KOMPAS.com - Gubernur Jawa Tengah ( Jateng) Ganjar Pranowo mengaku bangga mengenakan baju adat Suku Kenyah asal Kalimantan Timur (Kaltim) saat berkantor sebagai simbol sederhana untuk merawat keindonesiaan.
“Saya beli dan pesan langsung dari Kaltim. Bajunya bagus dari kayu. Manik-maniknya juga bagus,” kata dia dalam keterangan tertulis.
Pernyataan itu ia sampaikan saat menjadi narasumber pada sebuah diskusi secara virtual di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kota Semarang, Kamis (23/07/2020).
Menurut dia, cara itu juga bisa mendorong perekonomian, terutama produsen baju adat di tiap daerah.
“Industri kecil ini di sana akan hidup, paling tidak dibeli Gubernur Jateng. Jadi keindonesiaan dirawat, bisnisnya jalan,” imbuh Ganjar.
Baca juga: Tarian Pebekatawai, Simbol Persaudaraan Suku Dayak Kenyah
Sebagai informasi, Suku Kenyah sendiri merupakan etnis di Kaltim yang akrab disebut Dayak Kayan atau Dayak Kenyah.
Adapun, pakaian adat Suku Kenyah yang dipakai Gubernur Ganjar terdiri atas Bluko atau topi pelindung.
Topi ini biasanya terbuat dari rotan yang kuat dan tahan benturan, kemudian dihiasi dengan taring macan dan harimau yang dilengkapi dengan manik-manik dan hiasan bulu enggang serta bulu pegun.
Tak hanya itu, Ganjar juga mengenakan pakaian Suku Kenyah lainnya, yakni Besunung atau baju perang.
Baca juga: Menjejak Kuburan Batu Misterius Dayak Kenyah
Oleh Suku Kenyah, besunung biasanya dibuat dari kulit binatang, seperti beruang, kancil, harimau, macan, maupun kambing yang cenderung sulit ditembus mandau saat tengah berperang.
Besunung selain sebagai pakaian perang juga kerap digunakan dalam rapat maupun saat upacara adat.
Selain besunung, Ganjar juga mengenakan Avet atau cawat dan Tabit, yakni kain untuk melindungi tubuh bagian bawah, sekaligus sebagai alas duduk.
Di daerah asalnya, pakaian ini langsung dikenakan di tubuh. Namun, Ganjar memilih memakai manset dan celana panjang hitam untuk alasan kenyamanan.
Baca juga: Kembalinya Warga Dayak Kenyah ke Tanah Leluhur
Demi melengkapi penampilannya, Ganjar membawa Baing atau Mandau, yakni senjata tradisional Suku Kenyah yang biasa dibawa untuk melindungi diri. Mandau asli tersebut dibeli Ganjar seperangkat dengan busananya.
Tak ketinggalan, ia juga mengenakan tanda pengenal dan pin Tetep Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi yang artinya Tetap Tidak Korupsi, Tidak Berbohong, sebagai identitas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng.
Sementara itu, Ganjar juga mengatakan, penggunaan baju adat Nusantara telah menjadi kewajiban bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan karyawan di lingkungan Pemprov Jateng.
Terkait hal itu, ia mengungkapka bahwa, setiap Kamis minggu keempat, seluruh ASN dan karyawan Pemprov Jateng wajib berbusana adat Nusantara.
Baca juga: Membangkitkan Kembali Kejayaan Jalur Rempah Nusantara
"Kemudian di minggu lainnya, ASN wajib mengenakan baju adat Jawa," ujar Gubernur Jateng.
Ia melanjutkan, kewajiban tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jateng nomor 065/0016031/2019 dan diteken langsung oleh Ganjar.
Meski demikian, Ganjar Pranowo mengaku, bukan kali ini saja dirinya mengenakan baju adat Nusantara.
"Sebelumnya, Ganjar pernah mengenakan busana adat Bali, Lombok, Nusa Tenggara Timur, Bugis, Madura, dan baju adat lainnya saat bekerja," imbuhnya.
Baca juga: Sumpah Pemuda, Karyawan dan Komunitas Terminal Tirtanadi Solo Pakai Busana Adat
Tak sampai disitu saja, Ganjar juga mengaku mengoleksi baju adat dari seluruh pelosok Nusantara.
Dengan penggunaan busana adat Nusantara, ia berharap, dapat mengenalkan kepada masyarakat tentang beragamnya kebudayaan bangsa Indonesia, juga menjadikan momentum untuk menyatukan seluruh anak bangsa.
“Ini hal kecil yang mudah-mudahan dapat mempersatukan bangsa. Kami ingin menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Tengah juga bagian dari Indonesia,” kata Ganjar Pranowo.