KOMPAS.com – Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo mengatakan, sistem resi gudang Grobogan telah menjadi teladan nasional.
“Dengan pengelolaan yang baik, manfaat program tersebut telah dirasakan oleh para petani," ucapnya, dalam keterangan tertulis diterima Kompas.com, Selasa (20/4/2021).
Ganjar mengaku, sistem resi gudang bermanfaat luar biasa bagi petani. Pasalnya, petani pada umumnya menjual gabah basah dengan kadar air tinggi.
Akibatnya, gabah basah tersebut akan dilabeli stempel beras jelek, dan akhirnya tidak dapat terserap.
“Nah, di gudang ini, gabah diterima dengan standar tentunya. Kemudian, dijemur lagi dan harganya bisa terangkat tinggi," ujarnya saat meninjau lokasi gudang di Grobogan.
Baca juga: Dedi Mulyadi Minta Pemerintah Beli Gabah Petani 10 Persen di Atas HPP
Selain itu, lanjut Ganjar, bila harga di pasar belum menentu terlebih anjlok, sistem resi gudang dapat melindungi petani.
Ia menjelaskan, hasil pertanian yang disimpan di gudang akan mendapat resi. Dari resi itu, petani dapat membuat jaminan ke Bank Jateng.
"Jadi sambil menunggu harga stabil, mereka tetap bisa punya modal tanam kembali. Ya, seperti menggadaikan gabah ke resi gudang ini. Dengan pengelolaan baik, maka hasil pertanian bisa tinggi," jelasnya.
Dari mekanisme sistem resi gudang itu, sambung Ganjar, pengelola akan membantu memperjual-belikan gabah yang telah digiling dengan harga maksimal.
Nantinya, hasil penjualan gabah tersebut akan dibagi dengan kapasitas perbandingan 60:40.
Baca juga: Jokowi Sebut Tak Akan Impor Beras hingga Juni, Harga Gabah Petani Bakal Naik?
"Dari pengalaman petani tadi, saya tanya sudah empat kali menaruh gabahnya di sini dan dia selalu untung. Biasanya, menyimpan 11 ton, bisa untung sampai Rp 10 juta. Hal ini menarik dan saya berharap program ini diterapkan di daerah lain di Jawa Tengah," imbuh Ganjar.
Respons positif para petani Grobogan
Sebelumnya, sejumlah petani Grobogan telah menyampaikan respons positif mereka terkait adanya sistem resi gudang kepada Gubernur Ganjar.
Hal tersebut, diungkapkan oleh salah satu petani Grobogan, yakni Nur Sholikhin (45).
Sebelum adanya sistem resi gudang, Sholikhin mengaku selalu menjual hasil panen ke pasaran. Meskipun harga jatuh, ia terpaksa menjual untuk modal bertanam selanjutnya.
Baca juga: BUMN Ini Siap Serap 300.000 Ton Gabah Petani dengan Harga di Atas HPP
"Sekarang tidak susah lagi. Meskipun saat panen harga anjlok, saya tidak langsung menjual. Gabah bisa saya simpan dulu di gudang yang menerapkan sistem resi gudang. Nanti, kalau harga sudah stabil, baru saya jual," katanya.
Terlebih, lanjut Sholikhin, sambil menunggu harga stabil, gabah yang disimpan dengan mekanisme resi gudang itu bisa dijaminkan ke Bank Jateng. Dengan jaminan itu, ia tak repot saat musim tanam tiba.
"Sudah empat kali saya jaminkan resi gudang saya. Dapatnya lumayan, maksimal Rp 75 juta dan bisa digunakan tanam lagi. Nanti, setelah harga stabil, baru gabah dijual. Saya pernah untung Rp 10 juta dengan program ini," ucapnya.
Hal senada disampaikan petani lainnya, Nur Rodi (60). Ia menerangkan, sistem resi gudang sama seperti pegadaian, yakni petani menjaminkan gabahnya ke bank untuk mendapatkan modal.
Baca juga: Dukung Bulog Serap Gabah Petani, Ganjar Usulkan Pemerintah Bentuk Kebijakan Baru
Sementara itu, untuk jaminannya adalah resi gudang yang diterbitkan.
"Keuntungannya, kami jual tunda kalau harga murah. Dengan menunda penjualan, kami tetap dapat modal tanam dengan resi gudang yang ada. Nanti setelah harga stabil, baru dijual dan kami tetap tidak merugi," ucapnya.
Lebih lanjut, Nur mengatakan, sudah ada 800 petani di gabungan kelompok tani (Gapoktan) miliknya yang mengikuti program resi gudang.
Ia mengaku, saat ini sudah ada 100 ton gabah kering yang mereka simpan di gudang sistem resi gudang Grobogan tersebut.
Baca juga: Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bawang Merah, Sistem Resi Gudang Dioptimalkan
"Jadi bisa meminimalisir kerugian, karena kami tidak buru-buru menjual. Sistem ini memang menguntungkan," imbuh Nur.