JAKARTA, KOMPAS.com – Penjabat (Pj.) Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono berkomitmen mengupayakan layanan kesehatan yang ramah bagi penyandang disabilitas.
Hal itu dilakukan untuk mewujudkan layanan kesehatan nondiskriminatif dengan memperhatikan kebutuhan khusus yang harus difasilitasi.
Heru menjelaskan, hal tersebut merupakan implementasi dari Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyediaan Aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Aturan tersebut diwujudkan melalui kesiapan aspek aksesibilitas fisik, nonfisik, dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan.
Baca juga: Heru Budi Diusulkan Demokrat Jakarta Jadi Cagub, AHY: Boleh Saja
“ Pemprov DKI Jakarta telah menyediakan layanan prioritas bagi pasien penyandang disabilitas di 44 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan 31 rumah sakit umum daerah (RSUD) atau rumah sakit khusus daerah (RSKD), seperti loket prioritas yang diperuntukkan bagi penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya,” kata Heru dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Rabu (24/7/2024).
Menindaklanjuti instruksi tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta Ani Ruspitawati telah melakukan pembinaan dan monitoring terhadap rumah sakit daerah, untuk memastikan kesesuaian dengan peraturan yang berlaku.
Termasuk Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyediaan Aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Rumah sakit daerah telah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi standar aksesibilitas, Meski demikian, masih terdapat beberapa rumah sakit daerah yang belum sepenuhnya memenuhi standar aksesibilitas. Untuk itu, Dinkes Jakarta akan terus melakukan pembinaan agar kebutuhan penyandang disabilitas bisa terpenuhi,” kata Ani.
Baca juga: Wacana Sekolah Swasta Gratis, Heru Budi Petakan Sekolah yang Bisa Kerja Sama dengan Pemprov
Terkait pelatihan, Dinkes Jakarta telah menyelenggarakan Workshop Rancangan Aksi Daerah (RAD) bagi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Dinas Kesehatan pada 2023.
Ani menjelaskan, workshop ini menargetkan jajaran Dinkes Jakarta yang memberikan pelayanan langsung kepada penyandang disabilitas.
“Tahun ini, kami bersama Pusat Pelatihan Kesehatan Daerah (Puslatkesda) menyelenggarakan Workshop Pelayanan Terpadu bagi Penyandang Disabilitas di Fasilitas Pelayanan Keseh, dengan menyasar sebanyak 30 orang pemberi layanan di setiap angkatan sebanyak tiga angkatan,” ujar Ani.
Jika mengacu RAD Disabilitas dan Kegiatan Strategis Daerah (KSD) Pemprov DKI Jakarta, Dinkes Provinsi DKI Jakarta juga telah menetapkan target yang ingin dicapai.
Baca juga: Heru Budi Setuju Angkat 4.000 Guru Honorer Jadi Kontrak Kerja Individu Tahun Ini
“Kami juga menargetkan seratus persen warga suspek penyandang disabilitas yang memperoleh pemeriksaan kesehatan diagnosis disabilitas di fasilitas kesehatan milik pemerintah (Jakarta), seperti di 76 unit fasilitas kesehatan (faskes) dan 14 RSD yang telah memenuhi standar bagi penyandang disabilitas,” tutur Ani.
Selain itu, Dinkes Provinsi di DKI Jakarta juga mendorong kesiapan 33 puskesmas atau puskesmas pembantu, agar bisa memenuhi standar aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.
Dinkes Jakarta juga mendukung 100 persen ketersediaan media informasi kesehatan dalam bentuk audio dan visual, dalam standar yang inklusif di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
“Dinkes Jakarta juga mendorong satu advokasi perluasan atau optimalisasi manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi penyandang disabilitas. Selain itu, juga mendorong kegiatan kegiatan promosi kesehatan dengan melibatkan organisasi dan asosiasi penyandang disabilitas secara aktif,” ungkap Ani.
Baca juga: Temuan BPK Bansos Pemprov Tak Sesuai Kriteria, Heru Budi: Sudah Kami Sinkronkan
Beberapa rumah sakit di Jakarta telah memberikan berbagai aksesibilitas fisik untuk memudahkan layanan yang ramah disabilitas, mulai dari jalur pejalan kaki/pedestrian, jalur pemandu, selasar, jalur ramp, pintu, koridor, tangga, lift, toilet, rambu dan marka/signage, dan parkir khusus disabilitas.
Sementara itu, untuk fasilitas nonfisik, rumah sakit telah menyediakan pelayanan informasi dan pelayanan khusus bagi penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas memiliki kebutuhan kesehatan yang unik dan kompleks. Sayangnya, akses layanan kesehatan masih memiliki bata, sehingga penyandang disabilitas kesulitan untuk menerima hak yang sama.
Melihat fenomena ini, Ketua Komisi Nasional Disabilitas (KND) Dante Rigmalia pun meminta agar ada penyegeraan layanan kesehatan yang inklusif. Sebab, sama halnya dengan masyarakat yang tidak memiliki keterbatasan, penyandang disabilitas juga memerlukan layanan kesehatan sebagai hak mendasar mereka.
Baca juga: Heru Budi Sebut 107 Guru Honorer yang Terkena Cleansing Akan Ditugaskan di Sekolah yang Membutuhkan
“Di lapangan sudah ada beberapa inisiasi yang mengarah ke sana (layanan kesehatan inklusif). Namun, praktiknya masih sangat sedikit dan belum optimal. Apalagi kebutuhan layanan ramah disabilitas tidak hanya fasilitas fisik saja, tetapi juga (fasilitas) nonfisik dan alat bantu untuk memudahkan pemeriksaan,” papar Dante kepada Kompas.com, Rabu (24/7/2024).
Lebih lanjut, ia mengutarakan bahwa hak kesehatan bagi disabilitas juga meliputi cara mengkomunikasikan layanan. Hal ini penting, apalagi bagi penyandang disabilitas tuli atau intelektual, karena cara mereka menyerap informasi berbeda.
Belum lagi dengan disabilitas fisik yang membutuhkan penanganan dan alat yang berbeda dibandingkan pasien normal. Karena itu, peningkatan layanan dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), seperti dokter dan tenaga medis, pun harus dioptimalkan.
“Setiap penyandang disabilitas membutuhkan penanganan medis dengan cara yang berbeda. Butuh keterampilan khusus untuk bisa menyampaikan prosedur atau tindakan medis agar bisa dimengerti. Tentunya hal ini menjadi tantangan juga bagi tenaga kesehatan,” papar Dante.
Baca juga: Kinerjanya Dikritik Anies, Heru Budi: Saya Merapikan Sesuai dengan Aturan
Karena itu, ia meminta agar dalam perancangan layanan kesehatan, pemerintah dan dinas terkait harus melibatkan penyandang disabilitas dengan berbagai kondisi. Merekalah yang paling tahu kebutuhan dan kemudahan apa yang perlu disediakan.
Saat ini, lanjut Dante, sudah semakin banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan (faskes) yang menyediakan guiding block dan ramp untuk memudahkan disabilitas fisik dan disabilitas penglihatan. Ada pula loket khusus disabilitas untuk mempermudah proses administrasi.
“Fasilitas nonfisik dan keterampilan SDM di lingkungan faskes juga harus ditingkatkan, agar penyandang disabilitas bisa mendapatkan kesetaraan layanan kesehatan. Mereka memiliki hak yang sama untuk mendapatkan layanan kesehatan yang bermutu, aman, dan nyaman,” bebernya.
Adapun pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah membuat aturan tentang pemenuhan layanan ramah disabilitas. Dari Pemerintah Daerah (Pemda) juga sudah dituangkan melalui Instruksi Gubernur (Ingub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyediaan Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Baca juga: Tahun Ajaran Baru, Heru Budi Minta Tak Ada Lagi Bullying di Sekolah
Langkah selanjutnya, tambah Dante, dengan menjalankan Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RADPD) dan membuka pintu kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk rumah sakit, swasta, dan komunitas penyandang disabilitas.
“Pemerintah perlu menjadikan penyandang disabilitas sebagai mitra pembangunan untuk diajak berdiskusi. Dari situ, akan terlihat kebutuhan apa saja yang harus dipenuhi. (Mereka harus terlibat) mulai dari perencanaan, implementasi, hingga evaluasi,” tuturnya.
Dengan kolaborasi dan kemitraan yang menyeluruh, termasuk di faskes tingkat terendah (puskesmas dan posyandu), layanan ramah disabilitas dapat terwujud.
Harapannya, dengan keberhasilan di sektor kesehatan, layanan ramah disabilitas juga bisa terlaksana di sektor lain, mulai dari transportasi hingga pendidikan.
Baca juga: Kritik Anies soal Pemprov Jakarta yang Pelit dan Jawaban Heru Budi...
“Pada dasarnya, pemberian fasilitas merupakan salah satu upaya yang dapat menumbuhkan kemandirian penyandang disabilitas. Untuk itu, perlu perencanaan yang komprehensif, termasuk pendataan. Jika berjalan dengan baik, saya optimistis bahwa perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas bisa terealisasi,” pungkas Dante. (Rindu Pradipta Hestya)