JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta memberikan sanksi administrasi kepada dua perusahaan pergudangan dan penyimpanan (stockpile), PT Trada Trans Indonesia dan PT Trans Bara Energy. Kedua perusahaan ini terbukti belum melengkapi pengelolaan lingkungan yang berpotensi mencemari lingkungan.
Hal itu disampaikan Kepala DLH Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto, dengan Surat Keputusan Nomor-0054 Tahun 2023 dan Nomor e-0073 Tahun 2023. Adapun pengelolaan lingkungan yang luput dari tanggung jawab perusahaan meliputi jaring atau net yang belum terpasang dan tidak mengelola air limpasan dari stockpile batu bara.
"Perusahaan juga tidak memiliki tempat penyimpanan sementara limbah dan bahan berbahaya dan beracun (TPS limbah B3). Selain itu, tim di lapangan juga menemukan adanya endapan batu bara dan ceceran oli di saluran drainase yang menuju kota," kata Asep, seperti dikutip dari Beritajakarta.id, Rabu (30/8/2023).
Dengan bukti pelanggaran tersebut, Asep menegaskan, pihaknya berhak mencabut izin perusahaan, sesuai dengan Pasal 495 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021. DLH DKI bisa mencabut sementara, baik sebagian atau seluruh usaha, izin operasional perusahaan, jika terbukti melakukan pelanggaran terhadap pengelolaan lingkungan.
"Kami akan tindak lanjut semua perusahaan yang tidak mau memperbaiki pengelolaan lingkungan. DLH juga tidak segan untuk mencabut izin (perusahaan)," jelas Asep.
Baca juga: Pemprov DKI Mulai Beri Sanksi Pabrik Penyumbang Udara Kotor di Jakarta, Siapa Berikutnya?
Karena itu, lanjutnya, DLH DKI akan lebih gencar memantau kepada seluruh perusahaan yang berpotensi melanggar, menyebabkan kerusakan, serta mencemarkan lingkungan. Hal ini akan dilakukan di seluruh wilayah Kota Administrasi Jakarta.
Di Jakarta Barat, misalnya, Suku Dinas (Sudin) LH akan memberikan sanksi kepada perusahaan concrete batching plant (CBP) PT Merak Jaya Beton. Kepala Seksi Pengawasan dan Penegakan Hukum Sudin LH Jakarta Barat Gamma Nanda Baskoro menegaskan, perusahaan ini terbukti melanggar izin lingkungan dan tidak memenuhi dokumen lingkungan.
"Berdasarkan hasil sidak, kami menemukan bahwa PT Merak Jaya Beton belum menindaklanjuti pemenuhan komitmen dengan penyusunan dokumen lingkungan. Salah satunya menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL). (Dokumen) ini erat kaitannya dengan upaya pengendalian pencemaran udara," ujar Gamma.
Selain itu, Sudin LH Jakarta Barat juga akan melakukan upaya jangka panjang untuk meminimalkan risiko pencemaran udara di sekitar lokasi pabrik.
Baca juga: Pemkot Jakarta Barat Beri Sanksi ke Pabrik Beton yang Cemari Udara
Gamma menjelaskan, upaya ini dilakukan dengan pemasangan paranet—jaring pengaman yang terbuat dari plastik dengan tingkat kerapatan cukup tinggi—di lokasi sebagai langkah antisipasi pencemaran udara serta penggunaan dust collector untuk menghalau debu.
Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta tengah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah polusi udara di Ibu Kota, dari perluasan area hijau, mengoptimalkan transportasi umum, dan memperketat pengawasan pelaku industri yang berpotensi mencemari lingkungan.
Komunitas atau organisasi lingkungan mengapresiasi pemberian sanksi Pemprov DKI Jakarta kepada perusahaan-perusahaan pelanggar lingkungan. Salah satunya Novita Indri, Energy Campaigner Trend Asia—organisasi masyarakat dalam bidang transformasi energi dan pembangunan berkelanjutan di Asia.
Menurutnya, langkah pemberian sanksi tersebut patut diapresiasi sebagai bukti tindakan tegas pemerintah dalam mengatasi masalah polusi yang disebabkan perusahaan nakal.
"Saya mengapresiasi tindakan DLH (Jakarta) karena berani memberikan sanksi. Namun, tindakan ini masih belum cukup. Perlu ada analisis mendalam tentang perusahaan apa saja yang melakukan pelanggaran, jenis pelanggaran, dan kerugian yang disebabkan," beber Novita kepada Kompas.com, Jumat (1/9/2023).
Selain pemberian sanksi, perlu ada regulasi yang mengatur perusahaan agar lebih peduli terhadap aktivitas operasional. Menurut Novita, hal ini akan mendorong perusahaan serupa untuk berbenah dan lebih peduli terhadap lingkungan.
"Implementasi aturan dengan standar yang tepat sangat diperlukan. Misalnya, dengan memberikan sanksi sesuai jenis limbah yang dihasilkan serta dampaknya kepada lingkungan," urainya.
Baca juga: Soal Penanganan Polusi di Jakarta, Jokowi Tegaskan Sanksi bagi Industri Pelanggar
Sementara itu, Wakil Ketua Umum I Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) Hery Firmansyah berpendapat, pemberian sanksi kepada perusahaan pelanggar hukum merupakan tindakan yang tepat.
Menurutnya, sanksi yang diberikan dapat memunculkan efek jera dan sebagai simbol bahwa pemerintah hadir melindungi dan menjaga hak asasi setiap warga dari hal-hal yang merugikan.
"Jika dalam hal ini perusahaan melakukan tindakan yang merugikan kepentingan orang lain, sudah sepantasnya diberi sanksi," jelas Hery kepada Kompas.com, Jumat (1/9/2023)..
Menurutnya, pemberian sanksi merupakan bagian dari sistem pelanggaran norma yang bertujuan untuk mengembalikan kondisi sebelum terjadi pelanggaran.
“Pemberian sanksi paksaan merupakan bentuk tindakan nyata dari pemerintah dalam menghentikan masalah sesuai dengan kaidah hukum administrasi," tegas Hery.
Baca juga: 11 Perusahaan Kena Sanksi Terkait Polusi Udara, Menperin: Kita Sedang Cek dari Manufaktur atau Bukan
Kendati demikian, ia mengakui, butuh waktu untuk melihat efektivitas pemberian sanksi kepada perusahaan pencemar lingkungan.
Karena itu, Hery meminta agar Pemprov DKI Jakarta membuat roadmap yang jelas untuk mengatasi masalah polusi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. (Rindu Pradipta Hestya)