KOMPAS.com - Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum membeberkan tiga upaya Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jabar dalam mengembangkan sektor pariwisata.
Hal tersebut diungkapkan Uu saat menghadiri pembukaan simposium The 4th Spirit of Bandung dengan tema Ecotourism Industry Development and Environment Protection di Universitas Kristen Maranatha, Kota Bandung, Kamis (7/11/19).
"Pertama adalah memperbaiki akses menuju destinasi wisata, kedua membangun wilayah wisata berskala besar atau internasional seperti yang terjadi di Kabupaten Pangandaran, dan terakhir menghadirkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)," ucap dia sesuai keterangan rilis yang Kompas.com terima.
Sektor pariwisata, lanjut Uu, merupakan sektor yang diandalkan Pemdaprov Jabar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: Di Hadapan Kadin Oman, Emil Paparkan Potensi Perkebunan dan KEK Jabar
Maka tak heran pihaknya rela menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk mewujudkan hal tersebut.
“Kami membangun wilayah wisata berskala besar, mudah-mudahan bisa berskala internasional seperti Pangandaran. Sekitar Rp 100 miliar kami gelontorkan untuk memperbaiki fasilitas dan hal lainnya yang ada di Pangandaran,” ujar Uu.
Perihal kegiatan simposium, imbuh dia, dirinya mendukung kegiatan seperti ini terus ada karena dapat meningkatkan sektor pariwisata di Jabar.
"Dapat mendorong Jabar sebagai provinsi pariwisata di Indonesia," sambungnya.
Baca juga: Wishnutama Jadi Menteri, Ini Harapan Pemdaprov Jabar
Sekadar informasi, Spirit of Bandung merupakan simposium tingkat internasional yang digagas Universitas Kristen Maranatha dan Hebei Normal University dari Cina.
Adapun simposium pertama kali digelar pada 2013 dan telah menjadi agenda rutin setiap dua tahun sekali.
Sementara itu, Rektor Universitas Kristen Maranatha Armein ZR Langi mengatakan, tujuan dari kegiatan ini adalah guna mendorong kesepahaman budaya, memperkuat kerja sama, dan menjaga persahabatan kedua pihak.
"Simposium menjadi komitmen Universitas Kristen Maranatha dalam mengembangkan kebersamaan dengan berbagai negara sahabat, khususnya dengan Cina," papar Armein.
Armein percaya, kegiatan ini dapat memberikan pengaruh sosial yang luas dan baik, serta menjadi sarana komunikasi humanistik yang berpengaruh di tingkat regional.
Lebih jauh Armein menjelaskan, simposium juga memiliki semangat yang sama dengan kegiatan Konferensi Asia Afrika 1955 di Kota Bandung.
"Semangat membangun kebersamaan tidak hanya pada tingkat pemimpin, tetapi juga level industri, perguruan tinggi, akademisi, lembaga dan juga masyarakat," terang Armein.