KOMPAS.com - Membangun kota yang berkelanjutan merupakan komitmen yang dipegang teguh oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk kelangsungan hidup generasi mendatang.
Salah satu upaya mewujudkan komitmen itu adalah dengan menambah ruang terbuka hijau yang dilengkapi infrastruktur pengendali banjir. Hal inilah yang akan diterapkan dalam penataan kawasan Barito, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Pemprov Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta akan mengintegrasikan tiga taman di kawasan itu, yakni Taman Langsat, Taman Leuser, dan Taman Ayodia menjadi Taman Bendera Pusaka.
Lebih dari sekadar ruang terbuka, ketiga taman ini memiliki fungsi vital sebagai area resapan air, penyeimbang ekosistem, serta menjadi ruang beragam aktivitas sosial masyarakat.
Elemen khas ketiga taman ini adalah adanya badan air berupa kanal atau sungai yang mengalir membelah kawasan, serta kolam yang memperkuat karakter lanskap. Fakta ini sangat mendukung fungsi ekologis taman secara keseluruhan.
Baca juga: Ambisi Pramono Menyulap Lahan Eks Pasar Barito Jadi Taman Bendera Pusaka
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta, Ika Agustin Ningrum mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan infrastruktur pengendali banjir dan sanitasi modern dalam pembangunan Taman Bendera Pusaka. Harapannya, taman tidak hanya indah, tapi juga lestari.
"Dinas SDA DKI Jakarta akan mengintegrasikan Taman Langsat dan Taman Leuser dengan kolam retensi. Panjang badan air dari Taman Langsat hingga Taman Leuser yaitu 750 meter. Di situ, kami akan membangun infrastruktur pengendali banjir, berupa pintu air, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), saringan sampah, dan sediment trap," kata Ika.
"Kami juga akan memperbaiki saluran drainase di sekeliling taman. Hal ini untuk membantu mereduksi debit limpasan air ke Hang Lekir, Hang Jebat, dan sekitarnya saat musim hujan," ungkap Ika, di Jakarta, pada Jumat (8/8/2025), seperti diberitakan jakarta.go.id.
Saat musim kemarau, lanjut Ika, air yang mengalir di saluran penghubung (PHB) Jelawe dapat lebih jernih karena sudah diolah melalui IPAL.
Ia memaparkan, debit air limbah yang akan diolah IPAL adalah 800 meter kubik per hari. Hasil keluaran dari IPAL nantinya akan memenuhi Baku Mutu Air Limbah Domestik yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.68/2016.
"Program sanitasi ini dirancang untuk mengantisipasi berbagai tantangan perkotaan, seperti urbanisasi, perubahan iklim, dan tekanan lingkungan. Sehingga, diharapkan mampu menjaga kesehatan masyarakat sekaligus kelestarian lingkungan hidup, demi tercapainya pembangunan di bidang lingkungan dan kesehatan yang terintegrasi serta berkelanjutan," tutur Ika.
Baca juga: Ini Deretan Fasilitas Taman yang Akan Dibangun di Eks Pasar Barito
Perbaikan fungsi ekologis dalam penataan kawasan Barito juga disampaikan oleh pakar bioteknologi lingkungan dan tata kelola air Fakultas Teknis Universitas Indonesia (FK UI), Firdaus Ali.
Ia mengungkapkan, penataan tiga taman di Jakarta Selatan juga mengedepankan tata kelola air yang modern, sehingga kawasan tersebut tidak hanya menjadi tempat bersantai dan beraktivitas, tetapi juga berkontribusi dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan iklim.
"Yang selama ini belum ada adalah IPAL-nya. Maka, kita perlu bangunkan IPAL, karena aliran limbah domestik ikut mengalir ke taman. Selama ini juga tidak ada saringan sampah, maka kita perlu siapkan saringan sampah, sehingga aliran air bebas sampah," ujar Firdaus.
"Infrastruktur pengendali banjir yang disediakan itu disiapkan agar air limpasan atau run off yang ada bisa kita kendalikan, sehingga dampaknya ke kawasan akan dapat semakin kita minimalisasi," terang Firdaus yang juga Koordinator Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta.
Baca juga: Pemprov Jakarta Siapkan Sentra Fauna Lenteng Agung untuk Pedagang Barito
Ia menambahkan, penataan dan integrasi ketiga taman ini dimaksudkan untuk menyediakan ruang publik terpadu yang mampu memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat luas. Konsep ini menggabungkan fungsi ruang terbuka hijau, ruang terbuka biru, serta area rekreatif yang mendukung kegiatan olahraga, seni, dan budaya.
"Dengan integrasi ini, kawasan tersebut dapat menjadi pusat kegiatan yang nyaman, hijau, dan bernilai ekologis tinggi bagi masyarakat dalam konteks kota global yang berbudaya dan berkelanjutan," kata Firdaus.