KOMPAS.com - Kualitas beras organik Banyuwangi makin diminati pasar nasional. Permintaan yang cukup tinggi membuat membuat beras organik Banyuwangi kini tersedia di 18.000 supermarket se-Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi terus mendorong petani menerapkan sistem pertanian terintegrasi dengan budidaya secara organik.
Lahan-lahan pertanian di desa-desa Banyuwangi telah beralih ke budi daya beras organik, seperti Sumberwaru, Segobang, Parijatah, dan lainnya.
Beras organik yang diproduksi adalah beras merah varietas A3 Segobang, beras hitam Melik Parijatah, beras coklat, dan beras putih Berlian.
Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi telah mendaftarkan varietas-varietas itu sebagai padi asli Banyuwangi di Kementerian Pertanian (Kementan) dan mendapatkan sertifikat organik dari lembaga terkait.
Baca juga: Ngantor di Desa, Bupati Banyuwangi Tinjau Sektor Pertanian hingga Peternakan
Salah satu pengusaha beras organik Banyuwangi Ahmed Tessario yang merupakan Direktur Utama PT Sirtanio Organik Indonesia menceritakan kisahnya merintis usaha pertanian.
Ahmed mengatakan, dia memulai usaha pertanian dengan menggandeng 16 petani untuk menggarap lahan seluas 1,6 hektar (ha).
Dia menyebutkan, pengembangan usaha padi organik dia lakukan setelah mengikuti jejak sang paman, Samanhudi, yang lebih dulu terjun ke pertanian organik.
“Awalnya saya diajak untuk membantu paman. Lama-lama saya tertarik dan akhirnya ikut terjun ke pertanian organik. Saya ingin membantu petani untuk mendapatkan harga gabah yang bagus,” ujar Ahmed dalam siaran pers, Jumat (14/6/2024).
Seiring perkembangan dan permintaan pasar organik yang tinggi, petani yang menjadi mitra Sirtanio Organik Indonesia saat ini menjadi 1.500 orang.
Baca juga: Atasi Persoalan Sampah, Pemkab Banyuwangi Jalin Kerja Sama dengan PT SBI
Luas tanam juga terus bertambah, dari yang awalnya 1,6 ha menjadi 500 ha. Dari luas lahan 500 ha itu, Ahmed mengaku mampu memproduksi beras organik sebanyak 70-100 ton per bulan.
Selain dipasarkan melalui distributor ke pasar-pasar modern, Ahmed juga menjual beras organiknya melalui marketplace dan reseller.
“Alhamdulillah, permintaan selalu ada. Setiap tiga hari sekali, kami kirim 8-10 ton kepada distributor. Itu belum termasuk permintaan dari reseller dan konsumen dari marketplace,” katanya
Ahmed mengatakan, permintaan berasnya hampir dari seluruh provinsi di Indonesia, seperti Jawa Timur, Bali, Sumatera, Kalimantan, hingga Papua.
Upayanya bertahun-tahun mengkonversi lahan pertanian nonorganik menjadi organik membuahkan hasil.
Pada 2019, beras organik produksi PT Sirtanio Organik Indonesia mulai diekspor ke Italia dan Afrika Selatan.
Namun, ekspor beras organiknya terpaksa dihentikan akibat pandemi Covid-19. Sebab, negara tujuan ekspor mengalami krisis ekonomi dan regulasi semakin ketat.
“Sejak saat itu, kami putuskan untuk fokus pada pasar domestik. Alhamdulillah, saat pandemi, penjualan domestik justru meningkat karena kesadaran masyarakat untuk menjaga imunitas tubuh semakin tinggi,” ungkapnya.
PT Sirtanio Organik Indonesia membandrol beras merah Rp 31.000 per kilogram (kg), beras putih Rp 27.000 per kg, beras coklat Rp 26.500 per kg, beras hitam pekat Rp 35.000 per kg, dan beras hitam Melik Rp 45.000 per kg.
Pemkab Banyuwangi turut menyambut berbagai capaian petani lokal. Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengapresiasi apa yang dilakukan para petani.
“Telah terbukti, yang organik kini sangat diminati. Secara ekonomi juga lebih menjanjikan. Karena itu, kami terus mendorong para petani menerapkan sistem pertanian terintegrasi," katanya.
Baca juga: Proyek Jalur Pansela Akan Dilanjutkan, Bupati Banyuwangi Paparkan 3 Paket Rencana Pembangunan
Dia mengatakan itu saat mengunjungi lahan pertanian organik di Desa Sumberbaru, Kecamatan Singojuruh, bagian dari program Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa).