KOMPAS.com — Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil memaparkan pencapaian dari program Desa Digital di Busan, Korea Selatan, Senin (4/11/2019) waktu setempat.
Ridwan Kamil memaparkan itu saat menerima gelar Doctor Honoris Causa Bidang Public Administration dari Dong-A University di Busan.
Perlu diketahui, Desa digital adalah program pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan teknologi digital dan internet dalam upaya pengembangan potensi desa, pemasaran, dan percepatan akses, serta pelayanan informasi.
Rencananya, seluruh pelayanan publik di desa akan didigitalisasi dengan membenahi koneksi internet, pembangunan command center, dan pemanfaatan media sosial untuk promosi dan pengenalan produk unggulan dari wilayahnya.
“Contohnya di sektor perikanan, 1.039 kolam menggunakan teknologi smart auto feeder. Lewat teknologi ini, memberi pakan ikan bisa lewat gawai. Hal ini membuat panen bisa naik dari dua menjadi empat kali dalam setahun,” kata Emil, panggilan akrab Ridwan Kamil, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Baca juga: Ini Agenda Ridwan Kamil Selama Kunjungan Bisnis ke Korea dan Jepang
Emil memaparkan itu berkaitan dengan visi misi Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor digital.
Visi misi itu pun sama dengan yang terjadi di Korea Selatan. Bahkan, Emil menyebut Korea Selatan menjadi negara terkemuka untuk sektor tersebut.
“Itu adalah sektor yang sangat relevan untuk terus dikembangkan mengingat ekonomi digital dan industri 4.0 telah menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di negara-negara maju,” ucapnya.
Emil pun berharap hubungan Indonesia, terutama Jabar dengan Korea Selatan, terus berlangsung di semua sektor.
Baca juga: Kang Emil Ajak Masyarakat Tingkatkan Perekonomian Desa Lewat Revolusi Digital
“Kunjungan ini menunjukkan bahwa kerja sama kedua negara harus semakin erat,” katanya.
Selain desa digital, Emil juga memaparkan inovasinya yang lain, yaitu dynamic governance atau birokrasi dinamis.
Inovasi ini sudah diterapkan dan bertujuan untuk mempercepat kegiatan pembangunan akibat masalah birokrasi.
“Dynamic governance pertama kali muncul dalam buku karya Neo Bong Siong dan Chen Geraldine. Di konsep ini pemerintahan harus beradaptasi dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat via konsep thinking ahead, thinking again, dan thinking across,” kata Emil.
Selain inovasi, konsep kolaborasi Penthahelix juga dipaparkan dalam kesempatan tersebut. Konsep Penthahelix merupakan gabungan lima unsur, yaitu akademisi, bisnis, community, government, dan Media (ABCGM) dalam setiap proses dan kegiatan pembangunan.
Lebih lanjut Emil berharap aparatur sipil negara (ASN) dapat menerima perubahan dan terbuka pada ide, gagasan, atau konsep baru dalam kaitannya menjalankan roda pemerintahan.
“ASN harus memiliki kemampuan dan kemauan untuk kembali mengkaji kebijakan yang berlaku guna meningkatkan kinerja,” ucapnya.
Baca juga: Ridwan Kamil: Jawa Barat Harus Menjadi Provinsi Pariwisata
Adapun terkait gelar Doctor Honoris Causa yang ia terima dari Dong-A University, Emil mengucapkan terima kasih kepada akademisi di sana.
“Saya merasa terhormat dengan gelar ini,” kata Emil saat berpidato di hadapan para akademisi Dong-A University.
Gelar ini pun, Emil dedikasikan untuk semua pihak yang telah mendukungnya, khususnya ibunda, istri, dan anak tercinta.
"Semoga hal ini menyemangati kiprah-kiprah saya selanjutnya untuk lebih baik dan lebih bersemangat membangun Jawa Barat dan Indonesia," katanya.