PURWAKARTA, KOMPAS.com - Ribuan warga Cirebon terlihat berbaur dengan warga pendatang dari luar daerah di seluruh Indonesia di Komplek Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (15/4/2017) siang.
Lapak pedagang berjajar menjajakan makanan sampai pakaian hingga memenuhi setiap pojok jalan menuju kawasan salah satu pesantren besar di Jawa Barat itu. Keriuhan itu menyambut haul atau mengenang para sesepuh pesantren tersebut.
Tak hanya itu. Bahkan, setiap rumah para pengurus pesantren juga dipenuhi oleh orang dari berbagai daerah yang sengaja datang sejak beberapa sebelumnya.
Sehari sebelumnya. beberapa pejabat tinggi negara, termasuk Presiden RI Joko Widodo, juga hadir di situ. Hadir juga Panglima TNI Gatot Nurmantio dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi untuk bersilaturahim dengan para sesepuh pesantren dan para tokoh Nahdlatul Ulama (NU) setempat.
Pesantren yang memiliki puluhan ribu santri tersebar di seluruh Indonesia itu hampir tiap tahun mengadakan acara haul. Kegiatan ini pun dijadikan salah satu kesempatan para pedagang dadakan untuk menjual barang dagangannya.
Salah seorang anak sesepuh pimpinan Pesantren Buntet, KH Nahdhuddin Royandi Abbas, terlihat hadir di salah satu rumah keluarga besarnya. Selama ini kiai karismatik itu tinggal di London, Inggris, dan telah menjadi warga negara Inggris setelah diminta khusus oleh kerajaan setempat.
"Inggris atau orang barat sangat menyukai Islam di sini, di Indonesia. Islam di Indonesia dikenal toleransinya," jelas kiai sepuh itu saat berbincang dengan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi di rumahnya.
Kiai yang tiap tahun datang dari Inggris ke pesantren keluarga besarnya itu menambahkan bahwa Islam toleran yang bisa menyejukkan harus terus dipupuk dan dijaga masyarakat muslim di negara ini.
Dirinya juga mengisahkan, sejak menimba ilmu di pesantren dan menjadi dosen Ajaran Islam di Inggris, toleransi Islam sangat dipuji dan dikagumi oleh warga nonmuslim di luar negeri. Tak pernah ada muncul permusuhan dengan dalih masalah perbedaan agama.
"Justeru orang barat kagum," ungkapnya.
Seperti kegiatan acara haul di pesantrennya, setiap tamu yang datang selalu disuguhi makanan di tiap rumah-rumah para pengurus pesantren. Layaknya suasana Lebaran, jalinan silaturahmi antara santri dan gurunya terlihat sangat harmonis dan penuh santun.
"Seperti di sini biasa disuguhi makan untuk para tamu darimana saja. Kita perkuat silaturahim," ujarnya.
Toleransi beragama tanpa mengedepankan permusuhan dan kekerasan merupakan salah satu ajaran Islam. Kondisi toleransi Islam selama ini di Indonesia dibuktikan sangat dikagumi oleh orang luar negeri. Baca: Belajarlah pada Purwakarta soal Kerukunan Umat Beragama.
Bahkan, Indonesia dengan mayoritas Islam terbesar di Asia Tenggara dikenal sebagai negara menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dengan berbagai suku, ras, agama.
"Orang luar negeri saja kagum dengan toleransi Islam di Indonesia, masak warga negara Indonesia sendiri tidak," kata Dedi Mulyadi saat bersilaturahim dengan kiai Nahdhuddin.
Konsep menyediakan makanan gratis bagi tamu Pesantren Buntet pun turut diaplikasikan di Pemda Purwakarta. Menurut Dedi, dirinya sengaja mendirikan Warung Sate Maranggi Katresna yang berlokasi di samping rumah dinas bupati.
Warung tersebut sengaja digratiskan untuk warga yang bertamu menemui dirinya. Dengan cara itu, sebagian warga yang kebetulan tak bisa menemuinya karena bentrok dengan jadwalnya masih diterima dengan jamuan makanan sate maranggi gratis.
"Saya juga sama, menerapkan konsep makanan gratis bagi para tamu yang hendak bersilaturahim," ujarnya.
Selain berkunjung ke rumah KH Nahdhuddin Royandi Abbas, Dedi juga sempat bercengkrama di rumah KH Adib Rofiudin, pimpinan pondok pesantren dan pengurus pesantren lainnya KH Anas.
IRWAN NUGRAHA/KONTRIBUTOR PURWAKARTA