JAKARTA, KOMPAS.COM – Penjabat (Pj.) DKI) Jakarta Heru Budi Hartono berkomitmen untuk menyelesaikan masalah kota, termasuk penanganan banjir. Upaya ini dilakukan dengan pembangunan atau revitalisasi sungai, danau, embung, dan waduk (SDEW) secara bertahap sepanjang 2024.
Heru menyampaikan hal itu dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kamis (8/8/2024). Dalam kesempatan itu, Heru menyampaikan komitmennya mengatasi banjir, sesuai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APDB) Tahun Anggaran 2024.
“Eksekutif berkomitmen untuk menangani banjir sesuai dengan kebijakan yang telah disusun dalam Raperda 2023-2026. Selain SDEW, kami juga akan melaksanakan program pemeliharaan prasarana dan sarana pengendali banjir serta pengembangan sistem pemantauan banjir,” kata Heru, seperti dikutip dari Beritajakarta.com.
Menurutnya, penanganan banjir akan dilakukan melalui koordinasi intensif dengan pemerintah pusat dan sinkronisasi program. Selain itu, penanggulangan banjir juga dilakukan dengan menambah daya tampung air dan tangkapan limpasan air sungai.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Buka 4.413 Formasi di CPNS 2024, Ini Syaratnya
Terkait pembangunan waduk, Pelaksana tugas (Plt.) Dinas Sumber Daya Air (DSDA) Provinsi DKI Jakarta Ika Agustin Ningrum menyatakan, upaya ini sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045.
Saat ini, DSDA Provinsi DKI Jakarta tengah mengerjakan pembangunan Waduk Rawa Malang di Jakarta Utara. Kini, pembangunannya telah mencapai lebih 77 persen. Waduk ini akan selesai pada 2024 sebagai salah satu upaya penanganan banjir di Jakarta.
“Pembangunan Waduk Rawa Malang dibagi menjadi dua sisi, yaitu Waduk Sisi Timur dan Waduk Sisi Barat. Waduk ini akan mempercepat surut genangan air yang terjadi di Kawasan Rawa Malang, Jalan Raya Lenteng Agung, Jalan Raya Nangka, Tanjung Barat, hingga Jalan Arteri Pondok Indah di Jakarta Selatan,” ujar Ika.
Selain Waduk Rawa Malang, DSDA Jakarta juga melanjutkan pembangunan enam waduk atau embung lain, yaitu Waduk Marunda, Waduk Dukuh 2, Waduk Munjul, Waduk Cilangkap, Embung Kaja, serta Embung Pekayon.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Lakukan Evaluasi PPDB 2024, Ini Hasilnya
“Lokasi waduk tersebar di beberapa titik lokasi, seperti di Jakarta Utara (Cilincing), Jakarta Selatan (Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Srengseng Sawah, dan Jagakarsa), dan Jakarta Timur (Munjul, Cipayung, Pekayon, Pasar Rebo, Dua Wetan dan Ciracas),” tutur Ika.
DSDA Jakarta melakukan pula perawatan waduk, agar dapat menampung air lebih maksimal. Misalnya, dengan mengeruk sedimen untuk mencegah pendangkalan dasar waduk. Hal ini dilakukan agar kapasitas waduk tetap optimal saat musim hujan.
“Selain itu, DSDA Jakarta juga memasang sheet pile atau tanggul di sisi sungai. Pemasangan tanggul bertujuan untuk menanggulangi tanah longsor di sekitar sungai, seperti di Kali Pesanggrahan, Jakarta Barat, dan Kali Sunter segmen Pompa Pulomas, Jakarta Utara,” papar Ika.
Di samping membangun waduk, DSDA Jakarta pun membangun polder atau pompa di lima lokasi. Lokasinya berada di Sunter C, Polder Gaya Motor, Polder/Pompa Kali Sepatan, Polder/Pompa Ikatan Koperasi Pegawai Negeri (IKPN), dan Polder/Pompa RW 13 (Greenville). Sementara itu, revitalisasi dilakukan di dua lokasi pompa, yaitu Pompa Stasioner Jalan Tanjung Duren Raya hingga Jalan Letjen S. Parman, Jakarta Barat, serta Pompa Stasioner Taman BMW, Jakarta Utara.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Gandeng 12 Gerai Samsat untuk Beri Kemudahan Pembayaran Pajak Daerah
“Optimalisasi operasional sarana dan prasarana pengendali banjir juga terus dilakukan, seperti penyiagaan rumah pompa, pintu air, alat berat, serta pemeliharaan agar dapat bekerja secara maksimal saat kondisi pra maupun saat penanganan banjir. Penyiagaan Satuan Tugas (Satgas) di lapangan juga dilakukan sebagai langkah mitigasi banjir,” beber Ika.
Berdasarkan data DSDA Jakarta, terdapat 580 unit pompa stasioner yang tersebar di 202 lokasi dan 557 unit pompa mobile yang tersebar di lima wilayah administrasi Jakarta.
Pompa mobile digunakan untuk menjangkau lokasi banjir atau genangan yang tidak bisa dijangkau pompa stasioner.
Kemudian, terdapat 845 unit pintu air di 589 lokasi, 254 unit alat berat, 460 unit dump truck, serta 4.013 personil Petugas Pengendali Banjir dan Pengelolaan Pantai.
Pengamat manajemen air dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Maryono mengapresiasi pembangunan waduk serta revitalisasi sarana dan prasarana banjir yang dilakukan DSDA Jakarta.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Akan Cabut KJP Siswa yang Kedapatan Merokok
Menurutnya, pembangunan waduk merupakan salah satu langkah tepat dalam menanggulangi banjir di Jakarta, asal dibangun secara komprehensif.
“Fungsi waduk memang untuk mengatur air permukaan yang mengalir ke hilir dengan cara disimpan terlebih dulu, untuk kemudian dialirkan kembali sesuai dengan kebutuhan, seperti untuk irigasi, perikanan, serta mengisi air tanah. Kalau untuk menahan banjir, tentu harus dibuat dengan ukuran yang sesuai agar daya tampungnya cukup,” ungkap Agus kepada Kompas.com, Senin (26/8/2024).
Namun, Ia mengingatkan, pembangunan waduk mempertimbangkan pula dampak lingkungan dan sosial yang tidak boleh dikesampingkan. Pembangunan waduk tidak boleh mengganggu ekosistem di sekitarnya serta merugikan masyarakat.
“Oleh karena itu, perlu ada perhitungan yang menyeluruh. Pembangunan waduk tidak hanya soal air, tetapi proyek interdisipliner. Artinya, banyak yang perlu dipertimbangkan, mulai dari sisi sosial, ekologi, dan lainnya,” jelas Agus.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Keluarkan Kebijakan Pembebasan Pokok PBB-P2, Begini Kriteria Penerimanya
Selain itu, ia mendorong pula keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan waduk. Ia mengimbau agar pembangunan waduk tidak memotong jalur sungai atau lahan pertanian warga. Jika demikian, warga yang terkena dampaknya harus diberikan kompensasi.
“Jangan sampai masyarakat tidak tahu-menahu tentang pembangunan waduk. Mereka jadi tidak siap, misalnya, bagaimana mata pencaharian mereka nanti, atau di mana mereka akan tinggal. Pemerintah harus transparan dalam menginformasikan dampak positif dan negatif dari pembangunan waduk,” terang Agus.
Penting juga, lanjutnya, untuk meninjau semua jaringan dan drainase yang terintegrasi dengan waduk, baik di hulu maupun hilir. Selain itu, sebagai tempat penampungan air, waduk juga harus bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
“Dengan ada waduk-waduk di Jakarta, seharusnya pemerintah tidak takut dengan banjir. Air hujan itu berkah. Makanya, perlu ada pengelolaan berkelanjutan air di waduk yang dapat dijadikan sumber air bersih bagi masyarakat Jakarta. Air hujan bisa jadi cadangan air, sehingga Jakarta tidak perlu bergantung dengan daerah lain,” tegas Agus.
Baca juga: Bantu Turunkan Stunting di Jakarta, PAM Jaya Raih Penghargaan Mitra Terbaik Pemprov DKI Jakarta
Ia pun menyarankan agar tata kota Jakarta sebagai Kota Global mempertimbangkan aspek sumber air. Caranya, bisa membuat lebih banyak waduk baru atau mengelola waduk alami yang sudah ada supaya bisa dimaksimalkan fungsinya.
“Dalam pembangunan Jakarta masa depan, pemerintah jangan hanya fokus pada ‘beton-beton’ saja, tapi padukan pengelolaan ruang terbuka dan pengelolaan air. Konsepnya adalah kota taman, ketika ekologinya berkembang dengan baik dan memberikan manfaat bagi penduduknya,” pungkas Agus. (Rindu Pradipta Hestya)