KOMPAS.com – Dahulu Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi menjadi wilayah dengan permasalahan sampah yang cukup kompleks. Masyarakat desa tersebut terbiasa membuang sampah ke sungai, bahkan laut.
“Namun, berkat kerja keras dari aparat desa bersama Systemiq, kini perilaku warga mulai berubah drastis. Kesadaran peduli sampah tumbuh pesat,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Perubahan tersebut merupakan peran aktif mantan kepala Desa Tembokrejo Sumarto bersama organisasi non-pemerintah internasional Systemiq, yang didanai pemerintah Norwegia dan institusi bisnis Borealis dari Austria.
Mereka bekerja sama menjalankan program Stopping The Tap On Ocean Plastic (STOP), yang mengajak warga untuk menghentikan kebiasaan buruk membuang sampah di laut. Kepala desa dan Systemiq pun mendampingi warga mengelola persampahan secara profesional sejak April 2018 lalu.
Baca juga: Percepatan Pemerataan Pendidikan, Pemkab Banyuwangi Dorong Penggunaan Teknologi
“Awalnya kami banyak diremehkan. Namun saya, Camat, dan Systemiq terus kerja. Sebagai kades saya tak kurang akal, setiap warga yang mengurus administrasi saya wajibkan untuk membayar iuran sampah,” cerita Sumarto.
Jika ada warga yang tidak mau membayar iuran, Sumarto tidak memaksa. Namun, di sisi lain pihaknya terus melakukan sosialisasi.
Kini 8.900 warga Desa Tembokrejo telah aktif membayar iuran sampah. Alhasil, wilayah desa Tembokrejo perlahan menjadi lebih bersih.
Selain iuran, Chief Delivery Officer STOP Project Systemiq, Andre Kuncoroyekti menjelaskan, Systemiq turut melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai pengelola sampah.
"Sekarang 100 persen warga sudah dilayani BUMDes. Cakupannya sudah mencapai 8.900 rumah tangga di Desa Tembokrejo. Awalnya sebelum kami masuk hanya 400 rumah," jelas Andre dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (30/10/2019).
Dia menjelaskan, anggota BUMDes dilatih untuk mengoptimalkan pengangkutan, pengumpulan, dan pengolahan sampah di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Tembokrejo.
Baca juga: Kejuaraan BMX Banyuwangi dapat Nilai Excellent dari UCI
Di TPST itu, sampah dari rumah warga dipilah dan dikelola. Sampah organik dimanfaatkan untuk kompos. Ada pula budidaya larva lalat black soldier fly, yang memiliki kemampuan mengurai sampah.
“Setelah berjalan setahun, ada perubahan fisik sungai di dekat Pantai Satelit. Tumpukan sampah tidak terlalu banyak,” kata Andre.
Sementara itu, sampah non organik dipilah untuk dijual kembali. Sejak April 2018 hingga Februari 2019, jumlah sampah non organik yang dijual mencapai 10,4 ton.
Sampah organik tersebut dijual ke Surabaya dan Pasuruan, Jawa Timur dengan pendapatan Rp 25 juta per bulan.
Karena kesuksesan dalam mengelola sampah tersebut, Bupati Anas menjadikan Desa Tambakrejo sebagai desa percontohan bagi desa-desa lain di Banyuwangi.
Untuk itu, Anas mengajak puluhan kepala desa dan lurah dari enam kecamatan untuk melihat langsung pengelolaan sampah di Desa Tembokrejo, Selasa (29/10/2019).
"Saya mengajak puluhan kepala desa dan lurah untuk melihat langsung bagaimana proses pengolahan sampah, mulai pemilahan, pengemasan, hingga pemanfaatan sampah yang bernilai ekonomis," kata Anas.
Dia ingin, puluhan kepala desa dan lurah itu bisa mencontoh manajemen pengelolaan sampah di Desa Tembokrejo. Sebabnya, desa ini dapat menciptakan kebersihan wilayah seraya mengubah perilaku warga agar lebih peduli pada masalah sampah.
“Program penanganan sampah harus menjadi salah satu prioritas desa yang dianggarkan lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes),” imbuhnya.
Dengan begitu, Anas berharap, seluruh wilayah di kabupaten Banyuwangi bersih dari sampah, mulai dari kota hingga desa.