PURWAKARTA, KOMPAS.com - Ma’i (70) duduk di teras rumahnya, ketika sang istri, Kasih (80) menghampiri. Tak banyak kata diucapkan Kasih. Ia hanya menuntun suaminya yang buta itu dan kemudian berjalan beriringan.
Pasangan suami-isteri warga Kampung Munjul RT 17/09, Kelurahan Munjul Jaya, Kecamatan Purwakarta, itu selalu hidup bersama dalam keterbatasan ekonomi. Ma’i sendiri berprofesi sebagai tukang pijit dengan penghasilan tidak menentu.
"Tidak keliling. Kalau ada yang ingin dipijit saja datang ke sini. Sekali mijit bisa dapat Rp50 ribu atau Rp20 ribu," ujar Ma’i di rumahnya, awal Februari lalu.
Dalam sebulan Ma'i mengaku tidak bisa memastikan jumlah orang yang datang ke rumahnya untuk dipijit. Apalagi usianya terus bertambah, membuat pelanggan jasanya makin berkurang.
Begitu juga dengan sang isteri. Usia yang terus menua membuat tenaganya berkurang. Hingga ia pun tak sanggup lagi bekerja di sawah dan hanya menjadi ibu rumah tangga.
"Alhamdulillah, kalau untuk makan selalu ada," ucap pasangan yang tidak dikarunia anak tersebut.
Meski hidup dalam garis kemiskinan, keduanya mengaku bahagia. Dalam 27 tahun pernikahannya mereka selalu saling menyayangi dan mengekspresikan lewat tindakan, di antaranya dengan saling menjaga.
"Kunci kebahagiaan kami adalah mensyukuri nikmat yang Allah SWT berikan," ucap Kasih.
Kasih mengatakan, merayakan kasih sayang harus setiap hari, tidak terbatas pada Valentine Day atau hari-hari khusus. Bentuk kasih sayang ia perlihatkan melalui pengabdiannya kepada suami.
"Cinta pokoknya mah, sareng nampi saayana kaayaan caroge, jodo mah kan teu aya nu apal. (Cinta pokoknya itu menerima keadaan suami apa adanya, karena jodoh tidak ada yang mengetahui)," ujar Kasih.
Bagi Kasih, cinta ditunjukkan ketika bisa menerima pasangan apa adanya. Seperti dirinya, menerima keadaan suaminya yang tidak bisa melihat sejak lahir. Begitu pula dengan Ma'i, yang mau menerima Kasih meskipun usianya terpaut jauh, yakni 10 tahun.
Kisah cinta Kasih dan Ma'i ini terdengar ke telinga Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Ia mendatangi mereka di Hari Kasih Sayang dengan memberikan dua bingkisan serta uang Rp10 juta untuk memperbaiki rumahnya.
"Kisah mereka sangat inspiratif, patut dicontoh generasi muda. Kisah mereka memperlihatkan kasih sayang tidak harus menunggu Valentine Day, tapi setiap hari, setiap jam, setiap saat," ujar Dedi.
Dedi melihat ekspresi kasih sayang mereka sangat nyata karena diaplikasikan dalam perbuatan. Kasih sayang mereka bukan lagi lewat kata-kata.
"Kita patut mencontoh Mak Kasih dan Abah Ma’i ini," tutupnya.
RENI SUSANTI/KONTRIBUTOR PURWAKARTA