KOMPAS.com – Wali Kota Semarang Hendrar Prihardi berujar bahwa Indonesia sedang menghadapi persoalan terkait rapuhnya toleransi. Padahal, keberagaman dan kebhinekaan menurutnya adalah anugerah sekaligus aset bangsa.
“Sayang sekali kalau negeri ini mengingkari anugerah (keberagaman) tersebut,” ujar Hendi, biasa Hendrar disapa, saat menjadi Pembina Apel penutupan Pendidikan dan Pelatihan Dasar (Diklatsar) dan Pembaiatan anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Kota Semarang, Minggu (14/5/2017).
Dalam sambutannya, Hendi mengaku prihatin dengan keadaan tersebut. Ia menyayangkan kalau negeri yang menurutnya didirikan oleh para ulama—seharusnya memiliki fondasi toleransi yang kuat—justru malah mengalami persoalan itu.
“(Begitulah) kalau toleransi tidak dipelihara dengan baik dan dibiarkan kosong. Akibatnya, bangunan-bangunan tenggang rasa dalam diri akan ambruk,” lanjutnya.
Ia juga menambahkan bahwa bila keadaan terus berlanjut kan mengakibatkan kondisi yang fatal. Artinya, rakyat akan mudah dijejali fanatisme kebablasan.
“(Fanatisme) yang menonjolkan identitas diri, golongan, atau bahkan berkedok agama,” kata dia.
Oleh karenanya, Hendi turut meminta kepada Ansor dan Banser agar mampu menjadi elemen utama dalam mengawal kebhinekaan. Ia yakin, kebhinekaan yang dijaga bisa menjadi kunci untuk merajut perbedaan dan memperkuat persatuan.
Lebih lanjut ia juga menuturkan apresiasinya terhadap kegiatan Diklatsar tersebut. Ia yakin hal itu bisa jadi cara memupuk nasionalisme dan kepedulian terhadap kepentingan masyarakat.
"(Terlebih lagi nantinya) Banser harus siap mengabdikan diri untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa," imbuhnya lagi.
Lantas, ia pun mengingatkan kepada seluruh peserta Diklatsar agar bisa mengayomi masyarakat khsuusnya warga Semarang setelah dilantik menjadi anggota Banser.
“Jangan (sampai) mengedepankan emosi. Semua persoalan harus dihadapi melalui pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan budaya masyarakat,” tuturnya.
Ia juga mengimbau agar para anggota tidak mudah terpancing dengan isu dan provokasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal. Dengan tegas ia berpesan apabila hal tersebut terhadi, jangan segan untuk melapor ke Kepala Kepolisian Resor Kota Besar (Kapolrestabes), Komandan Distrik Militer (Dandim), atau bisa juga langsung pada Pemerintah Kota (Pemkot).
“Utamakan pemikiran yang rasional. Kalian adalah bagian dari sebuah organisasi yang mapan, jadi jangan mau disetir oleh kelompok kiri dan kanan,” katanya.
Jika itu semua bisa dijalankan, lanjut Hendi, Kota Semarang akan menjadi pionir dalam pemeliharaan kondusivitas saat ada masalah yang berpotensi mengikis rasa tolerasi.
Diklatsar Banser yang dilaksanakan itu diikuti oleh 100 peserta dari Kota Semarang dengan peserta tertua berusia 61 tahun dan termuda berusia 16 tahun.
“Adanya Diklatsar itu diharapkan dapat menjadi kawah candradimuka kader Ansor Kota Semarang sebagai pelopor gerakan sosial dan keagamaan di Kota Semarang,” tambah Ketua Panitia penyelenggara Suhermanto.