KOMPAS.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta tengah berupaya mengatasi permasalahan sampah. Upaya ini dilakukan dengan merancang pembangunan dan pengembangan pengelolaan sampah, mulai dari hulu, tengah, hingga hilir.
Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Heru Budi Hartanto menjelaskan, upaya pengelolaan sampah telah dianggarkan Rp 2,04 triliun dan sudah terealisasi Rp 863,55 miliar hingga Agustus 2023.
Adapun pengelolaan sampah di hulu dilakukan dengan program Kurangi Pilah Olah (KuPilah) dan melalui Jakarta Recycle Center (JRC).
Sementara, di hilir, Pemprov DKI Jakarta membangun Refuse Derived Fuel (RDF) Plant serta Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) berkapasitas seratus ton per hari.Pemprov DKI Jakarta juga membangun landfill mining di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.
“Kami akan menghitung berapa jumlah sampah per hari di Jakarta serta kapasitas RDF Plant di TPST Bantargebang. Perhitungan ini akan diselaraskan dengan rencana pembangunan RDF pada 2024 di Rorotan untuk mengurangi sampah,” kata Heru dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Senin (16/10/2023).
Baca juga: Pj Gubernur Heru Tangani Stunting, Persentase Tengkes di Jakarta Turun
Di tengah, Pemprov DKI Jakarta melakukan pengangkutan di Tempat Penampungan Sampah (TPS) Reduce-Reuse-Recycle (3R) dan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (TPS LB3).
Sedangkan Landfill Mining merupakan penambangan lahan urug zona tak aktif di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau TPS, dengan karakteristik sampah yang sudah terdekomposisi agar bisa digunakan kembali untuk tujuan lainnya.
Proses yang dilakukan di Landfill Mining adalah penambangan, pengolahan, dan pemanfaatan hasil penambangan yang salah satunya menjadi RDF sebagai alternatif bahan bakar ramah lingkungan di industri semen.
Dalam pembangunan Landfill Mining dan RDF Plant Bantargebang, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Pemprov Jawa Barat dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mengolah sampah menjadi Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP). Dengan RDF Plant di Bantargebang, beban pengelolaan sampah di Jakarta diharapkan dapat berkurang.
Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta tengah membuat rencana pembangunan RDF Plant di Rorotan yang diperkirakan beroperasi pada 2024. Heru menjelaskan, rencana pembangunan ini telah menyelesaikan aspek hukum dan keterbangunan.
Aspek lahan dan lokasi sedang pada tahap redesign layout fasilitas yang disesuaikan dengan desain Depo MRT East-West. Sedangkan kajian teknis dalam tahap pematangan desain teknologi pengelolaan sampah dan desain fasad.
Adapun aspek sosial dan lingkungan tengah dalam tahap persiapan survei sosial dalam masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi.Aspek ekonomi, komersial, dan finansial pun sedang dalam tahap kajian awal Analisis Manfaat Biaya dan Sosial (AMBS), termasuk untuk identifikasi biaya dan manfaat ekonomi.
“Sejauh ini, kami telah menyelesaikan penyusunan Feasibility Study (FS) RDF Rorotan.Target percepatan penyusunan FS dan basic design diharapkan dapat selesai pada November 2023,” ujar Heru.
Baca juga: Heru Budi Sebut Renovasi JIS untuk Piala Dunia U-17 Capai 95 Persen
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto menjelaskan,pembangunan Landfill Mining dan RDF Plant di Bantargebang merupakan salah satu implementasi kegiatan strategis daerah dalam optimalisasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Hal ini sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta 2017-2022.
“Kehadiran fasilitas pengolahan sampah menjadi RDF Plant dan Landfill Mining menjadi solusi dalam menanggulangi tumpukan sampah yang terus menggunung di TPST Bantargebang. Setidaknya 1.000 ton sampah lama dan 1.000 ton sampah baru per hari dapat diolah untuk dijadikan 700 ton RDF,” tutur Asep.
Secara khusus, Asep melanjutkan, RDF dapat dimanfaatkan sebagai pengganti batubara yang masih menjadi bahan baku utama dalam produksi semen.
Saat ini, sudah dua offtaker yang memanfaatkan RDF dari TPST Bantargebang, yaitu PT Indocement Tunggal Perkasa yang siap menerima minimal 625 ton RDF per hari dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk sebesar 75 ton RDF per hari.
“Kualitas RDF yang dihasilkan dari Bantargebang sudah sesuai dengan ekspektasi offtakers yang telah disepakati melalui pertemuan-pertemuan serta Memorandum of Understanding (MoU) dengan DLH,” ungkap Asep.
Lebih lanjut, Asep menjelaskan,kehadiranLand Mining dan RDF Plant di Bantargebang berdampak positif terhadap lingkungan, khususnya bagi masyarakat sekitar. Salah satunya dapat mengurangi gunungan sampah dan memperpanjang umur pelayanan TPST Bantargebang.
Oleh karena itu, Asep juga mengajak masyarakat terlibat aktif dalam pengurangan timbunan sampah dari hulu. Caranya dengan pembatasan timbulan sampah (reduce), seperti penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan (KBRL) dan pembatasan penggunaan alat makan sekali pakai, pemanfaatan kembali sampah (reuse), serta mendaur ulang sampah (recycle).
Pemprov DKI Jakarta juga memiliki rumah maggot sebanyak 265 pada 2022 dan 307 pada 2023. Dari rumah maggot yang dikelola di 43 kecamatan ini, telah tereduksi sampah organik sebanyak 112,29 ton per bulan. Budidaya maggot dikelola oleh Koperasi Penggiat Maggot Jakarta Tangguh (KPMJT).
Pemprov DKI Jakarta juga menjalankan program Jakarta Sadar Sampah untuk mewujudkan Jakarta yang lebih bersih dan hijau melalui kesadaran untuk menanggulangi sampah.Program ini mengajak semua pihak untuk terlibat langsung melalui tiga aksi nyata, yaitu mengurangi, memilah, dan mengolah sampah.
Upaya Pemprov DKI dalam menangani sampah di Ibu Kota turut menjadi perhatian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta.
Ketua Walhi Jakarta Muhammad Aminullah atau biasa disapa Anca mengatakan, langkah-langkah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta perlu dimaksimalkan dengan mengikuti tahap pengelolaan sampah yang tepat.
“Hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sampah adalah pemilahan sampah organik dan non-organik. Jika ingin menggunakan insinerator untuk RDF, perlu dipertimbangkan nilai kalor yang tepat, karena tidak semua jenis sampah cocok,” ucap Anca kepada Kompas.com, Kamis (20/10/2023).
Anca juga menjelaskan, RDF harus menjadi tahap terakhir jika sampah tidak bisa diolah dan tidak ada cara lain selain dibakar. Sebab, sampah yang tidak bisa terbakar habis dapat memicu masalah baru, seperti cemaran residu dan mikroplastik.
Ia juga mengingatkan, sebaiknya pemerintah melakukan perhitungan yang tepat, termasuk biaya dan potensi cemaran selama prosesnya berlangsung. Belum lagi maintenance insinerator RDF yang membutuhkan treatment berbeda.
“Dalam banyak riset diketahui bahwa proses pembentukan RDF tetap mungkin memunculkan potensi pencemaran, seperti dari asap pembakaran yang menyebabkan polusi. Oleh karena itu, perlu ada perhitungan dan pertimbangan yang sangat hati-hati,” jelas Anca.
Terkait penanganan masalah sampah di Jakarta, Anca justru mendorong Pemprov DKI melakukan pembinaan dan pendampingan dari lingkup yang terkecil, yaitu di lingkungan rumah. Jika perlu, lanjutnya, pemerintah harus door to door agar masyarakat bisa terlibat dalam pengolahan sampah.
Baca juga: Heru Budi Pastikan Pembangunan MRT Jakarta Fase 2A Tahan Gempa M 8
“Jangan hanya melakukan sosialisasi ketika ada pameran atau event tertentu saja, tapi lakukan edukasi berkelanjutan kepada seluruh lapisan masyarakat.Pemerintah harus bisa mengubah paradigma masyarakat tentang bahaya sampah dan dampaknya untuk kesehatan,” tegas Anca.
Ia juga mendorong kurikulum khusus terkait pengolahan sampah di sekolah-sekolah. Terlebih, masalah sampah saat ini tidak hanya akan selesai dengan membuang sampah di tempatnya seperti zaman dulu, tapi juga harus didukung dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Anca menilai, tahap pemilahan sampah merupakan hal yang krusial dan tidak bisa dilewatkan. Selain itu, perlu ada edukasi tentang cara mengurai sampah organik di lingkup rumah tangga, seperti menggunakan maggot.Atau bias pula dengan mengumpulkan sampah plastik ke bank sampah.
Jadi, tambahnya, sampah yang diangkut ke TPS adalah sampah yang tidak bisa dikelola sendiri oleh masyarakat.Selanjutnya, sampah non-organik yang terkumpul di TPS dapat dikelola lebih lanjut oleh pemerintah dan pihak terkait.
“Antara program yang dijalankan pemerintah dengan keterlibatan masyarakat harus berjalan beriringan. Dengan melakukan pemilahan saja, separuh masalah sampah di kota ini telah terselesaikan. Masyarakat bisa ikut membangun Jakarta dari rumah,” papar Anca.
Ia pun berharap, pemerintah dapat mengawasi pengelolaan sampah di kawasan bisnis. Jika perlu, pemerintah memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang lalai dan tidak mengelola sampah dengan baik.
“Selain pengelolaan sampah, harus ada upaya untuk dapat mengurangi penggunaan sampah yang tidak bisa diurai seperti plastik.Perlu ada mindset bahwa masalah sampah harus diselesaikan dengan tidak menghasilkan sampah,” pungkas Anca. (Rindu Pradipta Hestya)