KOMPAS.com – Sejak menjabat Gubernur Jawa Barat ( Jabar) per 5 September 2018, pria yang akrab di sapa Emil ini memang sibuk berbenah di Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jabar.
Hal yang menjadi perhatiannya adalah bagaimana ekosistem pemerintahan mencapai target lebih cepat dan menghasilkan sesuatu yang konstruktif sebanyak mungkin.
Emil, sadar betul Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tidak akan mampu membiayai semua pembangunan di Jawa Barat. Untuk infrastruktur saja, uang yang dibutuhkan Rp1.200 triliun.
Sementara itu, APBD 2019 hanya Rp37,05 triliun buat mengerjakan 58 proyek strategis selama satu tahun. Untuk kebutuhan infrastruktur saja, APBD Jabar hanya secuil. Belum lagi untuk kebutuhan suprastruktur.
Di samping itu, kebutuhan masyarakat begitu dinamis, teknologi terus berkembang, dan tuntutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terus bertambah. Namun, ruang gerak birokrasi terbatas.
Baca juga: Karena Futuristik dan Terarah, APBD Jabar Dipuji Kemendagri
Banyak sekat yang membuat roda pemerintahan dan pembangunan Jawa Barat selama ini berjalan lamban.
Untuk itulah Emil memperkenalkan Dynamic Government atau Pemerintahan Dinamis. Sebuah ekosistem pemerintahan yang mampu menjalankan pola pembangunan yang kolaboratif. Semua pihak, di luar aparatur sipil negara dapat terlibat dalam pembangunan.
Selama satu tahun ini hari-hari Emil lebih banyak disibukkan dengan bertemu banyak orang yang memiliki sumber daya, baik itu uang, akses, teknologi, pengetahuan, maupun man power.
Emil sendiri mengibaratkan dirinya sebagai seorang marketing. Jawa Barat dengan kekayaan alam, manusia, serta kekayaan budaya dan makanan, selalu di bawanya di berbagai forum baik dalam negeri maupun luar negeri, untuk dikolaborasikan dengan para pemilik sumber daya.
“Saya ini gubernur yang merangkap marketing,” tutur Emil kepada seorang jurnalis senior di sela kunjungan luar negeri ke Inggris – Skotlandia – Swedia, akhir Juli 2019, seperti dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Senin (19/8/2019).
Pemerintahan Dinamis sebenarnya bukan konsep baru di dunia, tapi barang baru di Indonesia. Secara teori dunia mengenalnya dengan Birokrasi 3.0.
Sementara itu, selama ini Indonesia masih menggunakan pola Birokrasi 2.0 atau Birokrasi Performa yang mengutamakan reward and punishment.
“Apa yang dilakukan gubernur sebelumnya sudah baik, tidak ada masalah. Hanya saya punya cara-cara baru untuk mengakselerasi, sehingga (pembangunan) melompat,” kata Emil.
Salah satu yang menjadi ciri khas Pemerintahan Dinamis adalah kolaborasi dengan lima unsur pembangunan yakni kalangan Akademisi, Bisnis, Community, Government, dan Media (ABCGM).
“Terjadi percepatan pembangunan dengan menerapkan konsep pentahelix. Ada banyak gagasan-gagasan baru, termasuk program di desa yang dikelola perbankan. Selain gagasan, juga ada sumbangan berupa detail engineering design (DED) untuk pembangunan,” ujar Emil.
Penerapan Pemerintahan Dinamis tidak hanya membuat roda pemerintahan dan pembangunan berputar lebih cepat, tetapi juga pintu anggaran pembangunan bertambah.
Dengan begitu, pembangunan Jabar tidak lagi mengandalkan APBD yang notabene terbatas, tapi lima sumber anggaran lain. Di antaranya adalah Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP), obligasi daerah, dana perbankan, dana ummat, dan dana CSR.
Baca juga: Bekasi Ingin Masuk DKI, Begini Respons Ridwan Kamil
Selain pembiayaan kreatif, Emil memulai pula terobosan untuk mendukung Pemerintahan Dinamis dapat berjalan di Pemdaprov Jabar. Salah satu caranya dengan menjalankan digital government agar pelayanan lebih baik dan cepat.
“Untuk menjawab permasalahan birokrasi yang dihadapi selama ini, Pemdaprov Jawa Barat mendirikan Jabar Digital Service yang akan menciptakan aplikasi sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan pembangunan. Jumlah aplikasi akan sebanyak jumlah permasalahan yang ada,” jelas Emil.
Pemerintahan Dinamis yang diusung Emil telah membawa nuansa baru dalam komunikasi dan koordinasi antar-pemerintah daerah.
Dengan gayanya yang millenials, Emil mengajak semua bupati dan wali kota masuk dalam forum WhatsApp Grup (WAG) yang diberi nama Koordinasi Penyelenggara Pemerintah Daerah (Kopdar). Ini pola komunikasi yang sama sekali baru di Jabar.
Sebagai wakil pemerintah pusat, Emil dapat berkoordinasi jauh lebih cepat dengan para kepala daerah di Jabar. Komunikasi yang dijalin menjadi tidak formal tapi lebih efektif karena cepat mengambil keputusan.
Tak cuma itu, melalui WAG Kopdar, Gubernur Emil mengaki semakin tahu kebutuhan daerah dan treatment yang diberikan lebih terukur dan fair.
Setelah sukses dijalankan dengan segala macam kendalanya, Pemerintahan Dinamis diharapkan diterapkan pula di level kabupaten dan kota.
Dengan begitu, ekosistem pemerintahan tingkat kabupaten dan kota ada di level yang sama dengan provinsi. Lalu bagaimana caranya?
Baca juga: Selaraskan Pembangunan, Pemdaprov Jabar Buat Kopdar GWPP
Kuncinya ada di bupati dan wali kota. Apakah para kepala daerah mau mencontoh apa yang sudah diperbuat oleh Ridwan Kamil dan wakilnya Uu Ruzhanul Ulum atau tidak.
Namun, Emil optimistis dynamic government lambat laun akan diterapkan di kabupaten dan kota sehingga antar pemerintah kabupatan dan pemerintah kota dengan Pemdaprov Jabar ada dalam satu frekuensi dan Jabar Juara Lahir Batin pun akan terwujud lebih cepat.
“Kalau ini berhasil, inilah Government 3.0 yang menjadi eksperimen pemerintahan untuk mengakselerasi pembangunan,” tutup Emil.