SEMARANG, KOMPAS.com - Wajah Kota Lama di Semarang, Jawa Tengah terus bersolek menampakkan sisi eksotisnya. Pembangunan kota warisan Belanda itu kini tidak hanya berupa fisik gedung, jalan, drainase, namun juga berupaya menghadirkan kembali roh kehidupan di dalamnya.
Kota Lama kini nampak ramai tiap harinya. Jika dahulu kota lama dikesankan sepi, angker dan sebagai sarang penyamun, kini kondisinya telah tampak berbeda.
Lampu-lampu dipasang menerangi di sudut sepi menjadi terang benderang, bangunan lama yang hampir rubuh direstorasi menjadi indah. Pasar "zadul" di kota lama menambah eksotisme kawasan itu.
Jadinya, kawasan ini tak lagi ramai ketika malam saja, namun ramai sepanjang waktu.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, fokus pembangunan kota lama dilakukan dengan cara rembugan. Pemerintah mengajak para pemilik gedung untuk kembali mengaktifkan gedung-gedung tua di kawasan itu.
Sebagian pemilik gedung, kata dia, bersedia merestorasi dengan berbagai syarat. Namun sebagian lain ingin pembenahan infrastruktur terlebih dulu. Masalah demi masalah mulai dari diatasi, mulai dari banjir rob, penerangan, perjudian sabung ayam hingga tindak pidana.
Semua masalah itu dibereskan satu demi satu, hingga pemilik gedung mulai percaya pada pemerintah. "Setelah itu akhirnya mereka mulai perbaiki. Sebagian lain memang belum, tapi kita akan dorong terus," kata Hendrar.
Ramainya kota lama sendiri salah satunya karena gedung mulai direstorasi. Sebagian gedung yang diperbaiki kini dilengkapi dengan trotoar yang lebar, wi-fi, serta tempat nongkrong bagi kawula muda.
Selain itu, kota lama juga dijadikan salah satu tempat transit wisata dari bus tingkat milik Pemkot Semarang yang dinikmati secara gratis oleh wisatawan. Para pengunjung yang menaiki bus itu diberi kesempatan berswafoto di kota warisan Belanda itu.
Kota Pusaka
Pemerintah Kota Semarang sendiri menargetkan Kota Lama masuk sebagai salah satu kota pusaka warisan dunia. Segala upaya mulai dilakukan agar kawasan itu diakui sebagai world heritage oleh UNESCO pada 2020 mendatang.
Kepala Badan Pengelola Kawasan Kota Lama Semarang Hevearita Gunaryati Rahayu mengatakan, pihak pengelola sudah terbang ke Belanda untuk menyalin dokumen-dokumen terkait Kota Lama.
Pihaknya beruntung karena Pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan Belanda untuk perbantuan itu. Akhirnya, pihak pemkot diberi akses masuk untuk mengambil dokumen-dokumen terkait.
Selain itu, pihak pengelola berharap ada bantuan pendampingan dari para pihak agar penyiapan dokumen pendukung bisa teratasi. Dokumen itu, kata dia, selain sulit dicari juga nantinya harus disalin dari negeri asalnya Belanda dan dialihbahasakan ke dua bahasa internasional.
"Ada tatanan dari UNESCO, itu juga harus disiapkan dua bahasa yaitu Inggris dan Perancis. Harapannya kami didampingi," ujar Hevearita, yang juga wakil Wali Kota Semarang ini.
Para pihak yang dimaksud yaitu Direktorat Kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pihak UNESCO Perwakilan Jakarta dan para kolega pemerintah di Belanda.
Menurut dia, pendampingan dari institusi itu akan mempercepat penyiapan dokumen mengenai sejarah dan asal usul kota lama Semarang.
Dokumen pendukung itu, harus selesai pada 2018 jika ingin pada 2020 ditetapkan sebagai kota warisan pusaka dunia.
"Saat ini sudah mulai disupervisi UNESCO Jakarta, nanti 11 Desember mereka akan datang di Kota Lama membuat FGD, lalu siang harinya dari Belanda juga FGD. Semoga cepat ada hasilnya," papar Ita.
Sebagai langkah penyiapan dokumen, pihak pengelola bakal menyalin dokumen-dokumen terkait dari Museum di Delft dan Museum di Leiden, dan kolektor sejarah dari negeri kincir angin.
Kota pusaka warisan dunia sendiri oleh UNESCO atau UNESCO World Heritage merupakan program PBB untuk melestarikan dan menjaga situs warisan budaya dan alam yang terdapat di berbagai negara di dunia.
Jika Kota Lama diakui, wilayah itu tidak hanya milik Indonesia, juga menjadi milik masyarakat dunia. Warga dunia pun ikut berkewajiban melindungi dan menjaga situs-situs warisan dunia tersebut agar tetap bisa dinikmati dan diketahui sejarahnya pada generasi mendatang. (KONTRIBUTOR SEMARANG/NAZAR NURDIN)