang mendapat manfaat sumber daya pekarangan untuk peningkatan status gizi.
Upaya tersebut, bisa dilakukan Pemkab Wonogiri bersama pemerintah desa, dan kader Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) dengan mengimplementasikan gerakan pemanfaatan lahan pekarangan di masyarakat untuk budi daya ternak, ikan, dan tanaman sayuran sebagai sumber gizi masyarakat.
Orang nomor satu di Wonogiri itu berharap ada peran dari pihak terkait untuk memvalidasi data seluruh pasangan usia subur dengan status kurang mampu.
Baca juga: BPOM: Molnupiravir Tidak Boleh Diberikan untuk Ibu Hamil dan Wanita Usia Subur
Pihak terkait yang dimaksud adalah pendamping desa, pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), berkolaborasi dengan operator desa, Kader Pembangunan Manusia (KPM) dan kader tim pendamping keluarga serta perangkat desa.
“Validasi pendataan penting agar pasangan usia subur yang kurang mampu mendapatkan bantuan. Baik bantuan sosial (bansos) bersyarat maupun nontunai melalui anggaran pemerintah pusat maupun dana desa (DD),” ujar Jekek.
Jekek meyakini melalui kebersamaan, kolaborasi dengan desa dan kelurahan, peran aktif serta dukungan semua pihak maka dapat mewujudkan “Kabupaten Wonogiri Bebas Stunting 2024”.