KOMPAS.com – Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menapaki usia 23 tahun. Daerah yang dikenal dengan Bumi Serumpun Sebalai ini hadir karena pemekaran Provinsi Sumatera Selatan.
Meski terus bertransformasi dalam bidang pembangunan, Bangka Belitung berkomitmen untuk menjaga tradisi dan kearifan lokal.
Adapun tradisi di Bangka Belitung beragam, mulai dari kuliner hingga berpantun. Simak penjelasannya berikut.
Bangka Belitung memiliki ragam kuliner khas. Berikut di antaranya.
Pertama, lempah kuning. Lempah kuning adalah salah satu menu khas Bangka Belitung yang tak boleh dilewatkan saat Anda berkunjung ke sana. Sesuai namanya, menu berkuah kuning ini, paling cocok dinikmati dengan nasi hangat.
Makanan khas satu ini menggunakan ikan segar sebagai lauk utamanya. Meski tidak mengguakan santan, menu tersebut tetap gurih.
Lempah kuning diracik dengan rempah-rempah, seperti kunyit, bawang, cabai, dan lada. Kemudian, ditambahkan terasi untuk meningkatkan aroma dan rasanya.
Baca juga: Menikmati Lempah Kuning di Bangka dengan Suasana Pelabuhan Nelayan
Warung-warung yang menyediakan menu lempah kuning dapat dengan mudah ditemukan di berbagai kawasan Bangka Belitung. Bahkan, beberapa warung menyediakan ikan segar yang bisa dipilih langsung oleh konsumen.
Di sana, lempah kuning dibanderol Rp 30.000 - Rp 50.000 per porsi. Harga tergantung ukuran dan jenis ikan yang digunakan. Makin nikmat mencobanya dengan menambahkan sayur lalapan dan sambal.
Kemudian, ada juga lempah kuning darat yang artinya semua bahan-bahannya berasal dari darat. Kuah lempah kuning ini biasanya dikombinasikan dengan daun kedondong untuk lebih mengentalkan rasanya.
Bagi masyarakat setempat, lempah kuning menjadi bekal makanan untuk pergi ke ladang ataupun ke laut. Mereka mengemas bumbu lempah untuk selanjutnya diracik di lokasi tujuan.
Ikan segar biasanya didapat saat berada di laut atau ditangkap di sungai untuk kemudian menjadi lauk utama dalam sajian lempah kuning.
Kedua, Martabak Bangka. Kuliner satu ini tentunya sudah tak asing bagi Anda. Sebab, martabak Bangka bisa ditemukan di mana pun, termasuk di Pulau Jawa . Martabak Bangka terkenal dengan cita rasa yang manis dan tekstur lembut.
Baca juga: Makan Martabak Bangka di Bangka Langsung, Mantapnya!
Konon, martabak dibuat tidak hanya untuk mengisi perut, tapi juga membuat senang orang yang menikmatinya.
Rasa manis martabak melambangkan suasana yang baik setelah bekerja seharian dengan penuh rasa lelah. Sementara tesktur lembut melambangkan kemudahan setelah menghadapi masalah-masalah berat dalam kehidupan sehari-hari.
Saat ini, martabak Bangka disajikan dengan beragam varian. Ada martabak manis biasa, ada juga martabak menggunakan topping keju, kacang, meses, pisang, dan durian.
Nah, berkunjung ke Bangka Belitung, jangn lupa cicipi martabak asli khas Bangka ya.
Ketiga, Mie Koba. Mie Koba merupakan makanan tradisional berkuah kaldu ikan tenggiri kental. Racikan makanan ini berupa mi, potongan daun seledri, dan tauge.
Baca juga: Cerita Menteri Puan Disuguhi Mie Koba...
Berbeda dengan mi biasanya, kuliner ini menggunakan mi yang terbuat dari daging ikan tenggiri sehingga terasa gurih. Dinamakan Koba karena makanan ini merupakan khas Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah.
Keempat, Mi Belitung. Mi Belitung merupakan hidangan mi berkuah kental. Bedanya dengan mi biasa adalah ukuran mi yang cenderung lebih besar. Mi belitung disajikan dengan taburan bawang goreng, kerupuk melinjo, dan udang rebus. Selain itu, ada juga cumi dan varian hewan laut lainnya yang dijadikan sebagai pelengkap mi.
Baca juga: Nikmatnya Menyantap Mi Belitung
Cita rasanya akan semakin kaya jika Anda menambahkan saos sambal secara tepat. Hidangan yang dihargai Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per porsi ini mudah didapatkan di warung-warung di Kota Tanjung Pandan, Belitung, maupun di lokasi obyek wisata.
Selain menu khas kuliner, Bangka Belitung memiliki beragam tradisi. Simak beberapa di antaranya.
Pertama, nganggung, yakni tradisi membawa makanan dari masing-masing rumah penduduk menuju tempat pertemuan besar yang dilakukan secara berbondong-bondong.
Baca juga: Mengenal Tradisi Nganggung dari Bangka Belitung: Pengertian, Tata Cara, dan Makna
Tempat pertemuannya dapat berupa masjid, surau, langgar atau lapangan. Kegiatan dilakukan pada waktu-waktu tertentu, terutama dalam perayaan agama Islam.
Tradisi tersebut umumnya dilakukan pada saat Maulid Nabi Muhammad SAW, Nisfu Sya'ban, Muharram atau setelah shalat Idul Fitri ataupun Idul Adha. Tradisi yang sama juga biasanya digelar untuk merayakan panen.
Di kampung-kampung, adat ini disebut juga Sepintu Sedulang atau Selawang Sedulang. Artinya, setiap bubung rumah menyediakan makanan untuk dibawa ke masjid atau balai desa sebagai tempat berkumpul masyarakat kampung.
Tradisi tersebut juga dilakukan pada acara sosial lainnya yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat kampung.
Kedua, perang ketupat. Sesuai namanya, tradisi ini menggunakan ketupat dalam aksi perang-perangan. Acara ini dipopulerkan masyarakat Tempilang, Bangka Barat.
Baca juga: Perang Ketupat, Tradisi Jelang Ramadhan di Bangka Belitung
Di sana, setiap tahun selalu dilaksanakan perang ketupat. Biasanya, tradisi dilaksanakan saat menyambut kedatangan bulan puasa Ramadhan.
Perang ketupat juga menyimbolkan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan serta persatuan warga dalam mengusir para perompak yang datang ke kampung mereka.
Tradisi tersebut telah menjadi agenda wisata tahunan. Berlokasi di Pantai Pasir Kuning Tempilang, tradisi itu digelar dengan disaksikan ribuan pengunjung.
Perang Ketupat diawali dengan berbagai pertunjukan seni, kemudian melarung miniatur kapal ke laut dan acara puncaknya, perang ketupat.
Peserta perang ketupat dibagi menjadi dua kelompok yang kemudian saling serang menggunakan ketupat dalam waktu lima menit. Ada tiga sampai empat sesi dalam satu gelaran perang ketupat.
Konon, para peserta tidak merasa sakit saat terkena ketupat karena telah dijampi-jampi oleh dukun yang mengiringi acara.
Ketiga, berpantun. Tradisi lisan menjadi pokok budaya yang tak terpisahkan dalam berbagai kelompok masyarakat di Bangka Belitung, salah satunya dalam bentuk pantun.
Saat ini, pantun sudah diresmikan sebagai pengantar acara resmi pemerintahan di Bangka Belitung. Pantun tersebut dibacakan saat membuka dan mengakhiri sebuah pidato.
Kario adalah seniman pantun Bangka Belitung yang eksis hingga saat ini. Ia rutin mengisi acara pantun setiap pekannya di Radio Sonora. Kario melatih kemampuan berpantun dari sebuah pondok kebun yang tak jauh dari rumahnya di Kurau, Bangka Tengah.
Ini salah satu pantun tradisi di Bangka Belitung.
Kalau sudah membuat badi
Jangan hulunya dicabut-cabut
Kalau sudah berbuat baik
Jangan selalu disebut-sebut