KOMPAS.com - Wali Kota Semarang Agustina menegaskan bahwa pelestarian budaya harus menjadi bagian integral dalam pembangunan kota.
Menurutnya, membangun kota tidak hanya soal infrastruktur fisik seperti gedung pencakar langit atau jalan tol, tetapi juga tentang menjaga dan mewariskan nilai-nilai luhur budaya.
"Semarang bukan hanya tentang gedung tinggi dan jalan tol. Kota ini juga tentang ruang-ruang seperti ini, tempat nilai budaya tumbuh dan diwariskan," ujar Agustina.
Pernyataan tersebut disampaikan Agustina saat menghadiri Gelar Budaya Apitan di Lapangan Gedawang, Sabtu (10/5/2025).
Baca juga: TMII Dipadati Pengunjung, Perayaan Waisak 2025 Dimeriahkan dengan Ragam Seni Budaya
Dalam kesempatan tersebut, ia mengajak generasi muda untuk terlibat aktif dalam menjaga adat dan tradisi lokal.
"Anak-anak muda Gedawang, karang taruna, generasi muda, kalian adalah penerus tradisi ini. Jangan hanya jadi penonton, jadilah pelaku dan penjaga. Saya yakin kalian mampu," tegas Agustina.
Ia juga mengungkapkan rasa bangga dan apresiasi kepada warga Kelurahan Gedawang dan Kecamatan Banyumanik yang terus melestarikan tradisi Sedekah Bumi atau Apitan.
Baca juga: One Way Lokal Diberlakukan dari Km 459 Menuju Gerbang Tol Banyumanik
Menurutnya, tradisi tersebut bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan wujud syukur atas nikmat Tuhan serta sarana memperkuat kebersamaan antarwarga.
"Apitan adalah cermin jati diri kita. Ini momen sakral untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi, rezeki, kebersamaan, dan semua nikmat yang kita terima," jelas Agustina.
Rangkaian acara Apitan dimulai dengan kerja bakti warga membersihkan lingkungan, dilanjutkan doa bersama di makam leluhur Eyang Giyanti Puro.
Kegiatan berlanjut dengan pengajian umum, santunan bagi dhuafa dan anak yatim, hingga karnaval budaya serta lomba gunungan dan tumpeng antar-RW.
Baca juga: Sampah Jadi Listrik: Tangsel Akan Bangun PSEL, Akhiri Masalah Gunungan Sampah
Kirab sepuluh gunungan hasil bumi menjadi daya tarik utama, diikuti ribuan warga yang antusias memperebutkannya sebagai simbol rasa syukur.
Acara ditutup dengan pentas campur sari dan wayang kulit sebagai bentuk konkret pelestarian budaya di tengah arus modernisasi.