KOMPAS.com – Setiap orang memiliki potensi yang sama besar untuk terkena gangguan kesehatan jiwa atau mental. Namun kesadaran akan pentingnya memperhatikan kesehatan jiwa belum sepenuhnya dipahami.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat berupaya melakukan pencegahan dan menekan jumlah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK).
Data Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat menunjukkan, sepanjang Januari hingga September 2019 jumlah kelompok usia 19-45 tahun yang mengunjungi RSJ mencapai 25.069 orang.
Sementara itu, jumlah kelompok usia 13-18 tahun mencapai 3.104 orang. Untuk menekan angka tersebut, Pemdaprov Jawa Barat mulai merintis Unit Crisis Center Pelayanan Kesehatan Jiwa.
Baca juga: Tekan Kemiskinan di Jabar, Wagub Uu Usulkan Konsep Pentahelix ABCGM
Pj Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Daud Achmad mengatakan, adanya Unit Crisis Center merupakan penanganan cepat tanggap terhadap keadaan kesehatan jiwa masyarakat.
“Itu respon terhadap kesehatan jiwa di masyarakat. Penanganan cepat tanggap (bagi ODGJ dan ODMK) sangat dibutuhkan,” ujar Daud di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (1/11/19), seperti dalam keterangan tertulisnya.
Gangguan kesehatan jiwa sendiri dapat disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya seperti masalah perkawinan dan keluarga, pekerjaan, kondisi ekonomi, penyakit fisik, hingga hubungan interpersonal dan lingkungan.
Selain gangguan kesehatan jiwa, Pemdaprov Jawa Barat juga menyoroti perihal kecanduan gawai pada anak dan remaja. Untuk itu, Pemdaprov Jabar sudah menyiapkan program baru untuk mengatasi hal tersebut, yaitu Sekolah Tanpa Gawai (Setangkai).
“Di Jabar, kami juga banyak menerima pasien ODMK usia anak karena kecanduan gadget (gawai). Situasi tersebut menjadi masalah yang menjangkiti anak-anak kita,” kata Daud.
Baca juga: Cegah Bentrok Terulang, Disdik Jabar Imbau Sekolah Awasi Ketat Kegiatan Siswa
Upaya pencegahan gangguan kesehatan jiwa yang dilakukan Pemdaprov Jawa Barat mendapat apresiasi dari Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI Anung Sugihantono.
Menurutnya, dalam upaya pencegahan diperlukan juga literasi kesehatan. Karena itu, Anung berharap tenaga kesehatan mau turun ke lapangan demi meningkatkan literasi kesehatan masyarakat.
“Yang datang dari RSJ adalah bagian dari rujukan. Tapi, tenaga kesehatan tidak serta merta turun ke lapangan untuk menemukan indikasi lebih dini. Kemudian melakukan promosi kesehatan,” kata Anung.
Sementara itu, menurut Direktur Pencegahan kesehatan Jiwa dan Napza Kemenkes RI Fidiansjah, mengutarakan perasaan merupakan cara yang ampuh untuk mencegah gangguan kesehatan jiwa.
“Jangan menunggu meledak, tapi harus disalurkan. Karena mengutarakan perasaan jadi salah satu cara paling efektif meredakan emosi manusia. Apa yang bergejolak dalam diri manusia bisa dikeluarkan secara perlahan,” kata Fidiansjah.
Melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan yang kompeten merupakan salah satu cara terbaik untuk melakukan pencegahan.
Selain itu, dalam lingkup keluarga pencegahan gangguan kesehatan jiwa dapat dilakukan dengan saling memperhatikan dan mengingatkan sesame anggota keluarga terkait kesehatan jiwa atau fisik.