PURWAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah Kabupaten Purwakarta membuat terobosan baru dalam program pendidikan karakter di tingkat SD-SMA. Pemerintah daerah tersebut memasukkan kurikulum kajian kitab kuning untuk Islam, dan kitab yang diakui agama masing-masing untuk non-muslim.
Program tersebut diluncurkan Kamis (23/2/2017) lalu. Setiap hari guru kitab yang sengaja direkrut Pemkab Purwakarta akan keliling mengajar di kelas. Setiap kelas akan mendapatkan pengajaran kitab minimal dua jam setiap pekannya.
"Nanti, bisa guru yang keliling kelas atau dikumpulkan di satu tempat dan belajar kitab kuning bersama-sama seperti pengajian di masjid-masjid," ujar Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.
Program tersebut merupakan tambahan dari kegiatan yang sudah ada. Untuk meningkatkan keimanan anak didik, Purwakarta mengharuskan siswanya shalat Dhuha bersama di luar sholat wajib. Begitu juga dengan siswa nonmuslim, Pemkab Purwakarta mendirikan ruang ibadah untuk masing-masing agama.
"Dengan cara itu siswa dengan agama apapun wajib mengikuti pelajaran agamanya dan kitabnya masing-masing di ruang yang sudah disediakan. Siswa juga tidak perlu mendengarkan mata pelajaran di luar agamanya," ujarnya.
Kitab Kuning
Program ini mendapat pujian dari berbagai kalangan, di antaranya dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin. Dia mengatakan program tersebut baru ada di Indonesia dan harus disebarluaskan ke seluruh penjuru Indonesia.
"Gagasan baru ini harus dicatat dengan tinta emas,” tutur Ma'ruf.
Dulu, sambung Ma’ruf, kitab kuning merupakan domain pesantren. Hingga muncul kemudian proses intelektualisasi di pesantren sehingga pelajaran umum juga masuk ke dalamnya, mulai bahasa Inggris, matematika, ekonomi, hingga informasi teknologi dan jurnalistik.
"Nanti, ke sananya tidak ada Islam fundamentalis, Islam yang sekuler. Muslim itu harus punya komitmen keindonesiaan. Orang Indonesia yang muslim harus punya komitmen keislaman," terangnya.
Apalagi, lanjut Ma'ruf, kitab kuning bukan sembarang kitab. Ada tiga cara berpikir kitab kuning, yakni moderat, dinamis, dan metodologis. Kitab ini lahir dari proses yang panjang.
"Syariat itu ada yang nash ada yang ijtihad para ulama. Bagaimana berbagai kejadian dihimpun, diteliti, yang dirumuskan para ulama lalu ditulis dalam kitab yang bisa dipertanggungjawabkan," terangnya.
Karena itu, menurut Ma'ruf, kitab kuning memuat segala hal, mulai akidah, mualamah, pertanian, biologi, kesehatan, dan lainnya. Bahkan, Imam Ghazali menyebutkan, bahwa pertumbuhan ekonomi melahirkan pertanian. Lalu dibutuhkanlah kendaraan hingga lahirlah industri keamanan. Begitupun manusia butuh rasa aman, hingga lahirlah keamanan.
Saat itu, berdasarkan pemikiran Imam Ghazali, perlu adanya negara yang menjamin keamanan dan keberlangsungan hidup masyarakat. Teori pertama tentang negara pun lahir dari Imam Ghazali dengan konsep "saling membutuhkan".
"Teori ini kemudian dikembangkan oleh Hobbes, seorang ahli negara. Jadi sebelum Hobbes mengeluarkan teorinya, 1.000 tahun sebelum Hobbes, Imam Ghazali sudah mengatakannya,” tutur Ma'ruf.
Untuk itu, dia menilai tepat jika Dedi Mulyadi memberikan pengajaran kitab kuning kepada para calon intelektual Indonesia di masa depan dan membangun peradaban di masa depan.
"Kalian harus bersyukur, kalian harus bangga mendapatkan pengajaran kitab kuning. Kalian harapan kami di masa depan," tutur Ma’ruf Amin ketika mengajar kitab kuning di SDN 1 Nagri Kaler Purwakarta.
RENI SUSANTI/KONTRIBUTOR PURWAKARTA