KOMPAS.com - Hingga kini total nilai investasi di Jawa Tengah ( Jateng) telah mencapai Rp 211,19 triliun. Angka itu merupakan nilai kumulatif investasi yang masuk dari periode 2015 hingga triwulan II 2019,
Dalam keterangan tertulisnya, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menjelaskan nilai investasi tersebut terdiri dari investasi Penanaman Modal Asing (PMA) Rp 110,85 triliun dengan 4.964 proyek dan menyerap 335.735 tenaga kerja,
Kemudian Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp 100,34 triliun dengan 7.121 proyek yang menyerap 221.071 tenaga kerja.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng menjelaskan ada beberapa hal yang membuat investor berbondong-bondong masuk ke daerah ini.
Pertama karena ketersediaan tenaga kerja dan upah yang relatif murah. Kedua yakni akibat tingginya etos kerja warga Jateng.
Terkait etos kerja, hal ini dibernarkan Philip D Kaligis dari PT Anugrah Cipta Mould. Ia mengatakan kinerja warga Jateng menjadi magnet bagi investor untuk berinvestasi di provinsi tersebut.
Bukan tanpa sebab ia menilai seperti itu, ini karena beberapa pabrik yang dia buka di Jawa Barat maupun Banten telah banyak menampung pekerja dari Jawa Tengah.
"Setelah mengamati, mereka menilai pekerja-pekerja dari Jawa Tengah rata-rata etosnya lebih tinggi dan mudah diajak berkomunikasi," katanya, Jumat (22/11/2019).
Berangkat dari itu, pada 2017 perusahaannya membuka pabrik baru di Jepara. Tak hanya itu, pihaknya tengah siap-siap membuka pabrik di Kabupaten Pati dengan total investasi Rp 2 triliun,
Hal lain yang paling membuatnya terkesan dengan Jateng adalah kondusivitas wilayah dan pekerjanya.
Baca juga: 10 Pabrik Sepatu Pilih Hengkang ke Jateng, Ini Kata Gubernur Banten
"Jateng sangat kondusif. Kami sudah membuka usaha pabrik komponen sepatu di Jepara. Sudah dua tahun dan akan mengembangkan di Pati," katanya.
Kompetitifnya Jawa Tengah juga diakui Absori yang bekerja di bagian Umum PT Parkland World Indonesia.
Menurutnya karena ketersediaan SDM dan upah yang kompetitif di Jateng, PT Parkland World Indonesia langsung mengucurkan investasi Rp 2,1 triliun ke Jawa Tengah pada 2015 silam.
Absori mengaku perusahaannya telah mempekerjakan 15.000 warga Jateng dan bakal menambah investasi sebesar 50 juta dollar AS.
"Saat ini untuk investasi yang paling menarik adalah Jawa Tengah. SDM-nya memadai dan upahnya juga kompetitif. Karena di Jabodetabek sudah sangat tinggi," katanya.
Baca juga: Bantah Asosiasi, Disnaker Tangerang Sebut Tak Ada Pabrik Sepatu Pindah ke Jateng
Bahkan saat ini banyak rekanannya mengutarakan ketertarikan untuk turut berinvestasi di Jawa Tengah.
Karena kabar kondusivitas Jateng yang telah tersebar, dia berharap hal ini akan bertahan lama agar tidak mengecewakan para pengusaha atau investor.
"Secara otomatis, kalau kami tertarik (berinvestasi di suatu daerah) pasti mengundang investor lain," kata dia.
"Kami selalu ada komunikasi terutama di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pasti mengabarkan kepada kawan-kawan bahwa di sana (Jateng) menarik," tambahnya.
Secara garis besar, saat ini Jawa Tengah sedang menikmati bonus demografi. Bonus demografi merupakan situasi di mana ketersediaan usia produktif suatu daerah lebih tinggi kuantitasnya.
Perlu diketahui, saat ini jumlah usia produktif atau tenaga kerja di Jawa Tengah separuh lebih dari total penduduknya.
Kepala Pelaksana (Plt) Kepala Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi dan Kependudukan Jateng Susi Handayani mengatakan jumlah usia kerja di provinsinya sekarang mencapai 18.059.895.
Dari jumlah tersebut yang sudah bekerja sebanyak 17.245.548.
"Artinya secara SDM ketenagakerjaan kami masih mencukupi untuk masuknya investor baru. Karena masih tersedia tenaga kerja sekitar 814.347," kata Susi.
Baca juga: UMK Jateng 2019 Ditetapkan, Semarang Jadi Kota dengan UMK Tertinggi
Selain ketersediaan tenaga kerja, kondusivitas yang tinggi selama ini jadi ciri utama keberlangsungan dunia usaha di Jawa Tengah.
Susi menjelaskan, bahkan ketika menjelang penetapan Upah Minimal Kota (UMK), dunia kerja di Jateng tetap stabil. Selain itu, upah tenaga kerja di sini juga sangat kompetitif.
Sebagaimana yang telah diumumkan Gubernur Ganjar Pranowo, upah kerja di Jawa Tengah rata-rata Rp 1,9 juta.
Nilai itu jelas membuat daya tarik untuk investor, dibanding Jawa Barat, Jawa Timur, Banten apalagi DKI Jakarta.
"Situasi seperti ini yang terus kami jaga. Jadi relasi antara pemerintah, pengusaha dengan buruh benar-benar kami jaga," katanya.