KOMPAS.com – Hampir 10.000 ton sampah dihasilkan Jakarta setiap harinya. Deputi Gubernur Bidang Pengendalian Kependudukan dan Kepemukiman Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta Suharti mengamini ini.
“Setiap hari DKI menghasilkan 7.700 ton sampah. Itu pun belum termasuk 250 ton sampah per hari yang diangkut dari badan air,” kata Suharti seperti dilansir Kompas.com, Jumat (1/11/2019).
Jumlah tersebut terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dalam waktu lima tahun terakhir, jumlah sampah di Jakarta bertambah sebanyak 36 persen.
Untuk menangani problem sampah tersebut, Pemprov DKI Jakarta akan membentuk lembaga pengolahan sampah di setiap kawasan. Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah.
Rencananya, pemerintah bakal melibatkan masyarakat untuk menangani sampah di Jakarta.
"Kami sudah membuat Gerakan Samtama atau Sampah Tanggung Jawab Bersama untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam mengolah sampah," ujar Kepala Bidang Pengelolaan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Ahmad Hariadi, seperti dimuat di Beritajakarta.id, Rabu (25/9/2019).
Menurut Haryadi, Samtama merupakan gerakan masyarakat untuk mengurangi dan mengolah sampah langsung dari sumbernya.
Pada tahap awal, sebanyak 22 RW menjadi pelopornya dan ke depan gerakan ini akan direplikasi ke seluruh RW di DKI Jakarta.
"Ada 22 RW yang menjadi pionir Samtama ini, nanti akan ada kegiatan signifikan di mana pengurangan sampah akan terlihat dari sumber dan bisa ditularkan di RW lain," terangnya.
Gerakan pengurangan sampah dari sumber perlu dikerjakan secara masif mengingat Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat yang selama ini menjadi tempat pembuangan sampah warga Jakarta tidak akan mampu lagi menampung ribuan ton sampah dalam sehari.
"TPST Bantargebang akan bertahan 3 tahun lagi. Kami mengawali dari perubahan paradigma dalam pengolahan sampah yaitu sampah dipilah, dimanfaatkan, diolah, lalu residunya baru dibuang," ungkapnya.
Direktur Consultant Arkonin, Guntur Sitorus mengungkapkan, Perda 3 Tahun 2013 mengamanatkan dua langkah besar yakni, penanganan dan pengurangan sampah.
"Untuk itu, harus disusun rencana induk pengolahan sampah. Dokumen pengelolaan dan perencanaan sampah di Jakarta termasuk yang paling lengkap karena sejak tahun 1989, arkonin sudah melakukan kajian sebelum di Bantar Gebang," ucapnya.
Sitorus menuturkan, dalam masterplan-nya, pengolahan sampah dari Jakarta terbagi dalam dua wilayah besar. Untuk sisi Barat, sampah akan dikirim ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Ciangir di Tangerang, sedangkan TPA Bantar Gebang di Bekasi untuk wilayah Timur.
"Masalah utama sampah di Jakarta itu jumlahnya besar. Pada 2020 diproyeksikan dapat mencapai 10 ribu ton per hari. Sehingga, diperlukan optimalisasi pembatasan sampah, bukan hanya pengurangan," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Andono Warih mengatakan, pada Program Samtama ini masyarakat dilibatkan langsung dalam mengelola sampah dengan kegiatan 3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle.
“Pengurangan sampah dimulai dari sumber, yaitu di rumah kita masing-masing dengan melakukan 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle) melalui strategi Rumah Minim Sampah,” kata Andono, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Adapun tiga Strategi Rumah Minim Sampah yang diterapkan dalam Samtama, adalah sebagai berikut.
Pertama, Strategi Pintu Depan (Pra Konsumsi), yang meliputi merencanakan, mengurangi, menghindari, dan mencari alternatif produk agar sisanya tidak jadi sampah.
Kedua, Strategi Pintu Tengah (Saat Konsumsi–Produksi), yaitu menggunakan ulang bahan atau barang dan memproduksi serta mengonsumsi secara cermat agar tidak menghasilkan sisa.
Ketiga, Strategi Pintu Belakang (Pasca Konsumsi – Produksi), yaitu meneruskan sisa konsumsi produksi atau daur ulang, misalnya menjadi kompos, anorganik bernilai ekonomi dibawa ke Bank Sampah.
“Pengurangan sampah dari sumber sampah dimulai dari rumah tangga. Ketika kita bijak mengonsumsi sejak dari rumah maka pengurangan sampah akan efektif. Contohnya mudahnya jika setiap anggota keluarga menghabiskan makannya, tentu tidak ada yang menjadi sampah,” jelas Andono.
Dengan strategi ini, sampah yang harus diangkut ke TPA untuk diolah semakin berkurang dan minim, sehingga pembiayaan penanganan sampah juga akan makin efisien.
Andono menambahkan, budaya memilah sampah merupakan salah satu ciri masyarakat modern. Pemilahan menjadi kunci efektifitas pengurangan sampah karena dengan memilah sampah maka sampah dapat dimanfaatkan kembali.
Agar dapat dimanfaatkan kembali, pemilahan menjadi tahap penting dalam mengolah sampah. Sampah organik yang terpilah dapat diolah menjadi kompos menggunakan lubang biopori ataupun komposter sederhana.
Sementara itu, sampah anorganik yang terpilah dapat ditabung melalui bank sampah untuk selanjutnya di-recycle di industri daur ulang.
Kegiatan Samtama juga melibatkan komunitas yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup, khususnya pengelolaan sampah.
“Kami bersyukur di Jakarta banyak orang baik yang ingin bergerak bersama untuk membenahi Jakarta melalui kerelawanan,” sambung Andono.
Para relawan Laskar Samtama yang berasal dari beragam komunitas dan profesi ini disebutnya berkontribusi sebagai pendamping di 22 RW Samtama.
Relawan ini sebelumnya telah diberikan pelatihan dan diajak melihat proses pengolahan sampah di TPST Bantargebang.
Keterlibatan aktif masyarakat, baik dari setiap rumah tangga maupun komunitas, menjadi harapan besar agar masalah sampah yang telah berlangsung selama bertahun-tahun di Jakarta dapat segera diatasi.