JAKARTA, KOMPAS.COM – Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono berkomitmen menginisiasi berbagai program, untuk menekan angka kemiskinan di Jakarta.
Hal ini disampaikannya dalam pertemuan International Mayors Forum (IMF) 2024 yang membahas tentang pembangunan berkelanjutan dan agenda Sustainable Development Goals ( SDGs).
Pada kesempatan itu, Heru menyatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengalokasikan dana sebesar Rp 18,96 triliun untuk mengentaskan kemiskinan.
"Dana ini sebagai salah satu upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan agenda (SDGs) 2030. Kami juga berkomitmen mengurangi kelaparan, dengan mendorong semua pemangku kepentingan untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui berbagai inisiatif, seperti urban farming, menjaga stok pangan, dan melaksanakan program sembako murah di berbagai kelurahan di Jakarta dengan bersinergi bersama pihak swasta," katanya, seperti diberitakan Tribunnews.com, Kamis (11/7/2024).
Baca juga: Janji Heru Budi Beri Pelatihan Kerja: Dulu untuk Jukir Liar, Kini buat Warga yang Kena PHK
Menindaklanjuti instruksi Heru, Kepala Pusat Data dan Informasi Dinas Sosial (Kapusdatin Dinsos) Provinsi DKI Jakarta Rani Nuran mengutarakan, pemberian bantuan sosial (bansos) memerlukan pemadanan data berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar tepat sasaran.
“Kami melakukan pemadanan data kependudukan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pendapatan Daerah (Bapenda Provinsi DKI Jakarta), dan Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial (SIKS) milik Kementerian Sosial (Kemensos) untuk memastikan agar pemberian bansos telah sesuai dengan yang terdaftar di DTKS,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Senin (5/8/2024).
Selain itu, Dinsos Jakarta juga mengerahkan petugas untuk turun ke lapangan untuk melakukan pendataan dan pendampingan sosial di tingkat kelurahan.
Hal tersebut dilakukan untuk memastikan secara langsung bahwa warga yang menerima bansos sesuai dengan DTKS, dan memenuhi syarat sesuai Keputusan Gubernur Nomor 150 Tahun 2020 tentang Variabel Khas Daerah untuk Pendataan dan Pemutakhiran Data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.
Baca juga: Heru Budi Bakal Cek Data Anak Jakarta yang Terkena Gagal Ginjal
Rani menjelaskan, pihaknya pun melakukan intervensi melalui sejumlah program bansos yang diberikan kepada masyarakat tidak mampu dari sisi pengurangan pengeluaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pertama, Program Keluarga Harapan (PKH) yang memberikan bantuan senilai Rp 300.000 per bulan kepada masyarakat rentan yang termasuk dalam Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Kedua, Bantuan Sembako atau Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) yang diberikan per dua bulan dengan nominal Rp 200.000 per bulan.
“Bantuan yang juga bersumber dari APBN adalah Bantuan Sosial Pangan yang disalurkan oleh Badan Pangan Nasional, yaitu 10 kilogram beras. Sebagai langkah antisipasi, jika terjadi krisis pangan, kepada masyarakat Penerima Beras Pemerintah (PBP),” tuturnya.
Rani juga mengungkapkan, bansos dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terdiri dari beberapa jenis, sebagai upaya Pemenuhan Kebutuhan Dasar (PKD).
Baca juga: Pekerja di Wilayahnya Terbanyak Kena PHK, Heru Budi: Tidak Murni Warga Jakarta
Bansos PKD terdiri dari Kartu Lansia Jakarta (KLJ) untuk lansia di atas 60 tahun, Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ) untuk penyandang disabilitas yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik, serta Kartu Anak Jakarta (KAJ) untuk anak usia nol sampai enam tahun.
“Selain itu, Dinsos juga menjalankan program Pahlawan Ekonomi Nusantara (Pena), sebagai upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi fakir miskin. Sedangkan dalam Pengembangan Kewirausahaan Terpadu (PKT) atau Jakarta Entrepreneur (Jakpreneur), untuk mengembangkan potensi keterampilan dan kemandirian berusaha, Dinsos Jakarta menjadi salah satu pengampunya,” beber Rani.
Pemberian bansos, tambahnya, juga menjadi upaya Dinsos Jakarta dalam menjaga daya beli masyarakat. Menurutnya, cara ini berjalan dengan efektif dalam menekan angka kemiskinan yang sesuai rencana aksi penunjang penanggulangan.
“Contohnya, PKD yang memberikan bantuan uang kepada masing-masing penerima untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar, yaitu senilai Rp 300.000 per bulan untuk setiap penerima,” papar Rani.
Baca juga: Heru Budi Janji Beri Pelatihan Kerja Warga Jakarta yang Kena PHK
Penerima bansos dari Dinsos Jakarta pada 2024 berjumlah 194.067 orang, dengan rincian 149.549 penerima KLJ, 18.033 penerima KPDJ, dan 26.485 penerima KAJ. Di antaranya adalah penerima esksisting pada 2023 yang telah dinyatakan layak hasil verifikasi sesuai DTKS.
Bansos merupakan salah satu “napas tambahan” bagi masyarakat yang termasuk dalam kategori miskin. Bagi mereka, bantuan dari Pemprov DKI Jakarta amatlah bermanfaat untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hal itulah yang dirasakan Wati. Warga yang tinggal di daerah Johar Baru, Jakarta Pusat, ini telah menerima bansos sejak masa pandemi Covid-19. Saat itu, ia kehilangan pekerjaannya sebagai karyawan pabrik, akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masif pada 2020.
“Saya menerima Bantuan Sosial Tunai (BST) dari pemerintah. Waktu itu, saya menerima Rp 200.000 setiap bulan,” ucapnya kepada Kompas.com, Senin.
Sejak saat itu sampai pemberian bansos tahun ini, Wati pun langsung terdaftar sebagai penerima bansos. Rumahnya juga beberapa kali didatangi tim survei dari kelurahan setempat.
Baca juga: Heru Budi Ancam Cabut KJMU dan KJP Pelaku Judi Online
“Ada tiga atau empat orang yang datang (untuk survei). Mereka bertanya ke tetangga juga. Kalau tetangga kan memang tahu semua kalau saya numpang di rumah adik. Saya tidak punya rumah dan tidak bekerja,” urainya.
Wati menggunakan dana tersebut untuk membeli kebutuhan pokok, seperti beras, telur, dan minyak. Namun, ia berencana untuk mengajukan diri sebagai penerima KLJ mengingat usianya yang sudah 60-an.
“Tahun depan saya sudah 64 tahun. Saran dari tetangga, sebaiknya saya mendaftar sebagai penerima KLJ. Dana yang didapat juga lebih besar, yaitu Rp 600.000 setiap bulan. Ya, tapi apapun, (bansos) yang saya dapatkan harus disyukuri,” ungkapnya.
Berbeda dengan Wati, Siti Maisaroh merasa kesulitan untuk mendaftarkan diri sebagai penerima bansos untuk lansia atau KLJ. Padahal, ia merasa sudah melaporkan diri kepada Rukun Tetangga (RT) dan kelurahan.
“Tahun lalu, suami saya sudah terdaftar sebagai penerima KLJ dan sudah menerima bantuan senilai Rp 300.000. Nah, tahun ini, saya belum menerima sama sekali. Makanya, saya berinisiatif untuk daftar pakai nama saya. Siapa tahu ada kesalahan data atau apa, tapi belum ada pendataan lagi,” jelasnya.
Baca juga: Bertemu Pelajar SMA Se-Jakarta, Heru Budi Tegaskan Bakal Cabut KJP Siswa yang Merokok
Siti sangat berharap agar ia atau suaminya dapat menerima KLJ dari pemerintah. Sebab, pendapatannya sebagai tukang urut panggilan kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk anak dan cucunya yang ikut tinggal dengannya.
“Saya agak bingung dengan informasi (KLJ). Maklum, sudah tua begini, susah juga untuk nanya sana-sini. Semoga ada info yang jelas dari kelurahan, agar saya bisa menjadi penerima KLJ. Sampai sekarang masih bingung,” pungkasnya. (Rindu Pradipta Hestya)