KOMPAS.com – Revitalisasi jalur pedestrian atau trotoar di DKI Jakarta yang semakin lebar tentu menjadi berkah bagi para pejalan kaki.
Selain menambah kenyamanan mereka, trotoar yang semakin lapang juga dimanfaatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membangun ekosistem seni, olahraga, dan budaya.
Ya itu terjadi, karena sejak 2018 Pemprov Jakarta menggelar pertunjukan seni dan budaya di sejumlah trotoar yang ada di DKI.
Diantaranya adalah trotoar yang terintegrasi dengan Spot Budaya Taman Dukuh Atas, Stasiun MRT Senayan Pintu 1, Stasiun MRT Dukuh Atas, dan Spot Budaya Bundaran Senayan. Pertunjukan seni dan budaya di sana bisa dinikmati setiap Jumat sore mulai pukul 16.00 hingga 20.00 WIB.
Di trotoar yang terintegrasi dengan Spot Budaya Taman Dukuh Atas misalnya. Pemprov mengadakan pertunjukan di situ karena trotoarnya didesain juga sebagai sarana edukasi dan pusat budaya interaksi warga.
Jadi selain sebagai jalur penghijauan dan penyerap polusi di tengah kota, jalur pedestrian tersebut dilengkapi sarana skate board, spot ekspresi seni dan budaya, spot edukasi utilitas kota, dan anjungan pandang untuk melihat kemajuan kota Jakarta.
Tak cukup sampai di situ, Pemprov DKI terus menghadirkan inovasi dengan membuat jalur pedestrian menjadi semakin menarik bagi warga Ibu Kota.
Contohnya pada tahun ini, Pemprov Jakarta menghadirkan seni mural di jalur pedestrian yang ada di Terowongan Jalan Kendal, Jakarta Pusat.
Di area yang dibangun dengan menggunakan pendekatan Transit Oriented Development (TOD) ini, terdapat dua jenis mural. Pertama yang di sisi utara Terowongan Jalan Kendal dibuat para mahasiswa dari Universitas Paramadina.
Kedua, di sisi selatan, terdapat mural karya kolaborai dari seniman internasional Snyder (Berlin) dan Darbotz (Jakarta). Pembuatan murah ini sebagai bentuk perayaan Sister City Jakarta – Berlin.
Project ini merupakan kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta, MRT Jakarta, bersama dengan unsur dari masyarakat, yaitu Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan iMural.
Inovasi lain dari pemanfaatkan jalur pedestrian yang sudah direvitalisasi adalah menggelar Musik Tepi Barat.
Digagas oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Musik Tepi barat adalah program musik yang awalnya diadakan untuk memeriahkan pelaksanaan Asian Games 2018.
Namun karena menarik, pertunjukan musik di trotoar ini hingga kini terus berlanjut dengan menghadirkan kelompok-kelompok musik dan tari dari berbagai elemen masyarakat.
Warga bisa menemukan pertunjukan ini setiap Selasa dan Kamis di lima titik trotoar di sepanjang Jalan Jendral Sudirman dan MH Thamrin, termasuk di Terowongan Jalan Kendal.
“Saya tadinya mau naik KRL tapi tidak bisa lewat, dan akhirnya malah nonton tari-tarian Aceh dan Betawi. Ya, senang-senang saja sih, karena saya juga lagi santai. Toh, setelah pertunjukan jalannya dibuka lagi, dan orang-orang bisa melanjutkan perjalanan,” ujar Syanne Susita (48), Sabtu (26/10/2019).
Warga Pancoran, Jakarta Selatan ini mengatakan karena adanya pertunjukan seni secara rutin tersebut, terowongan yang mendekati Stasiun MRT Dukuh Atas ini menjadi ramai.
“Dulu jalan di situ kosong dan banyak preman. Sekarang dinding terowongan juga dikasih mural, jadi bagus. Namun jalannya ditutup karena ada banyak kegiatan,” kata Syanne Susita (48).
Pagelaran seni dan musik ini tentu menjadi mungkin karena kondisi trotoar yang sudah nyaman dan lapang di DKI Jakarta.
Apalagi sejak 2017 hingga 2019 telah dilakukan revitalisasi trotoar sepanjang 264 kilometer (km) di 5 wilayah kota administrasi di DKI Jakarta.
Salah satu hasil revitalisasi trotoar yang dijadikan percontohan adalah trotoar di Jalan Jenderal Sudirman hingga Jalan MH. Thamrin. Jalur pedestrian yang direvitalisasi pada 2017-2018 sekarang memiliki lebar 8 hingga 12 meter.
Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki menilai, pelebaran jalan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah sesuai standar.
"Kami perlu mengapresiasi setiap pembenahan yang ada di Jakarta. Apapun ceritanya, setiap ada pembenahan kami pasti apresiasi," kata Alfred, seperti dimuat Kompas.com Rabu (24/7/2019).
Ia mengatakan, konsep pelebaran trotoar sudah sesuai standar dengan menggunakan konsep road diet. Road diet adalah konsep pelebaran trotoar dengan mengecilkan lebar jalan raya. Konsep ini diusung pemerintah mengingat setiap jalan wajib dilengkapi jalur sepeda.
"Jadi kenapa itu dikecilin jalan rayanya, itu juga di-mix antara jalur pejalan kaki dengan pesepeda," kata Alfred.
Menurut dia, idealnya pejalan kaki membutuhkan ruang sekitar 90 sentimeter untuk satu orang. Kemudian, untuk satu orang yang berkebutuhan khusus atau disabilitas membutuhkan ruang 120 sentimeter.
"Jadi kalau ada dua disabilitas menggunakan kursi roda, berpapasan, jadi otomatis mereka membutuhkan ruang sekitar 240 sentimeter," kata Afred.
Dalam keterangan tertulisnya Pemprov Jakarta menjelaskan, pada 2020 revitalisasi trotoar di DKI ditargetkan mencapai 103 km.
Revitalisasi trotoar pun akan difokuskan di ruas-ruas jalan yang dilalui transportasi umum massal. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan aksesibilitas dari dan ke stasiun/halte, serta mewujudkan mobilitas kawasan yang terintegrasi.
Adapun 5 lokasi revitalisasi trotoar yang terintegrasi dengan statiusn MRT adalah Jalan Lebak Bulus Raya yang terintegrasi Stasiun MRT Lebak Bulus, Jalan R.A. Kartini (Stasiun MRT Fatmawati).
Kemudian Jalan Fatmawati Raya (Stasiun MRT Fatmawati, Cipete, Haji Nawi dan Blok A), Jalan Cipete Raya (Stasiun MRT Cipete), dan Jalan K.H. Mas Mansyur (Stasiun MRT Bendungan Hilir).
Pembangunan juga dilaksanakan di wilayah yang terlayani Transjakarta, LRT, dan KRL. Rincaiannya adalah sebagai berikut.
Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Tomang Raya, Jalan Dewi Sartika, Jalan Matraman Raya, Jalan Tubagus Angke, Jalan Saharjo, Jalan RE Martadinata, Jalan Cideng Barat atau Timur, Jalan Diponegoro, dan Jalan Gatot Subroto.
Kemudian Jalan M. T. Haryono, Jalan Rasuna Said, Jalan Kayu Putih Raya, Jalan Balap Sepeda, Jalan Letjen Soeprapto, Jalan Usman Harun, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Kebon Sirih, dan beberapa lokasi lainnya.
Dengan perluasan pedestrian dan pemanfaatannya untuk interaksi masyarakat, diharapkan warga Jakarta mau kembali berjalan kaki dan menggunakan transportasi publik.
Alhasil kualitas udara di Jakarta dapat lebih terkendali dan dapat kembali bersih untuk generasi mendatang.