KOMPAS.com – Bupati Wonogiri Joko Sutopo menegaskan, bila semua prasyarat terpenuhi, siapa pun memiliki hak berinvestasi di wilayahnya.
“Namun, bila prasyarat tidak terpenuhi, maka dilakukan penindakan,” kata Bupati Joko atau yang kerap dipanggil Jekek kepada Kompas dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (10/12/2020).
Dalam hal ini, lanjut dia, semisal sudah melakukan aktivitas sementara izinnya belum diurus, itu akan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogori tindak.
Jekek menyebutkan, Pemkab Wonogiri tidak memiliki otoritas untuk mempersulit perizinan yang diajukan investor.
Baca juga: Usai Pilkada, Pemkab Wonogiri Gandeng TNI dan Polri Masifkan Sosialisasi Bahaya Covid-19
Apalagi, saat ini pemerintah pusat memprioritaskan untuk memberikan kemudahan perizinan bagi orang yang ingin berinvestasi.
Jadi, apabila ditemukan indikasi pihak-pihak yang mempersulit investasi dan perizinan, terdapat jalur-jalur yang bisa ditempuh investor.
“Kalau saat ini merasa dipersulit pada bagian mana? Ada hotel berdiri megah coba dilihat legalitasnya. Jadi, yang salah kami atau para investor?” katanya.
Menurut Jekek, adanya laporan investor dipersulit untuk melakukan investasi merupakan pelecehan terhadap fungsi-fungsi pemerintahan.
Baca juga: Hasil Quick Count Pilkada Wonogiri, Paslon Petahana Klaim Menang Telak
“Saya tegaskan kembali, bila prasyarat, kewajiban, dan taat asas terpenuhi, siapa pun tidak bisa menghambat perizinan yang diajukan investor, termasuk bupati,” jelasnya.
Sebab, lanjut dia, bupati itu bukan raja. Adapun keberadaan Pemkab telah diatur regulasi.
Untuk itu, Jekek memastikan, investor tak akan bisa berinvestasi di Wonogiri lantaran yang bersangkutan tidak memenuhi prasyarat yang ada.
“Saya contohkan ada pengusaha yang membangun hotel, tetapi Informasi Tata Ruang (ITR) belum ada perlengkapan. Bahkan, izin lain pun juga belum ada,” terangnya.
Contoh lain, kata Jekek, ditemukan pula investor melakukan aktivitas galian C, tetapi izinnya belum ada.
“Kelengkapan regulasi belum ada lalu menurunkan alat berat, kalau pemerintah menindak kira-kira yang salah pemerintah atau investornya,” ujar Jekek.
Untuk menangani masalah tersebut, Jekek mengatakan, diperlukan adanya perubahan atau revisi rencana tata ruang dan wilayah (RTRW).
Hal ini lantaran ditemukan investor yang membuka usaha di Wonogiri, tetapi lahan yang digunakan tidak sesuai peruntukannya.
“RTRW itu kami revisi pada 2019. Ini karena, sebelum kepemimpinan kami banyak sekali investor yang melakukan pembebasan lahan, namun ternyata peruntukan tidak sesuai dengan RTRW,” ungkap Jekek.
Baca juga: Kabag Kesra Wonogiri Terkonfirmasi Positif Covid-19
Jekek pun menyatakan, RTRW yang jelas dibutuhkan untuk menjamin kepastian dan kesesuaian peruntukan lahan investasi. Hal ini mutak diperlukan.
Sebab, semua investor yang masuk ke daerah membutuhkan kejelasan regulasi seperti RTRW.
Joko yakin, investasi di Kabupaten Wonogiri pada 2021 akan tumbuh baik menyusul revisi rencana RTRW yang sudah selesai dikerjakan.
“Peta investasi tahun ini sudah bagus, karena revisi RTRW sudah selesai. Untuk itu, kami prediksikan investasi di Kabupaten Wonogiri akan tumbuh baik pada 2021,” ujar Jekek.
Keyakinan Jekek tersebut ada dasarnya, karena selama empat tahun terakhir realisasi nilai investasi pada 2016-2020 mencapai Rp 12 triliun. Hal ini melebihi nilai investasi yang ditargetkan Pemkab Wonogiri.
“Kami targetkan Rp 6 triliun, tetapi realisasinya mencapai Rp 12 triliun atau 200 persen,” kata Jekek.
Menurut Jekek, selama empat tahun terakhir, terdapat 5.620 usaha baru yang berdiri di Wonogiri.
“Rinciannya, usaha skala mikro sebesar 43 persen, usaha kecil 42 persen, usaha menengah 14 persen, sedangkan usaha besar 1 persen,” jelasnya.
Baca juga: Istana Parnaraya yang Megah di Wonogiri, Bisa Wisata Sambil Sedekah
Data tersebut menunjukkan, Wonogiri menjadi sentra usaha mikro dan kecil dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 47.111 orang.