KOMPAS.com – Bupati Bulungan Syarwani menegaskan komitmen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan dalam melindungi masyarakat hukum adat serta mendorong pembangunan hijau yang berkelanjutan.
Hal ini disampaikan Syarwani dalam forum silaturahmi antara Pemkab Bulungan dan Kementerian Lingkungan Hidup (LHK) di Tanjung Selor, belum lama ini.
Menurutnya, Bulungan merupakan satu-satunya daerah di Kalimantan Utara yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Regulasi ini menjadi dasar hukum dalam upaya pelestarian komunitas adat, khususnya Punan Batu Benau, salah satu kelompok suku pedalaman terakhir di Pulau Kalimantan.
“Kehadiran mereka adalah bagian dari sejarah panjang Bulungan. Kami tidak hanya bicara pelestarian hutan, tetapi juga menjaga eksistensi dan kearifan lokal masyarakat adat yang hidup dari dan dengan hutan,” ujar Syarwani dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (1/8/2025).
Baca juga: 24 Mahasiswa KKN Hilang di Hutan Sumbar Ditemukan Selamat oleh Basarnas
Ia juga membagikan pengalamannya saat berkunjung langsung ke komunitas adat Punan Batu Benau.
Syarwani mengaku banyak belajar dari cara hidup mereka yang mandiri dan harmonis dengan alam, baik dalam aspek kesehatan, pendidikan, hingga sistem sosial.
“Mereka terbiasa melahirkan tanpa bantuan medis dan menerapkan prinsip physical distancing jauh sebelum pandemi Covid-19. Ini menunjukkan betapa adaptif dan selarasnya mereka dengan lingkungan,” katanya.
Syarwani menegaskan, pendekatan pembangunan di Bulungan tidak akan memaksakan intervensi fisik yang justru berpotensi mengikis budaya lokal.
Baca juga: Lestarikan Budaya Lokal, Wika Serpan Hadirkan Gerbang Tol Berdesain Khas Baduy
“Rumah layak huni pun belum tentu sesuai dengan cara hidup masyarakat adat yang nomaden (hidup berpindah-pindah). Justru tugas kami adalah menyesuaikan kebijakan dengan budaya dan kehidupan mereka. Kami hadir tanpa memaksakan ukuran baju kami kepada mereka,” tegasnya.