KOMPAS.com - Sebanyak 4.095 peserta program Petani Milenial resmi diwisuda di Graha Sanusi, Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (30/5/2023). Salah satu wisudawan dalam program ini adalah Jajang Tauhidin.
Petani sayur asal Kabupaten Purwakarta itu menceritakan pengalamanya mengikuti program Petani Milenial pada 2021 atau angkatan pertama.
Jajang mengaku menjadi peserta Petani Milenial hingga mengikuti pelatihan dari program tersebut karena latar belakang keluarganya adalah petani.
Menurutnya, program Petani Milenial tidak hanya mengutamakan omzet, tetapi juga bisa memperluas jejaring dan wawasan.
Baca juga: Petani Sulit Peroleh Pupuk, Ombudsman Justru Temukan Ratusan Ton Pupuk Subsidi di Gudang Sergai
"Banyak ilmu dan relasi yang saya dapat, itu yang penting. Dengan ikut program ini, saya tampak menonjol di kampung dan mendapat kemudahan menjual hasil panen ke pasar induk," ujar Jajang dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (30/5/2023).
Tak hanya itu, lanjut dia, program Petani Milenial juga membantunya saat menemui banyak kendala.
Salah satu bantuan tersebut, seperti akses mendapatkan bibit bagus hingga ditawari pengajuan mesin cultivator atau alat dan mesin pertanian yang digunakan untuk pengolahan tanah sekunder.
"Saya sampai ditawari mengajukan untuk dapat cultivator," kata Jajang.
Baca juga: Program Alsintan Kementan Bantu Petani Banyuwangi Tingkatkan Produksi Pertanian
Sejak mendapat kemudahan berjualan, ia mengatakan bahwa pendapatannya mengalami kenaikan lebih dari 100 persen.
"Contoh, dari asalnya (mendapat omzet) Rp 1 juta, sekarang jadi Rp 2,5 juta," ucap Jajang.
Selain Jajang, peningkatan omzet juga dialami oleh Savira Alvina Syakur sebagai
petani milenial asal Kabupaten Bandung.
Lewat hilirisasi produk kopi, Savira telah meraup omzet hingga Rp 90 juta per bulan.
Peningkatan omzet tersebut, kata dia, berasal dari kemampuan dalam produksi kopi secara mandiri, mulai dari mulai proses pemanenan, pengolahan hingga penjualan di kafe miliknya yang bernama Kafe Kopi Gunung.
Baca juga: Icip Onigiri Nasi Liwet di Kodaigiri, Kafe Jepang ala Ghibli
"Saya jual di sini dari kopi hasil panen di lahan yang dikelola sendiri," ucap Savira.
Savira termasuk petani milenial yang beruntung. Sebab, ia mendapat dukungan penuh dari keluarganya yang juga memiliki kecintaan terhadap dunia kopi.
Hal tersebut tergambar dari banyaknya perlengkapan produksi kopi yang dirakit sendiri oleh sang ayah. Uniknya lagi, peralatan ini dibuat dari bahan-bahan bekas yang mudah ditemukan.
"Contohnya alat roasting, alatnya buat sendiri di bengkel dari bahan bekas," jelas Savira.
Dalam sehari, Kopi Gunung milik petani milenial berusia 25 tahun ini bisa menjual lebih dari 100 gelas.
"Sehari itu omzetnya Rp 3 juta per hari. (Keuntungan) bersihnya itu sekitar Rp 1,5 juta per hari, dikalikan saja sebulan," ucap Savira.
Baca juga: Wisuda 4.095 Petani Milenial, Kang Emil Ingin Ada Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Berkelanjutan
Dengan hasil tersebut, ia menepis tegas tentang anggapan masyarakat yang menilai bahwa profesi petani tidak memiliki potensi.
"Kalau jadi pegawai negeri sipil (PNS) atau kerja swasta mungkin penghasilannya tetap. Akan tetapi, pendapatan di dunia pertanian bisa lebih dari pekerja kantoran meskipun tiap bulan kadang besar kadang kecil," imbuh Savira.