KOMPAS.com – Bupati Bandung Dadang Supriatna menyambut baik langkah sebelas kepala daerah yang mengajukan uji materi ( judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan Pasal 201 Ayat 7, 8, dan 9 Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Bupati yang akrab disapa Kang DS itu mengatakan, materi judicial review yang diajukan berhubungan dengan desain Pilkada Serentak 2024.
Kang DS mengatakan, ketiga pasal pada beleid itu dianggap bermasalah dan melanggar konstitusi karena merugikan 270 kepala daerah hasil Pilkada 2020 yang masa jabatannya terpangkas secara signifikan.
"Desain keserentakan Pilkada 2024 yang paling disoroti adalah terpangkasnya masa jabatan kepala daerah secara signifikan. Padahal, menurut UU, masa jabatan kepala daerah adalah lima tahun," ujar Kang DS dalam rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (28/1/2024).
Baca juga: Kang DS Minta Forum Satu Data Kabupaten Bandung Tindaklanjuti Penyusunan Big Data
Secara persentase, katanya, jumlah kepala daerah yang dirugikan akibat Pilkada 2024 yang dilaksanakan secara serentak mencapai sekitar 270 kepala daerah atau 49,5 persen dari total 546 kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Kang DS menambahkan, jika Pilkada 2024 digelar secara serentak satu gelombang pada November 2024, sebanyak 270 kepala daerah di Indonesia akan terpangkas masa jabatannya sekitar 1,5 tahun. Sebab, mereka baru dilantik menjadi kepala daerah pada awal atau pertengahan 2021.
"Contohnya, saya. Jika Pilkada dilakukan pada 2024, masa jabatan saya hanya 3,5 tahun bukan lima tahun. Artinya 1,5 tahun masa jabatan saya terpangkas karena aturan Pilkada serentak tersebut. (Untuk itu,) saya setuju dan mendukung penuh upaya judicial review tersebut," tuturnya.
Baca juga: Kabupaten Bandung Aman dan Kondusif, Bupati Bandung Naikkan Insentif Babinsa dan Pejabat Koramil
Adapun sebelas kepala daerah yang bertindak sebagai pemohon pada judicial review itu adalah Gubernur Jambi, Gubernur Sumatera Barat, Bupati Kabupaten Pesisir Barat, Bupati Malaka, Bupati Kebumen, Bupati Malang, Bupati Nunukan, Bupati Rokan Hulu, Wali Kota Makassar, Wali Kota Bontang, serta Wali Kota Bukittinggi.
"(Sebanyak) 11 kepala daerah yang jadi pemohon tersebut mewakili kepentingan 270 kepala daerah yang terdampak. Sekali lagi saya sangat mendukung dan menyambut baik upaya judicial review itu," ujar Kang DS.
Sebagai solusi, Kang DS mengatakan, para pemohon meminta MK untuk membagi pelaksanaan Pilkada 2024 menjadi dua gelombang pada 546 daerah otonomi.
Pilkada gelombang pertama dilaksanakan di 276 daerah pada November 2024. Sementara itu, gelombang kedua dilaksanakan di 270 daerah pada Desember 2025, termasuk Kabupaten Bandung.
"Saya kira, desain dua gelombang ini menjadi solusi atau jalan tengah, mulai dari permasalahan teknis pelaksanaan Pilkada satu gelombang, persoalan keamanan, hingga persoalan pemotongan masa jabatan sebanyak 270 kepala daerah sebagai konsekuensi keberadaan pasal-pasal tersebut," tutur Kang DS.
Dengan demikian, imbuhnya, sebanyak 270 kepala daerah yang melaksanakan Pilkada pada gelombang kedua tetap menjabat sebagai kepala daerah selama lima tahun sesuai amanat konstitusi.