KOMPAS.com – Gubernur Kepulauan Bangka Belitung ( Babel) Erzaldi Rosman mengatakan, lada di Babel bukan sekadar komoditi namun telah menjadi identitas.
Bahkan, saat ini Babel juga merupakan penghasil lada putih terbesar di dunia sejak 2014. Babel juga mengontrol 37-40 persen pasar lada global.
"Sekarang, pertambangan sudah berkurang. Masyarakat Babel sudah kembali bertani kembali. Lada, adalah komoditi yang banyak dikerjakan petani kami," ungkapnya.
Dia mengatakan itu dalam webinar internasional bertema "International Marketing Strategy of Muntok White Pepper Through Commodity Physical Market" melalui aplikasi pertemuan virtual Zoom, Selasa (28/7/2020).
Meski jadi yang terbesar, lanjutnya, namun Vietnam mengontrol pasar lada global sebesar 25 persen. Negeri ini bahkan mulai menyedot hampir setengah ekspor lada Indonesia.
Baca juga: Sukses Ekspor Lidi Nipah dan Lada Putih, Babel Diapresiasi Menteri Koperasi dan UMKM
Vietnam juga memanfaatkan lada Indonesia untuk diolah, sehingga menjadikan negeri ini sebagai penguasa lada dunia.
"Ini menjadi konsentrasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Babel agar lada kami memiliki nilai jual yang baik sehingga semangat petani jadi lebih baik. Apalagi lada Babel memiliki kualitas paling bagus dengan piperin 6-7 persen," paparnya.
Oleh karena itu, Erzaldi pun menegaskan strategi pemasaran agar lada Babel memasuki pasar ekspor dan menguntungkan petani lada di Babel.
Strategi itu adalah membangun sistem resi gudang lada, koperasi lada, kantor marketing lada (KPB-Lada), dan mengembangkan pasar lelang komoditas lada berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Baca juga: Perkebunan Topang Ekonomi Bangka Belitung di Tengah Pandemi Corona
Selain itu, memberikan dukungan untuk menciptakan berbagai varian produk lada, serta memperbesar akses penjualan lada hingga ke pasar luar negeri, seperti Jepang, Amerika, serta Eropa.
Erzaldi juga mengatakan, Pemprov Babel membuat strategi ini agar petani lada dapat menjual langsung ladanya ke pembeli, baik di dalam maupun luar negeri.
Dengan begitu, pemasaran komoditas ini tidak terjadi perpanjangan mata rantai penjualan lada.
Sebagai tindak lanjut, Pemprov Babel saat ini bekerja sama dengan PT Kliring Berjangka Indonesia dan JFX (Jakarta Future Exchange) agar lada Babel kembali pada masa kejayaan.
Baca juga: Ditelepon Wagub Saat Rapat, Lion Air Hentikan Penerbangan ke Bangka Belitung
Lebih lanjut, Erzaldi mengatakan, webinar tersebut untuk menjelaskan dan mempromosikan lada Indonesia, khususnya Babel yang memang memiliki kualitas tinggi.
Dengan begitu, diharapkan agar strategi Babel dalam mendorong ekspor lada dapat diikuti oleh daerah lain.
Dia pun menggarisbawahi, saat ini harga lada putih Muntok yang ditentukan International Pepper Community (IPC) tergolong rendah.
Menurutnya, harga yang diberikan untuk lada putih Muntok ini tidak sebanding dengan kualitas lada putih yang premium. Akibatnya, harga ini dijadikan sebagai patokan oleh eksportir sebagai harga jual untuk pembeli.
Baca juga: Mengembalikan Kejayaan Lada Bangka Belitung...
Oleh karena itu, saat ini kebanyakan pembeli lada membeli lada putih Muntok dengan harga murah karena sesuai dengan patokan harga yang diterapkan IPC.
"Ini salah satu ilustrasi kenapa saya bilang, tidak usah ikut IPC. Kita urus sendiri, bisa kita jual dan bersaing langsung ke Eropa, Jepang, dan lain sebagainya. Harus berani," ujarnya seperti keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Selain Erzaldi, webinar internasional ini juga memiliki narasumber lain, di antaranya Direktur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Bumi Bangka Belitung Sejahtera Saparudin dan perwakilan dari Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Sulistyawati.
Ada pula, Direktur PT Kliring Berjangka Indonesia Agung Rihayanto dan Kepala IT dan Perdagangan JFX Roeswan Roesli. (UKI/ LISTYA)