KOMPAS.com - Banyuwangi Festival meraih penghargaan TOP 45 Inovasi Pelayanan Publik dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Acara penyerahan penghargaan itu berlangsung di Istana Wakil Presiden, Selasa (15/10/2019).
Lewat rilis yang diterima Kompas.com, Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko menyampaikan terima kasih kepada pemerintah pusat.
Ia tak menyangka, inovasi di sektor pariwisata yang digulirkan oleh Banyuwangi terpilih TOP 45 Inovasi dari 3.156 inovasi yang datang dari seluruh Indonesia.
“Kami menyampaikan terima kasih pada pemerintah pusat. Penghargaan ini merupakan buah kerja keras dan kreatif seluruh warga Banyuwangi yang selama ini bekerja sama menyelenggarakan berbagai event Banyuwangi Festival,” kata Yusuf.
Banyuwangi Festival merupakan payung besar rangkaian event wisata daerah sepanjang tahun. Setiap tahunnya, Banyuwangi Festival menghadirkan beragam atraksi mulai dari seni budaya, pesona alam, sport tourism, hingga tradisi lokal yang menginspirasi. Tak ketinggalan ajang-ajang yang memupuk empati sosial.
“ Event-event yang dirancang dalam Banyuwangi Festival tidak sekadar menarik wisatawan, namun juga jadi cara Banyuwangi untuk memajukan potensi dan kebudayaan daerahnya,” kata Yusuf.
Pada 2012, Banyuwangi Festival memiliki 10 event, meningkat jadi 15 event pada 2013, lalu ada 23 event pada 2014, dilanjutkan 36 event pada 2015.
Tak berhenti di situ, pada 2017, Banyuwangi Festival punya 72 event, lalu 77 event pada 2018, dan 2019 meningkat menjadi 99 event.
Secara terpisah, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menambahkan Banyuwangi Festival digelar bukan hanya sekadar agenda wisata. Sebaliknya, ini adalah cara Banyuwangi melakukan konsolidasi di bidang budaya, infrastruktur, masyarakat dan ekonomi.
“Berbagai event yang kami gelar dikerjakan SKPD yang ada di Banyuwangi berkolaborasi dengan masyarakat. Birokrat, masyarakat, pihak swasta hingga TNI Polri terlibat pada setiap pelaksanaan. Secara tak langsung akhirnya kami bergotong royong untuk menyukseskan event dan ini menjadi modal sosial yang kuat bagi Banyuwangi,” kata Anas.
Banyuwangi Festival juga menjadi ajang konsolidasi infrastruktur daerah. Misalnya saja pada pelaksanaan balap sepeda Internasional Tour de Banyuwangi Ijen (ITDBI). Dimana para pebalap menempuh rute sekitar 600 kilometer selama empat hari berkeliling di seluruh jalanan Banyuwangi.
“Balap sepeda ini menuntut jalan harus rata saat dilewati pebalap, yang secara tidak langsung memaksa kami melakukan konsolidasi infrastruktur fisik. Banyak hal baik dan bermanfaat yang kami dapatkan dalam menggarap event. Budaya kami juga terus tumbuh dan terpelihara karena separuh lebih adalah event tradisi dan budaya,” kata Anas.
Di sisi masyarakat, pariwisata terbukti memberi dampak ekonomi positif. Pada 2010, pendapatan per kapita per tahun warga Banyuwangi hanya Rp 20 juta. Pada 2018, angkanya naik drastis menjadi Rp 48 juta.
Begitu juga kunjungan turis mancanegara sepuluh tahun lalu hanya 12.500 orang, kini dalam setahun, Banyuwangi didatangi setidaknya 127.000 wisatawan asing.
"Semua event Banyuwangi Festival pada ujungnya mengerakkan perekonomian warga. Pemkab juga telah membuat Perda Banyuwangi Festival untuk menjamin keberlanjutan semua hal baik ini kedepannya,” pungkas Anas.
Pemkab Banyuwangi selama sembilan tahun terakhir juga telah menerima apresiasi berupa dana alokasi khusus dari pemerintah pusat senilai Rp 81 miliar. Seluruh dana dipakai untuk mendorong berbagai kegiatan guna mempertahankan dan mengembangkan kepariwisataan.