KOMPAS.com — Selama 22 tahun jadi guru ngaji, Sulaiman Jufri (62) belum pernah sekali pun mendapat bantuan pemerintah. Bahkan, ia pernah hanya mendapat honor Rp 2.000 per bulan.
Namun, guru ngaji asal Karanggintung, Cilacap, ini tidak menyerah. Ia tetap istiqamah menjadi guru ngaji di Madrasah Diniyah (Madin) Miftahul Huda, Karanggintung, Gandrungmangu, Cilacap, Jawa Tengah.
Adapun biaya operasional madin dan guru yang mengajar berasal dari iuran swadaya masyarakat sekitar.
Proses swadaya untuk menghidupi madrasah diniyah yang mengampu atau menampung 209 santri itu pun masih diterapkan sampai sekarang.
Saat ini wali murid iuran Rp 20.000 per bulan, yang dibagi Rp 5.000 untuk operasional dan Rp 15.000 untuk 10 guru ngaji.
"Tekadnya ya karena keikhlasan ngajar ngaji anak-anak. Tidak lebih. Kami pun tidak pernah mengharap berapa bayarannya," katanya Sulaiman, Senin (8/4/2019) di Cilacap, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Sulaiman Jufri telah jadi guru ngaji sejak 1997 atau 22 tahun atau sejak santri di sini hanya belajar ngaji di masjid. Saat itu para guru ngaji hanya menerima bisyaroh Rp 750.
Sekarang Madin Miftahul Huda sudah punya gedung sendiri yang semua biaya pembangunan pun diperoleh dari hasil swadaya wali murid. Bisyaroh guru ngaji juga meningkat jadi Rp 2.000 per bulan bergantung besaran swadaya.
"Madrasah Diniyah Miftahul Huda berdiri karena usulan masyarakat kepada kiai. Kiai akhirnya rembugan dengan santri senior. Jadi awalnya didirikan secara swadaya," katanya.
Bersama 3.145 guru ngaji se-Kabupaten Cilacap, Sulaiman Jufri akhirnya menerima hibah insentif dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah di Pondok Pesantren Al Fiel, Kesugihan Cilacap.
Mereka menerima bisyaroh Rp 1,2 juta dalam setahun yang akan diterima per triwulan. Jufri pun merasa sangat bersyukur karena akhirnya mendapat perhatian dari pemerintah.
"Kami tidak mengharap insentifnya karena selama ini pun tanpa hibah dari pemerintah, madin juga berjalan, tapi perhatian pemerintah kepada guru ngaji dengan pemberian insentif ini luar biasa," ucap Jufri.
"Karena kan kami membangun akhlak anak-anak. Belum menerima saja sudah sangat semangat karena kami menunggu sudah bertahun-tahun. Memang sebenarnya bergantung pada pemerintah untuk merealisasikan ini karena memang ini kewajiban pemerintah," katanya.
Selain guru ngaji di Cilacap, Pemprov Jateng juga telah menyerahkan insentif untuk guru ngaji di Pati, Kota dan Kabupaten Semarang, Magelang, Purworejo, Purbalingga, dan lainnya.
Pada tahun anggaran 2019 ini Pemprov Jateng telah mengalokasikan dana Rp 205 miliar untuk 171.131 guru ngaji.
Dengan hibah tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berharap kualitas guru ngaji di Jawa Tengah bisa mengikuti perkembangan zaman. Ini perlu agar mereka mampu memberi pengajaran kepada anak-anak secara tepat.
"Semoga memberi berkah. Masa depan bangsa ini bergantung pada anak-anak kita. Nah budi pekerti, akhlak anak-anak kita, bergantung pada guru ngaji ini," katanya.
Ganjar juga mengatakan, program ini merupakan janji politiknya bersama Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen saat kampanye Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2018. Bersama putra KH Maimoen Zubair tersebut, Ganjar bertekad memberikan perhatian khusus kepada guru ngaji di Jawa Tengah.
"Karena ini janji politik, maka harus saya jalankan. Saya yang bagi saja seneng, apalagi yang menerima," katanya.