PURWAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah Kabupaten Purwakarta terus mendapat penghargaan atas upayanya menjaga kerukunan antar-umat beragama di daerah tersebut. Kali ini, penghargaan berasal dari Kementerian Agama, yaitu Harmoni Award 2016.
"(Penghargaan) ini apresiasi kami kepada daerah yang memberikan kontribusi membangun keindonesiaan, sesuai dengan visi Kementerian Agama, agar terlahir kerukunan antar-umat beragama di Indonesia," ungkap Menteri Agama Lukman Hakin Saifudin, di Jakarta, Minggu (26/2/2017).
Lukman menyebutkan, ada 10 daerah menerima Harmoni Award 2016, yaitu tiga provinsi dan tujuh kabupaten kota. Tiga provinsi penerima penghargaan itu adalah Kalimantan Tengah, Papua, dan Kepulauan Riau.
Selain Kabupaten Purwakarta, kabupaten kota lain yang juga menerima penghargaan ini adalah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Alor, Kota Jayapura, Kota Tomohon, dan Kota Sungai Penuh.
“Sepuluh daerah tersebut mendapat skor tertinggi dari tiga aspek yang dinilai Kementerian Agama,” papar Lukman.
Aspek pertama, sebut Lukman, dukungan pemerintah daerah terhadap pelayanan untuk seluruh agama. Kedua, hasil kerja program pemerintah daerah yang berkaitan dengan pelayanan terhadap seluruh penganut agama.
Terakhir, upaya untuk menjaga kerukunan antar-umat beragama di masing-masing daerah.
“Seluruh aspek ini telah melalui tahapan penilaian yang dilakukan Kantor Kementerian Agama di masing-masing wilayah,” terangnya.
"Secara khusus saya sampaikan agar ini menjadi contoh bagi daerah lain dalam rangka membangun kerukunan dan toleransi di daerah masing-masing," ujar dia.
Sementara itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi berbagi pengalamannya saat menggulirkan beberapa program yang mengandung muatan toleransi tersebut. Pemimpin daerah, kata dia, harus siap untuk tidak populer karena berhadapan dengan gerakan-gerakan intoleransi di wilayahnya masing-masing.
"Salah satu kewajiban penyelenggara negara itu menciptakan suasana rukun dan toleransi. Meskipun dia dihujat, dimarahi, itu risiko dalam menjalankan kewajiban. Intinya, harus siap tidak populer," tutur Dedi.
Menurut Dedi, kerangka pandang berbeda dalam agama pasti selalu ada dan perbedaan itu harus diterima.
“Agama bukan hanya aspek ritual formal. Namun, agama juga membangun bingkai keadilan bagi masyarakat. (Karenanya harus) dtitiktekankan pada dua hal, (yaitu) agama harus membangun rasa keadilan (dan) agama menjadi spirit pengetahuan,” tegas dia.
(RENI SUSANTI)