Purwakarta Lestarikan Permainan Tradisional Egrang

Kompas.com - 23/08/2017, 16:17 WIB

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Akhir pekan lalu, suasana pedesaaan di Kecamatan Wanayasa, Purwakarta tak seperti biasa. Ribuan pelajar, aparatur sipil negara, dan masyarakat umum tumpah ruah dalam Festival Panji Demokrasi Sila ke-4 Pancasila yang diselenggarakan Jumat (19/8/2017) malam.

Hari jadi Kabupaten Purwakarta ke-48 diperingati dengan pawai egrang, permainan tradisional dari bambu.

Tahun lalu, festival digelar di jalan protokol kabupaten. Namun, kali ini digelar di sekitar kaki Gunung Burangrang, Kecamatan Wanayasa. Para peserta pawai egrang berjalan sekitar satu kilometer dari lapangan Desa Babakan menuju alun-alun Wanayasa.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengaku memiliki alasan khusus memilih egrang dalam festival tersebut. Egrang memiliki makna filosofis yang berhubungan langsung dengan asas demokrasi.

“Demokrasi sesungguhnya kan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Egrang, Saya fahami bisa mengajarkan keseimbangan itu. Jika demokrasi sudah seimbang maka negeri ini dapat mencapai kemakmuran. Kegiatan malam hari ini adalah pendidikan menuju ke arah itu,” katanya di sela pawai.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengajak masyarakat Purwakarta melestarikan permainan tradisional egrang dengan menggelar Festival Panji Demokrasi, Jumat (19/8/2017) Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengajak masyarakat Purwakarta melestarikan permainan tradisional egrang dengan menggelar Festival Panji Demokrasi, Jumat (19/8/2017)

Sebagai salah satu jenis permainan tradisional, egrang telah memberi sumbangsih besar bagi Kabupaten Purwakarta. Pada 2012 lalu, Purwakarta menggelar permainan engrang oleh 14.570 pelajar. Permainan masal itu memecahkan rekor (museum rekor Indonesia) MURI sebagai peserta permainan egrang terbanyak sepanjang sejarah.

Atas dasar itu, Dedi Mulyadi menyerukan pelestarian permainan tradisional. Menurut dia, dalam setiap permainan khas orang desa tersebut terdapat nilai pendidikan yang bisa ditanamkan sejak dini kepada anak-anak.

“Sebenarnya, bentuk kemodernan itu ada dalam hal-hal yang bersifat tradisional, dalam permainan tradisional, egrang itu salah satunya. Maka anak-anak harus kembali bermain permainan tradisional karena ada nilai pendidikan yang kuat didalamnya. Akar tradisi mereka harus tetap kokoh,” ujarnya.

Peserta pawai egrang memenuhi jalan di Kecamatan Wanayasa, Purwakarta pada Jumat (19/8/2017) malam. Peserta pawai egrang memenuhi jalan di Kecamatan Wanayasa, Purwakarta pada Jumat (19/8/2017) malam.

Demi tradisi pula, lelaki yang belakangan gemar berpeci hitam tersebut memilih Wanayasa sebagai tempat kegiatan. Wanayasa yang merupakan cikal bakal Purwakarta adalah tempat bersejarah bagi masyarakat kabupaten itu.

Dedi juga sengaja memindahkan lokasi festival ke Kecamatan Wanayasa agar pembangunan merata hingga ke desa.

“Fokus kami selama ini bukan di kota, tetapi di desa. Ini waktunya masyarakat desa menikmati hiburan tidak hanya di perkotaan,” ujarnya.

Pemerintah Purwakarta menggelar Festival Panji Demokrasi berbentuk pawai egrang di Kecamatan Wanayasa, Purwakarta, Jumat (19/8/2017) Pemerintah Purwakarta menggelar Festival Panji Demokrasi berbentuk pawai egrang di Kecamatan Wanayasa, Purwakarta, Jumat (19/8/2017)

Ia meyakini jati diri bangsa Indonesia sesungguhnya terletak di pedesaan. Sebab itu, Pemerintah Kabupaten Purwakarta memprioritaskan masyarakat desa.

“Lihat saja tadi aksi teaterikal saat pembukaan, itu kan produk anak desa. Mereka memiliki kekuatan dan keyakinan untuk berdaya saing dengan masyarakat kota sekalipun,” katanya. (KONTRIBUTOR TASIKMALAYA/ IRWAN NUGRAHA)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com