KOMPAS.com – Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo mengatakan, ia ingin para eks narapidana teroris (napiter) turut serta dalam memberikan pemahaman bahaya intoleransi dan radikalisme.
“Saya ingin mereka bercerita kepada masyarakat, menyampaikan pendidikan baik kepada pelajar di rumah ibadah bahwa mereka punya pengalaman dan pernah salah dan itu diakui,” kata Ganjar, dikutip dari keterangan persnya, Rabu (17/8/2022).
Dia mengatakan itu dalam upacara bendera Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Republik Indonesia (RI) di Lapangan Pancasila, Kota Semarang, Rabu.
Nantinya, kata Ganjar, pemberian pemahaman itu menjadi satu nilai kebersamaan dan nilai persatuan.
“Mereka juga bisa memberikan testimoni bagaimana mereka berproses kembali kepangkuan Ibu Pertiwi dan kemudian mereka bisa mengedukasi dan kegiatannya banyak termasuk aktivitas sosial.
Baca juga: Ganjar Ajak 22 Eks Napiter Ikut Upacara, Eks Napiter: Dulu Penghormatan Bendara adalah Hal yang Tabu
“Itu pesan yang ingin saya sampaikan agar anak bangsa tidak salah arah agar semua nilai Pancasila betul membumi,” tuturnya.
Sebagai informasi, sebanyak 22 eks napiter terlihat begitu khidmat mengikuti upacara peringatan HUT ke-77 RI. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa mereka telah kembali mencintai Ibu Pertiwi.
Ada pula prosesi Ganjar menyematkan hasduk atau setangan leher merah putih di kepala Joko Priyono, seorang eks napiter dalam upacara tersebut.
Keterlibatan eks napiter pada upacara itu juga menjadi bukti bahwa Jateng di bawah kepemimpinan Ganjar memiliki toleransi dan kepedulian yang tinggi terhadap pemberantasan intoleransi dan radikalisme.
Pada kesempatan itu, Joko mengaku bersyukur bisa bersilaturahmi dengan eks napiter lain dan seluruh elemen masyarakat.
Baca juga: Ganjar Usulkan Perda untuk Sejajarkan Pesantren dengan Pendidikan Formal
“Jadi, ketika kami di sini menunjukkan bahwa masyarakat Jateng memiliki toleransi tinggi. Kami bisa diterima dari kalangan mana pun,” ujar Joko Priyono usai upacara.
Joko pernah divonis empat tahun penjara karena terlibat jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Dia pun sangat mengapresiasi Ganjar yang telah mengundang para eks napiter mengikuti kegiatan upacara Kemerdekaan RI.
“Jadi saya apresiasi Pak Gubernur Ganjar yang telah memberi kesempatan eks napiter dalam upacara 17 Agustus ini,” lanjutnya.
Bukan hanya itu, kata dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng juga telah memberikan perhatian lebih kepada para eks napiter.
Dia mencontohkan, pemerintah memberikan pelatihan wirausaha sekaligus pinjaman modal untuk usaha para eks napiter.
Baca juga: Peringati HUT Jateng, Ganjar Pamer Jalan Provinsi hingga Pertumbuhan Ekonomi
“Pemerintah Alhamdulillah baik. Setelah keluar dari penjara ada proses mengembalikan kesejahteraan, misalnya usaha. Itu dilakukan secara nyata, seperti memberikan pelatihan memasarkan produk. Membuat usaha bisa mengajukan proposal, Insyaallah dibantu,” ungkapnya.
Joko yang saat ini merintis usaha optik itu mengaku, dia bersama rekan-rekannya yang telah keluar dari JI membentuk Neo JI dengan tujuan meluruskan pemahaman terorisme menuju ahlussunnah wal jamaah.
Bukan hanya bersama Pemprov Jateng dan masyarakat, kata dia, pembinaan antiradikalisme juga dilakukan bersama Ruangobrol Unit Idensos Densus 88 AT Satgaswil Jateng.
“JI bubar pada 2007 dan pada 2008 saya mendirikan Neo JI untuk meluruskan pemahaman. Bersama teman-teman yang lain, kami mencoba mengajak kembali kepada akidah ahlussunah wal jamaah,” ujarnya.
“Tolong pahami Pancasila ini lebih adil, dari proses sejarah terbentuknya, sebagai suatu kemaslahatan, dan dibuat untuk kebaikan bangsa Indonesia,” imbuhnya.
Baca juga: Ganjar: Korupsi Merupakan Pengkhianatan terhadap Kerja Wong Cilik
Pernyataan serupa juga diamini pasangan suami-istri eks napiter Ahmad Supriyanto dan Ika Puspita Sari. Ahmad menuturkan, di Jateng, baik pemerintah maupun masyarakatnya, sangat terbuka dan menerima dengan baik para teroris yang telah kembali menerima konsep NKRI.
“Alhamdulillah bebas Januari kemarin. Baik mereka (pemerintah dan masyarakat Jateng). Alhamdulillah mereka membantu kami termasuk proses pernikahan kami, membantu memberi support semuanya,” tutur Ahmad.
Ahmad berpesan kepada generasi muda agar dapat mempelajari agama melalui banyak guru, sehingga tidak hanya bersumber dari satu guru dan satu pemahaman saja.
“Ceritanya panjang. Sebenarnya karena faktor ilmu karena dulu kebodohan yang menyertai kami. Ketika dalam penjara datang ilmu-ilmu yang belum pernah kami pelajari sebelumnya. Akhirnya kami mengakui bahwa inilah NKRI yang harus kita perjuangkan,” katanya.
“Pesannya, belajarlah ilmu yang mana harus pada gurunya jangan satu guru saja. Belajar dari banyak guru karena satu guru hanya menyesatkan karena dia hanya taklid buta,” imbuhnya.
Sementara itu, Ika mengaku senang mendapat undangan mengikuti upacara bendera. Baginya, undangan ini merupakan suatu kehormatan.
Baca juga: Peringatkan soal Jual Beli Jabatan, Ganjar: Hentikan atau Ditangkap
“Alhamdulillah ini baru pertama kali diundang. Dalam hal ini, yang dulu dalam kelompok kami sesuatu yang tabu. Karena kami sudah kembali ke NKRI lagi, ini suatu kehormatan bagi kami,” ungkapnya.