KOMPAS.com - Kemarau panjang tengah melanda hampir seluruh wilayah di Indonesia, tak kecuali Jakarta. Bahkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan bahwa kemarau diprediksi akan berlangsung hingga akhir Oktober 2023.
Perubahan musim itu juga disertai dengan curah hujan yang minim. Akibatnya, sumber resapan air mengalami kekeringan yang menyebabkan pasokan air bersih juga berkurang.
Meski demikian, Dinas Sumber Daya Air (DSDA) Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya berkomitmen untuk menjamin cakupan layanan jaringan perpipaan hingga seratus persen pada 2030.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DSDA Provinsi DKI Jakarta Hendri menyatakan, pihaknya telah mengoptimalisasi sistem yang ada. Misalnya, dengan melakukan pemerataan supply dan membangun Reservoir Komunal, Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) portabel, mengirimkan supply dengan mobil tangki, serta kios air sebagai sumber air bersih.
Baca juga: Dukung Pemprov DKI Jakarta Siapkan Kebutuhan Rumah, Sarana Jaya Konsisten Bangun Hunian Terjangkau
“Kami juga berkoordinasi dengan Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta II terkait ketahanan supply air baku dan menambah pasokan air dari IPA Tangerang,” kata Hendri dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (9/10/2023).
Selain itu, DSDA DKI Jakarta juga telah mendistribusikan air bersih ke beberapa titik rawan krisis air sejak awal 2023. Titik yang dimaksud adalah Pademangan Timur, Pademangan Barat, Kedaung Kali Angke, Rawa Buaya, Kembangan Selatan, Kembangan Utara, Meruya Utara, Meruya Selatan, Joglo, Srengseng, dan Rusun Marunda.
Sedangkan untuk wilayah pesisir dan di Kabupaten Kepulauan Seribu, DSDA Jakarta telah membangun IPA Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) di delapan pulau utama. Pembangunan salah satu unit dibantu oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), tapi dikelola oleh PAM Jaya.
“IPA SWRO yang merupakan instalasi pengolahan air yang dapat digunakan untuk mengolah air laut menjadi air bersih. Untuk di daratan Jakarta, distribusi air dilayani oleh PAM Jaya dan terus dilakukan peningkatan cakupan hingga seratus persen,” jelas Hendri.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Optimalkan Pembangunan Rusun, Solusi Hunian Nyaman di Lahan Terbatas
Selain bersama PAM Jaya, DSDA Jakarta juga berkolaborasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta dalam mendistribusikan air bersih kepada masyarakat. Hal ini sebagai cara untuk menghadapi ancaman El Nino yang juga mengakibatkan kemarau ekstrem dan kekeringan.
Sejak awal 2023, DSDA dan BPBD telah berkoordinasi untuk menghadapi musim kemarau.
Kepala BPBD Provinsi DKI Jakarta Isnawa Aji menjelaskan, pihaknya telah mempersiapkan sejumlah fasilitas operasional untuk membantu mengatasi krisis air, yaitu 76 unit mobil tangki air, 46 unit tandon air, 9 unit IPA stasioner, dan 7 unit IPA stasioner di seluruh wilayah Jakarta.
“Sejak Sabtu (16/9/2023), BPBD Jakarta telah menerima informasi tentang adanya wilayah yang mengalami krisis air bersih. Melalui kelompok kerja dari berbagai instansi yang terlibat, kami telah mendistribusikan bantuan air bersih dengan berkoordinasi bersama PAM Jaya dan Badan Zakat Nasional (Bazis) Jakarta,” tutur Isnawa.
Ia mengimbau masyarakat Jakarta untuk melaporkan masalah krisis air kepada aparat setempat. Laporan dapat disampaikan melalui layanan kedaruratan Jakarta Siaga dengan nomor 112.
Baca juga: Beri Diskon 5 Persen untuk Pembayaran PBB, Pemprov DKI Jakarta Ingin Masyarakat Memanfaatkannya
Hingga Rabu (25/9/2023), tercatat ada sembilan kelurahan yang mengalami krisis air bersih. Adapun lima wilayah di antaranya berada di Jakarta Barat, meliputi Pegadungan, Cengkareng Barat, Kedaung Kali Angke, Tegal Alur, dan Jembatan Lima. Sementara empat wilayah lainnya berada di Jakarta Utara, yaitu Cilincing, Kali Baru, Penjaringan, serta Pluit.
Sejak laporan tersebut, sebanyak 75 mobil tangki air dengan kapasitas bervariasi telah dikirimkan ke lokasi. Sejumlah 353.800 liter air sudah didistribusikan, sejak pagi hingga malam hari.
Air bersih merupakan kebutuhan primer masyarakat. Namun, saat musim kemarau panjang yang disebabkan El Nino, ketersediaan air bersih semakin sulit didapat karena curah hujan yang minim.
Menyikapi hal ini, pakar manajemen air Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Maryono mengungkapkan, kemarau panjang memang tidak bisa dihindari. Setiap tahun, fenomena ini pasti akan terjadi, sebelum musim hujan datang.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Beri Keringanan Pembebasan Pajak, Simak Aturannya
“Mulai pertengahan Oktober hingga mungkin akhir November, kemarau panjang diprediksi akan terjadi. Kondisi ini sangat mungkin memicu krisis air bersih dan minum serta permukaan air di sumur menurun,” terang Agus kepada Kompas.com, Kamis (12/10/2023).
Terkait bantuan yang diberikan DSDA Jakarta kepada masyarakat yang mengalami krisis air bersih, Agus menilainya sebagai tindakan yang sudah tepat. Namun, upaya yang dilakukan hanyalah langkah emergency dan tidak bisa dilakukan terus-menerus.
“Menyediakan mobil tangki dan mengirimkan supply hanyalah penanganan darurat. Tidak perlu juga dijadikan kegiatan regular setiap kemarau datang. Justru perlu ada tindakan jangka panjang, seperti memanfaatkan air hujan,” papar Agus.
Ia mengimbau masyarakat dan pemerintah agar mulai mengandalkan air hujan sebagai sumber air bersih, tidak hanya mengandalkan dari PAM saja. Cara ini dapat dilakukan dengan menampung air hujan ke tempat penampungan, seperti sumur resapan, waduk, atau bahkan toren untuk skala rumah tangga.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Tambah 100 Bus Listrik Tahun Ini
Oleh karena itu, Agus berharap, pemerintah dapat membuat aturan yang memungkinkan masyarakat terdorong untuk menampung air hujan. Menurutnya, kurang tepat jika pemerintah ingin mengatasi krisis air saat kemarau terjadi.
“Kan ironis sekali kalau kita krisis air. Padahal, setiap tahun, air hujan melimpah sampai banjir. Harusnya, air hujan dapat ditampung sebagai persediaan musim kemarau tahun depan,” beber Agus.
Terkait keamanan air hujan, Agus memastikan bahwa sumber air ini aman dikonsumsi dan bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Namun, masyarakat juga bisa memasang penyaring air dan menyimpan air hujan dalam keadaan tertutup rapat untuk menghindari lumut.
“Pemerintah dan dinas terkait dapat membuat aturan terkait penampungan air hujan, mulai dari tingkat rumah tangga hingga tempat bisnis seperti hotel. Anggaplah hujan akan turun selama 2-3 bulan dan airnya ditampung. Air yang disimpan dapat memenuhi kebutuhan air bersih untuk 4-5 bulan pada musim kemarau,” imbuh Agus.
Baca juga: Siap Diperluas, Pemprov DKI Jakarta Tambah Alat Uji Emisi Kendaraan
Selain itu, ia pun meminta pemerintah supaya dapat memahami bahwa solusi untuk krisis air dan banjir harus saling terkait serta menjadi satu kesatuan. Ia pun menyarankan agar pemerintah memperbanyak reservoir untuk dapat menampung air hujan dan memastikan pemerataan supply air bersih ke berbagai daerah di Jakarta.
“Cara yang dilakukan (menanggulangi krisis air dan banjir) harus sistemik. Indonesia memang tidak akan kekurangan air, tapi penurunan kualitas air bersih dapat terjadi jika cara menggunakannya masih seperti ini. Kalau tidak mau berubah, kita hanya akan mendapatkan air yang kotor dan tak layak di kemudian hari,” tegas Agus. (Rindu Pradipta Hestya)