KOMPAS.com – Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi DKI Jakarta terus mengembangkan wisata meetings, incentives, conferences, and exhibitions (MICE). Terutama dari sisi potensi geografis dan aksesibilitas, infrastruktur, bisnis dan ekonomi, serta pasar.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta Andhika Permata menjelaskan, letak geografis dan aksesibilitas Jakarta yang strategis di tengah-tengah wilayah Asia Tenggara menjadi salah satu daya tarik tersendiri untuk pengembangan wisata MICE.
Adapun dari sisi infrastruktur, di Jakarta sudah banyak gedung yang mendukung wisata MICE berskala internasional yang letaknya sudah tersebar di sejumlah titik.
Dari sisi bisnis dan ekonomi, Jakarta memiliki potensi, karena banyak perusahaan multinasional, kantor pusat perusahaan nasional, serta organisasi. Terlebih, Jakarta juga menjadi tujuan utama untuk pertemuan bisnis dan konferensi tingkat tinggi.
“Data-data yang dihimpun dari berbagai sumber juga menunjukkan bahwa Jakarta memiliki potensi bisnis dan ekonomi yang kuat, khususnya untuk pengembangan industri MICE. Jakarta merupakan pusat aktivitas bisnis dan menjadi tujuan utama untuk menyelenggarakan acara bisnis, perdagangan, dan industri,” kata Andhika dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Senin (30/10/2023).
Sementara itu, potensi pasar MICE di Jakarta juga terus berkembang dengan pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi), terdapat 128 dari 178 pameran di Indonesia diadakan di Jakarta pada 2023. Estimasi omzet transaksi seluruh pameran yang telah diselenggarakan mencapai lebih dari Rp 150 triliun.
“Sektor pasar yang potensial datang dari segmen bisnis dan keuangan, teknologi dan inovasi, kesehatan dan medis, serta energi dan lingkungan. Selain itu, acara MICE seni, feysen desain, dan ekraf dapat mendukung pengembangan MICE di Jakarta serta mempromosikan kreativitas lokal,” jelas Andhika.
Dalam pengembangan MICE, Andhika menjelaskan bahwa Disparekraf DKI Jakarta akan mempersiapkan sejumlah rencana pembangunan. Pertama, menyusun kebijakan dan regulasi dalam pengajuan perizinan terkait penyelenggaraan acara MICE, seperti izin keramaian dan usaha.
Kedua, pemasaran dan promosi dengan menggunakan media sosial, kampanye branding, partisipasi pameran internasional, kerja sama dengan asosiasi MICE, serta personalisasi layanan.
Ketiga, mengadakan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Keempat, melakukan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan MICE pada masa depan. Kelima, terbuka terhadap kerja sama dan kolaborasi dalam pengembangan MICE di Jakarta.
“Disparekraf DKI Jakarta akan menjalin sinergi bersama asosiasi MICE, baik tingkat nasional maupun regional, untuk berkolaborasi. Kami juga akan bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah serta lembaga pendidikan untuk menghadirkan SDM di industri MICE. Sementara dari sektor wisata, kami mencari peluang kerja sama untuk penyelenggaraan acara,” tutur Andhika.
Dengan rencana tersebut, ia berharap, pengembangan MICE di Jakarta dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi daerah, mendukung industri pariwisata, dan memperluas citra Jakarta sebagai tujuan bisnis serta pariwisata yang menarik.
Karena itu, Disparekraf DKI Jakarta akan menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah, asosiasi MICE, sektor wisata, dan lembaga pendidikan.
Disparekraf DKI juga akan meminta bantuan pihak-pihak terkait untuk memperkuat infrastruktur, meningkatkan kualitas layanan, dan mempromosikan Jakarta sebagai tujuan MICE yang menarik.
“Dengan mengambil langkah strategis tersebut, Jakarta dapat menjadi pusat MICE yang berkualitas di tingkat nasional dan regional serta memperkuat posisinya sebagai salah satu kota tujuan bisnis dan pariwisata utama di Asia Tenggara,” imbuh Andhika.
Pengembangan MICE di Jakarta turut mendapatkan perhatian dari antropolog Universitas Gadjah Mada (UGM) M. Yusuf. Menurutnya, pembangunan MICE akan turut meningkatkan kunjungan wisatawan ke Jakarta, termasuk wisatawan luar negeri, jika direncanakan dengan baik.
“Secara akses, infrastruktur, dan brand image, Jakarta menjadi kota yang ideal untuk mengembangkan MICE. Ditambah lagi, kebijakan pemerintah daerah juga sangat mendukung kegiatan MICE dengan menyelenggarakan sejumlah event,” ujar Yusuf kepada Kompas.com, Selasa (31/10/2023).
Ia menyarankan Pemprov DKI Jakarta agar lebih berani mengadakan event berskala internasional, jika ingin sektor pariwisata lokal ikut terdongkrak. Tentunya, hal ini juga harus didorong dengan perencanaan matang serta promosi yang gencar dengan cakupan yang lebih luas. Tidak hanya nasional, tetapi secara global.
“Jakarta harus mulai merencanakan event-event yang secara konsisten selalu ada setiap tahun, kalau bisa malah terus bertambah. Paling tidak, setiap bulan ada satu event internasional yang diselenggarakan dan tidak sporadis,” ungkap Yusuf.
Sebagai contoh, lanjut Yusuf, pelaksanaan Jakarta Fair yang diadakan setiap tahun harus di-upgrade agar bisa masuk ke dalam radar event internasional. Caranya, dengan mengadakan temu investor global atau business meeting saat Jakarta Fair berlangsung.
Ketika acara berlangsung, diadakan pula pengenalan produk Indonesia kepada para buyers. Agenda ini dapat melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk memperkenalkan produk lokal.
“Tourism for all harus menjadi kunci dalam penyelenggaraan event pariwisata. Tidak hanya untuk kalangan menengah saja dengan pesta rakyat, tetapi juga untuk kalangan menengah ke atas, seperti investor dan buyer. Jika dilakukan, event seperti Jakarta Fair akan lebih keren,” ucap Yusuf.
Ia juga menyarankan Pemprov DKI Jakarta agar dapat membuat travel pattern untuk mengetahui titik yang dikunjungi wisatawan, berapa pengeluarannya di lokasi tersebut, dan berapa lama mereka tinggal.
Dari travel pattern itu, pemerintah dapat melihat titik-titik mana saja yang sering dikunjungi wisatawan. Selanjutnya, tinggal bagaimana destinasi tersebut dikembangkan agar lebih layak, dilengkapi fasilitas, dan disediakan akses jalan yang mudah.
Di sisi lain, Yusuf juga meminta agar pengembangan pariwisata di Jakarta tetap mempertimbangkan budaya Betawi sebagai identitasnya. Oleh karena itu, perlu ada koordinasi dan kerja sama dengan pihak-pihak terkait jika ingin Jakarta menjadi tujuan wisata global, tanpa mengenyampingkan unsur budaya.
“Jakarta dapat mencontoh beberapa kota lain yang sudah menjalankan travel pattern. Selain itu, analisis pasar juga sangat penting dapat mengembangkan pariwisata. Saya rasa, harus melibatkan banyak pihak agar pengembangan dan pemerataan pariwisata di Jakarta bisa terlaksana,” kata Yusuf. (Rindu Pradipta Hestya)