KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur menargetkan bebas kawasan kumuh pada 2020. Adapun kawasan kumuh yang ditargetkan meliputi perumahan dan pemukiman kumuh
"Persoalan perumahan dan pemukiman kumuh merupakan tanggungjawab kita bersama baik pemerintah, masyarakat dan lembaga lainnya,” kata plt bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin usai meresmikan kegiatandi Kelurahan Kelautan, Jumat (01/03/2019), seperti dalam keterangan tertulisnya.
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati, penetapan lokasi perumahan kumuh dan pemukiman kumuh terdapat di delapan titik di empat kecamatan dengan luasan mencapai 82,34 hektar (ha).
Perumahan dan pemukiman kumuh tersebut diantaranya meliputi Desa Jati, Kelurahan Kelutan 1, Kelutan 2. Lalu Desa Masaran, Desa Ngares 1 dan Ngares 2, Desa Tasikmadu dan Kelurahan Tamanan.
Sementara itu, jika mengacu pada SK Kotaku, luas kawasan kumuh adalah sebesar 69,94 ha dan ini berada di tiga desa atau kelurahan di Kabupaten Trenggalek.
Baca juga: Plt Bupati Trenggalek Imbau Masyarakat dan ASN Kurangi Sampah Plastik
Untuk itu, sambung Arifin, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mengenai pengentasan kota kumuh diperlukan kolaborasi antar semua pihak. Hal ini menjadi modal terpenting untuk menghadapi kompleksitas permasalahan yang ada.
Lebih lanjut Arifin mengatakan pemerintah pusat pun telah memberikan Bantuan Dana Investasi (BDI) kepada daerah yang sudah di SK oleh Bupati ditetapkan sebagai kota kumuh.
Tidak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah juga membantu pengentasan kawasan kumuh melalui dana pendampingan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Dua dana itu kami sinergikan terus, kemudian masyarakat yang melakukan gotong royong untuk perencanaan semua berbasis pemberdayaan masyarakat,” kata Nur Arifin
Sebagai informasi, pada 2017, Kabupaten Trenggalek mendapatkan alokasi anggaran BDI Rp 500 juta untuk penanganan kawasan kumuh di Desa Ngares.
Tahun 2018, Pemerintah Trenggalek kembali mendapatkan BDI Rp 1,6 miliar. Rincian adalah Desa Ngares mendapat alokasi Rp 500 Juta, Kelurahan Kelutan Rp 500 juta, dan Kelurahan Tamanan sebesar Rp 600 Juta.
Sementara itu, dari Pemerintah Kabupaten Trenggalek menganggarkan Rp 1,5 miliar untuk program replikasi kotaku. Dana tersebut bersumber dari APBD-P tahun 2018.
Baca juga: Ratusan Guru Honorer Trenggalek, Ikuti Seleksi PPPK Secara Online
“Dana itu digunakan untuk intervensi pencegahan kawasan kumuh di Desa Ngares sebesar Rp 219 juta, Kelurahan Tamanan Rp 734 juta dan Kelurahan Kelutan Rp 546 juta. Jumlahnya di delapan titik di empat kecamatan,” ucap Nur Arifin.
Adapun untuk parameter suatu daerah masuk kawasan kumuh, ia menyatakan, hal itu terlihat dari belum adanya sanitasi yang baik, lingkungan kurang sehat, rumah tidak layak huni, dan infrastruktur tidak memadai.
Nur Arifin mengatakan, saat ini ada 21 desa di Trenggalek yang belum Open Defecation Free (ODF) atau bebas buang air besar sembarangan, tetapi sudah terakses sanitas dan sarana Mandi Cuci Kaktus (MCK) yang baik. Hanya tinggal kurang tersedianya air bersih saja.
Padahal ODF menjadi salah satu syarat untuk mewujudkan program nasional 100-0-100. Program tersebut berarti suatu desa atau daerah sudah mendapat akses air minum, pengurangan kawasan kumuh, hingga sanitasi yang baik.
Meski begitu, ia menargetkan Kabupaten Trenggalek dapat merealisasikan program nasional 100-0-100 dalam waktu tepat.
“Tinggal air bersih, kami nanti kerja sama dengan vendor SistemPpenyediaan Air Minum (SPAM) dan segala macam, tinggal nanti desa bikin Badan Milik Usaha Desa (Bumdes) untuk mengaliri air bersih ke masyarakat khususnya daerah kekeringan, mungkin nanti kami intervensi atau bantuan pipanisasi,” pungkasnya. (KONTRIBUTOR TRENGGALEK/ SLAMET WIDODO)