JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai salah satu kota dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, Jakarta dihadapkan berbagai tantangan. Tuntutan sebagai kota metropolitan pun mendorong Jakarta untuk mengikuti perubahan. Salah satunya dengan menghadirkan inovasi untuk menciptakan ekosistem kota yang terintegrasi dengan teknologi.
Hal itu tengah diupayakan Jakarta Smart City (JSC) sebagai katalisator kota pintar ( smart city) untuk Jakarta. Kepala Unit Pengelola JSC Yudhistira Nugraha menyatakan, pihaknya melakukan transformasi digital di Jakarta dengan berkolaborasi dan memfasilitasi.
"Kami akan melakukan sejumlah perubahan, seperti menghadirkan infrastruktur digital, masyarakat digital, pemerintah digital, dan ekonomi digital. Semuanya akan dikembangkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, demi memaksimalkan pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien," kata Yudhistira melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (2/10/2023).
Dalam penerapannya, JSC mengadopsi konsep kota pintar dengan menerapkan enam indikator. Pertama, smart governance untuk menghadirkan pemerintah yang dapat memfasilitasi perubahan dan perkembangan sosial dengan baik.
"Selanjutnya, (indikator kedua), smart economy untuk membantu membuka peluang usaha baru demi mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dilanjutkan smart environment (indikator ketiga), dengan berbagai kegiatan yang melindungi ekosistem, seperti waste management, water management, dan energi alternatif," jelas Yudhistira.
Baca juga: Penuhi Kebutuhan Rumah Warga Jakarta, Sarana Jaya Siapkan Hunian Terjangkau Bagi Warga DKI
Kemudian keempat, smart people dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku dan end-user dari smart city. Kelima, smart mobility dengan meningkatan kualitas bermobilitas. Keenam, smart living guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat, termasuk kesehatan, literasi digital, dan fasilitas ramah difabel.
"Semua indikator tersebut akan dirangkum dalam pengembangan (aplikasi) Jakarta Kini (JAKI). Pengembangannya akan menerapkan collaborative governance, yaitu dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, private sector, komunitas, akademisi, dan masyarakat," papar Yudhistira.
Secara khusus, JAKI memperbarui berbagai fitur dan fasilitas yang lebih lengkap. Salah satunya, menghadirkan fitur interaksi masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan pelaku atau pemilik bisnis, dan masyarakat dengan masyarakat.
JAKI juga tersedia dalam versi bahasa Inggris. Tersedia pula kolom "Rekomendasi" untuk pendatang baru di Jakarta serta "Keliling Jakarta" untuk turis yang ingin berekreasi dan jalan-jalan di Jakarta, lengkap dengan fitur transportasi, peta, serta pendaftaran kunjungan.
"JAKI dibentuk sebagai platform informasi, interaksi, transaksi elektronik, dan layanan publik berbasis elektronik yang kami kelola. Fitur-fitur tambahan itu diharapkan dapat menunjang Jakarta sebagai kota global nantinya," imbuh Yudhistira.
Lewat berbagai upaya yang telah dijalankan dan direncanakan JSC, Yudhistira berharap dapat menghadirkan Jakarta 4.0 dengan ekosistem digital yang kondusif. Karena itu, JSC mendukung Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk dapat mewujudkan regenerasi kota yang berkelanjutan, perekonomian yang inklusif, pembangunan manusia madani yang berkesetaraan, serta melaksanakan transformasi pelayanan publik dan manajemen pemerintah yang optimal.
"Dengan transformasi digital, JSC berharap, Jakarta dapat menjadi kota yang mampu bersaing dengan kota-kota besar lain di dunia sebagai pusat bisnis dan ekonomi. Dengan tagline 'A City of Everyone', kami akan fokus pada perencanaan lingkungan, ekonomi, manusia, dan pemerintahan," tutur Yudhistira.
Baca juga: Koordinator MD KAHMI Sebut Heru Budi Hartono Bekerja Cepat Tuntaskan Masalah di Jakarta
Upaya JSC untuk mewujudkan smart city di Jakarta mendapat respons positif dari pengamat perkotaan Universitas Indonesia, Lisman Manurung. Menurutnya, Jakarta sudah seharusnya menjadi smart city agar tidak tertinggal dengan kota-kota besar di dunia.
"Menjadi smart city artinya Jakarta harus menjadi kota yang tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan teknologi dan digital, terutama untuk bidang transportasi serta layanan masyarakat,” urainya kepada Kompas.com, Kamis (5/10/2023).
Meski demikian, Lisman menekankan bahwa kesiapan dan kematangan perencanaan pemerintah dalam menerapkan konsep smart city merupakan hal yang sangat penting. Sebab, penerapan smart city tidak hanya soal teknologi yang digunakan, tetapi juga akses yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Karena itu, Lisman mengingatkan, dalam penerapan smart city, pemerintah harus mengevaluasi layanan konvensional yang sudah ada sekarang. Jika tidak ditemukan lagi kendala, baru dapat dikatakan aman untuk beralih ke transformasi digital.
“Saat ini, banyak hal harus diperbaiki dulu, sebelum beralih ke layanan digital. Idealnya, pemerintah harus melakukan kajian yang menyeluruh terlebih dulu guna mencari hal-hal yang harus diprioritaskan. Tentu ini bukan hal mudah dan perlu perencanaan serta strategi yang matang,” papar Lisman.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Optimalkan Pembangunan Rusun, Solusi Hunian Nyaman di Lahan Terbatas
Selain itu, penerapan smart city di Jakarta tidak boleh semata-semata “ada”, tetapi harus memberikan dampak pertumbuhan dan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat. Misalnya, dengan menyesuaikan perangkat dan sistem yang mudah diakses oleh masyarakat.
“Salah satu kekhawatiran dalam penerapan smart city di kota-kota besar adalah kemungkinan digital divide di masyarakat. Pemerintah harus melihat seberapa besar masyarakat sebagai pengguna yang bergantung pada digitalisasi. Apalagi, postur Jakarta berbeda dengan kota-kota lain yang menerapkan smart city,” terangnya.
Terkait contoh konsep smart city, Lisman mengatakan bahwa layanan transportasi dapat menjadi salah satu yang diprioritaskan. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat memperoleh informasi tentang jadwal dan rute perjalanan secara real-time melalui aplikasi atau platform.
“Tujuan smart city, kan, untuk memberikan kemudahan dan kepraktisan kepada masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi penyedia jasa untuk memperbaiki layanan dulu. Sebab jika perencanaannya setengah-setengah, konsep ini tidak akan berjalan dengan baik dan tidak akan bisa dirasakan efektivitasnya oleh seluruh lapisan masyarakat,” tegasnya.
Karena itu, Lisman mengimbau pemerintah untuk dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk swasta, akademisi, dan tenaga ahli, agar perencanaan smart city benar-benar dapat dijalankan tanpa terganggu oleh kendala yang ada saat ini.
“Saya percaya, Jakarta bisa menjadi smart city jika dilakukan dengan visi yang jelas dan melakukan pembenahan dulu. Lakukan penelusuran terkait apa saja hal-hal yang bisa menghambat penerapan smart city, termasuk dari kesiapan fasilitas dan masyarakat sebagai pengguna. Jangan sampai ada masyarakat yang left behind atau tertinggal dan merasa asing dengan kotanya sendiri,” tuturnya. (Rindu Pradipta Hestya)