KOMPAS.com - Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat (Jabar), Daud Achmad, mengaku pihaknya tengah memperkuat program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).
Melalui program itu, seluruh pejabat daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jabar didorong berperan aktif melakukan pencegahan dan pemberantasan narkoba.
"Pemdaprov Jabar telah membuat surat edaran Gubernur Jabar Nomor 354/09/Yanbangsos tentang hal tersebut," ucap dia saat menghadiri deklarasi serentak 360 Desa dan Kelurahan Bersih Narkoba di Gedung Assakinah, Kabupaten Cianjur, Selasa (13/8/2019), sesuai rilis yang Kompas.com terima, Rabu (14/8/2019).
Sekadar informasi, isi dari P4GN tersebut memuat enam butir kesepakatan yang secara keseluruhan tak hanya melibatkan seluruh perangkat daerah dalam memberantas penyalahgunaan narkoba, akan tetapi pelajar dan juga masyarakat.
Baca juga: Soal Bandar Narkoba, Kompolnas: Tembak Saja di Tempat
Adapun isinya pertama adalah, melaksanakan program P4GB bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemdaprov Jabar dan pemerintah kabupaten kota.
Kedua, melaksanakan sosialisasi tentang bahaya penyalahgunaan Narkotika pada seluruh ASN dan calon ASN di setiap perangkat daerah.
Ketiga melaksanakan kegiatan test urine bagi ASN dan calon ASN Pemdaprov Jabar dan pemerintah kabupaten kota. Untuk melaksanakan ini perlu menganggarkan pengadaan alat test urine seluruh OPD.
Keempat dalam pelaksanaannya melibatkan BNNP Jabar, seluruh kepala perangkat daerah Provinsi Jabar agar melaksanakan program desa, kelurahan dan Sekolah Bersih Narkoba (Bersinar),
Ini perlu dilakukan agar program tersebut dapat berjalan secara komprehensif berkesinambungan dan berdaya guna bagi masyarakat desa dan kelurahan sampai ke tingkat RW/RT dalam upaya P4GN.
Baca juga: Kepala BNN: 90 Persen Transaksi Narkoba Dikendalikan dari Dalam Lapas
Kelima seluruh Kepala Perangkat Daerah Provinsi Jabar terkait agar menginstruksikan seluruh rumah sakit atau puskesmas untuk memberikan layanan rehabilitasi bagi pecandu dan penyalahguna Narkoba.
Terakhir membentuk satuan tugas anti Narkoba sekaligus sebagai Person In Charge (PIC) untuk melaporkan Rencana Aksi Nasional (RAN) P4GN di setiap perangkat daerah.
Daud menegaskan, saat ini Jabar merupakan provinsi dengan kerugian biaya sosial ekonomi tertinggi di Indonesia (Rp 16 miliar) akibat penyalahgunaan narkoba.
Dari hasil survei nasional di 34 provinsi pada 2017, imbuh dia, jumlah penyalahguna narkoba mencapai 645.482 orang.
"Perlu ada strategi khusus untuk menangani masalah narkoba, yakni melalui keseimbangan antara penegakan hukum dan pendekatan kesehatan di masyarakat," papar Daud.
Menurutnya, pendekatan hukum bertujuan untuk memutus mata rantai pemasok narkoba mulai dari produsen sampai pada jaringan pengedarnya.
Baca juga: Hindari Polisi, Bandar Narkoba Meninggal Dunia akibat Jatuh dari Lantai 10 Apartemen
Sementara itu, pendekatan kesehatan bertujuan untuk memutus mata rantai para pengguna narkoba melalui perawatan atau rehabilitasi.
"Dengan begitu, warga dapat terlindungi dari bahaya penyalahgunaan narkoba demi menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang sehat dan unggul agar siap menghadapi globalisasi dan tantangan ke depannyat," terang Daud.
Di sisi lain, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Heru Winarko, mengatakan menurut hasil penelitian dari pihaknya menunjukkan Jabar tertinggi dalam hal pengguna narkoba di kalangan remaja.
"Dengan persentase 3 hingga 5 persen, Jabar menjadi fokus utama BNN karena memuat 20 persen penduduk Indonesia," jelas Heru.
Baca juga: Kepala BNN: Tidak Usah Lapor Jika Ada Penyalahgunaan Narkoba, Tangkap Saja Langsung Pelakunya
Tak lupa, Heru turut mengimbau masyarakat agar bahu-membahu memberantas dan mencegah peredaran narkoba.
"Termasuk jika ada pengguna dan transaksi, langsung tangkap saja dan diserahkan ke Polisi atau BNN untuk diproses," sambungnya.
Dengan begitu, Heru berharap tindakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Jabar secara tidak langsung akan menurunkan angka nasional hingga dibawah 2 persen.
Sebuah angka minimal berdasar referensi standar rata-rata toleransi dunia dari United Nations Office On Drugs And Crime (UNDOC).