PURWAKARTA, KOMPAS.com - Pemandangan yang tak biasa dilihat di ruang kelas seluruh SD dan SMP di Kabupaten Purwakarta, Jumat (2/5/2017). Setiap siswa terlihat sibuk dengan pendidikan keagamaan sesuai dengan yang dianutnya.
Sebagian besar pelajar itu beragama Islam. Mereka rupanya sedang mempelajari kitab kuning.
Setiap hari Jumat kondisi di pusat pendidikan formal di Purwakarta memang berubah menjadi tempat kajian kitab suci agama yang diakui oleh negara. Program tersebut merupakan tambahan pelajaran lain bagi pelajar di wilayah ini.
Saat ini para pelajar wajib mengikuti pelajar mengenai pendalaman baca tulis kitab sesuai agama masing-masing di sekolahnya. Ini merupakan bagian dari program Kurikulum Kultur sebagai impelementasi kebijakan pendidikan karakter yang diterapkan di Purwakarta selama ini.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi meninjau langsung ke setiap sekolah untuk mengamati proses penerapan program itu. Salah satu sekolah yang didatanginya adalah SDN Ciwangi di Desa Ciwangi, Kecamatan Bungursari.
Para pelajar muslim kelas IV dan VI terlihat mempelajari kitab kuning Safinatun Najah yang ditulis oleh Syaikh Salim bin Sumair Al Batawi dan Syaikh Nawawi Al Bantanim. Di dalam kitab tersebut ada dua hal yang bisa dipelajari siswa, yaitu ushuluddin atau dasar-dasar ibadah dan ubudiyyah atau tata cara ibadah mahdloh.
Sementara itu, para pelajar nonmuslim juga terlihat sedang belajar baca tulis kitab sesuai agamanya masing-masing di ruangan berbeda. Mereka, dipandu seorang guru agama sesuai ajarannya masing-masing.
"Program pelajaran baca tulis kitab ini sudah berjalan sejak awal tahun lalu, dan beginilah kondisinya," ujar Dedi.
Didukung MUI
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maaruf Amin menyebutkan sosok kepemimpinan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi melalui gagasan dan programnya cocok diperluas ke seluruh daerah di Jawa Barat. Dedi dinilai memiliki faktor pendukung gagasan dan programnya yang nyata dan telah dirasakan masyarakat di wilayahnya itu.
"Saya bilang kalau Pak Dedi layak jadi gubernur. Syarat-syarat dia sudah punya, pengalamannya 10 tahun membangun secara seimbang, budaya dan juga fisik daerah, bisa menyatukan seluruh potensi umat, bersilahturahim dengan ulama, menjaga kemajemukan, membangun tempat dan sarana ibadah. Saya pikir dia layak jadi calon gubernur," jelasnya di Purwakarta.
Maaruf, yang juga Rais Aam PBNU, tersebut manambahkan bahwa sosok Dedi telah berhasil melakukan pembangunan tata kota dan desa secara merata dan seimbang. Hal itulah yang selama ini dia aplikasikan di wilayah Purwakarta. Pola pembangunan secara budaya pun berhasil disambungkan dengan ajaran Islam tanpa adanya benturan.
Selain itu, Dedi dinilai sebagai sosok visioner, progresif dan secara cepat memberikan solusi nyata kepada masyarakat yang kesulitan selama ini. Dalam pelayanan dan bertemu dengan masyarakat pun Dedi dinilai humanis yang bisa melayani masyarakatnya dengan hati.
"Dedi sangat humanis, menyayangi masyarakat dengan hati sehingga masyarakat pun memberikan timbal balik kepadanya. Masyarakat begitu responsif kalau dikunjungi bupatinya," ujarnya.
Penilaiannya itu, tambah Maaruf, setelah dirinya melihat secara langsung keberhasilan kepemimpinan Dedi Mulyadi di Purwakarta selama ini. Di mengetahui, jika selama ini mencari dokter di pedesaan Purwakarta tak akan sulit.
Setiap warga yang membutuhkan pelayanan kesehatan akan langsung dijemput oleh mobil ambulan yang siap selama 24 jam.
"Di Purwakarta pelayanan kesehatan sudah bagus, jalan-jalan sudah mulus, sampai pembangunan air mancur besar ini. DKI saja yang APBD-nya besar belum tentu bisa membangun air mancur seperti di sini," katanya.
Dengan kegigihan dan gagasan melalui konsep budaya Sunda zaman dulu, pembangunan di Kabupaten Purwakarta bisa berhasil meski APBD-nya kecil. Apalagi melalui konsep pengelolaan keuangan keluarga adat Sunda, lanjut Maaruf, Dedi mampu memaksimalkan anggaran yang ada tanpa terhambur-hamburkan kepada hal yang dinilai kurang perlu dilakukan dalam tatanan pemerintahan.
IRWAN NUGRAHA/KONTRIBUTOR PURWAKARTA