Salam NKRI, Satu Hati untuk Indonesia!

Kompas.com - 01/12/2016, 16:28 WIB

PURWAKARTA, KOMPAS.com – Apel siaga 'Nusantara Bersama, Satu hati untuk Indonesia' di Purwakarta, Kamis (1/12/2016), diikuti sekitar 30.000 orang. Peserta terdiri dari pelajar, mahasiswa, guru, Pemda, TNI, Polri, petani, hingga warga.

Pelaksanaan apel itu dilaksanakan berbeda dengan apel serupa di Indonesia. Sejak pukul 06.00 WIB pagi tadi, puluhan ribu warga berkumpul di Universitas Pendidikan Indonesia, Jalan Jenderal Soedirman, Purwakarta.

Mereka rata-rata mengenakan pakaian hitam dan putih khas sunda dengan ikat kepala berwarna merah putih. Sekitar pukul 07.30 WIB, pawai dimulai dipimpin Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.

Peserta pawai yang didominasi pelajar membawa berbagai spanduk, bertuliskan " NKRI Harga Mati!!! Satu Hati untuk Indonesia", "Seluruh Petani Purwakarta, Indonesia Ku, Indonesia Mu, Indonesia Kita Bersama."

Mereka berjalan sejauh 3 KM menuju garis finish di Taman Pasanggrahan Padjadjaran, Purwakarta. Di sana ditampilkan beberapa kesenian, orasi, dan lagu-lagu kepahlawanan.

"Maafkan ibu pertiwi, hari ini kami mengeruk perut bumi. Maafkan ibu pertiwi kalau sampai hari ini, negerimu belum dihormati bangsa lain," tutur Dedi diiringi lagu Ibu Pertiwi.

Dedi mengatakan, bangsa Indonesia jangan tercerai berai, terbelah-belah. Masyarakat Indonesia harus menjaga NKRI.

"Banyak hal besar yang harus dibangun untuk negeri ini," tuturnya.

Kehidupan zaman sekarang, sambung Dedi, lebih berat dibanding dulu.

"Dulu musuh kita jelas siapa. Sekarang tidak jelas, bisa jadi teman kita merupakan musuh kita," ujarnya.

Selain Bupati, sejumlah anggota Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) berorasi. Intinya, NKRI tidak bisa ditawar-tawar lagi. NKRI harga mati.

RENI SUSANTI/KOMPAS.com Apel siaga 'Nusantara Bersama, Satu hati untuk Indonesia' di Purwakarta, Kamis (1/12/2016), diikuti sekitar 30.000 orang. Peserta terdiri dari pelajar, mahasiswa, guru, Pemda, TNI, Polri, petani, hingga warga.
Menjaga NKRI

Tak hanya para pejabat yang menyampaikan keinginan, harapan, dan tekadnya terhadap NKRI. Para peserta pawai pun menyimpan asa yang sama untuk menjaga keutuhan NKRI.

Melasari, siswi SMKN 3 Purwakarta, mengatakan untuk menjaga keutuhan NKRI seluruh rakyat Indonesia harus bersama-sama menjaga budaya bangsa, perdamaian, toleransi, serrta tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain.

"Karena semua satu, Indonesia," ujar Melasari.

Namun, dalam menjaga NKRI, diperlukan beberapa perbaikan. Dia menitikberatkan pada persoalan hukum di Indonesia yang tidak adil.

"Pejabat yang terjerat kasus mendapat pelayanan VIP sehingga mereka tidak pernah jera," ujarnya.

Eman (45) petani Purwakarta berharap Indonesia semakin makmur dan sejahtera.

"Jangan sampai ada perpecahan. Sekarang sudah damai dan cukup makmur," imbuhnya.

Hal serupa disampaikan guru SMP Satap 2 Cilingga, Adi Gunawan. Sebagai seorang guru, ia harus memberikan contoh bagi murid-muridnya, seperti soal toleransi.

"Guru harus memberikan motivasi bagaimana siswa mencintai negerinya sendiri," terangnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Purwakarta Purwanto mengungkapkan, Indonesia memiliki 168 ribu suku, 671 bahasa, 17.500 pulau. Perbedaan itu dipersatukan oleh Pancasila.

"Negara kita negara ajaib, dengan berbagai perbedaan kita bisa menyatu menjadi NKRI," tuturnya.

Itulah yang harus diajarkan kepada siswa-siswi di sekolah. Anak harus ditanamkan visi tentang NKRI, jika tidak, dipicu sedikit soal isu sara akan meledak.

RENI SUSANTI/KONTRIBUTOR PURWAKARTA

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com