KOMPAS.com – Cikao Bandung memiliki sejarah unik. Namanya diambil dari gabungan kata ‘Cina’dan ‘Makao’.
Para pelayar yang mengarungi Sungai Citarum selalu mengira, mereka sampai di Bandung ketika berhasil mencapai daerah itu. Maka, jadilah daerah tersebut dinamakan Cikao Bandung, yang berasal dari tiga kata, yakni Cina, Makao, dan Bandung.
Setidaknya, itulah yang diingat Odik (64) tentang asal muasal nama tempat tinggalnya, Cikao Bandung. Odik merupakan perajin perahu di kampung tersebut.
Saat banjir tiba, Odik menjadi salah satu orang paling cari. Maklum saja, setiap tahun kampungnya yang lebih rendah dari Citarum selalu langganan banjir dengan ketinggian 100 cm.
Tiap kali air Citarum meluap, Cikao Bandung pun merasakan limpahan air sungai terpanjang di Jawa Barat itu. Saat hujan surut, pekerjaan rumahnya menumpuk. Salah satunya membersihkan lumpur dengan pengki dan sapu lidi.
Kedua tangannya yang sudah renta itu seolah tak kenal lelah mengerjakan pekerjaan tahunannya itu. Dia bahkan menganggap banjir tahunan yang selalu singgah di rumahnya sebagai teman setia, yang datang setahun sekali untuk berkunjung.
"Banjir ini kami anggap sebagai teman, bukan sebagai bencana yang menyusahkan," ujar Odik mengenang masa lalunya, Senin (5/12/2016).
Namun, sejak 2002 "teman" yang kerap datang setahun sekali itu tak kunjung tiba. Kehilangan teman berupa banjir bukan hal menyedihkan bagi warga, melainkan hal yang sangat menggembirakan.
Hal itu karena solusi yang berhasil diperoleh pemerintah setempat untuk membuat tanggul penahan banjir melalui APBN pada 2011 sampai 2013. Dana APBN sebesar Rp150 miliar digunakan untuk pembangunan tanggul dan normalisasi bantaran Sungai Citarum di wilayah tersebut.
"Dulu kami bersama Kang Dedi Mulyadi saat masih menjadi anggota DPRD bolak-balik Jakarta-Purwakarta, DPR RI, ke Kementerian Pekerjaan Umum. Lalu, sempat juga bolak-balik ke Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum. Tanggulnya pada 2011 mulai dibangun," kata mantan Kepala Desa Cikao Bandung, Saeful Rahmat.
Bahkan, Aki Odik yang sejak kecil rutin membersihkan lumpur bekas banjir itu pun tak perlu lagi mengungsi. Dia kini bisa tenang menjalani pekerjaannya sebagai pembuat perahu tanpa harus khawatir terkena banjir tahunan.
Aki Odik kini mengucapkan selamat tinggal pada teman tahunannya tersebut. Selamat tinggal banjir...
RENI SUSANTI/KONTRIBUTOR PURWAKARTA