KOMPAS.com - Meriah dan memukau. Dia lata ini pas untuk untuk menggambarkan kemeriahan Semarang Night Carnival (SNC) dan Soto Vaganza yang memadukan atraksi spektakuler dengan cita rasa kuliner yang khas dari Kota Semarang.
Tak heran, ribuan warga rela berdesak-desakan demi menyemarakkan dua acara yang menjadi rangkaian Hari Jadi ke-478 Kota Semarang (HJKS) itu pada Minggu (4/5/2025).
Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng mengatakan, melihat antusiasme masyarakat yang sangat tinggi, kedua acara itu direncanakan akan menjadi agenda tahunan untuk memperkenalkan makanan khas Kota Semarang.
“Antusiasme warga sangat tinggi dan ini bisa jadi event tahunan, karena banyak wisatawan yang ke Semarang pasti makan soto," ujarnya dalam siaran pers.
Dia menjelaskan, soto khas Semarang berbeda dengan soto Kudus, soto Seger Boyolali, ataupun Soto Banjar.
Soto Semarang memiliki keunikan dengan kuah yang lebih bening, lengkap dengan lauk tempe goreng dan perkedel, sate ayam, dan sate kerang.
Baca juga: HUT Ke-478 Kota Semarang, Walkot Agustina Ajak Warga Ambil Peran dalam Pembangunan
"Ini event non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), murni gerakan dari lima penjual soto legendaris di Semarang yang ketemu saya dan niat membuat acara Soto Vaganza, untuk memperkenalkan soto khas Semarang," tuturnya.
Terkait wacana untuk mengusulkan soto khas Semarang menjadi warisan budaya tak benda ke pemerintah pusat, Agustina menilai rencana itu patut didukung.
"Kalau memang diniatkan sangat bagus, tetapi harus ada master atau ahlinya. Harus disiapkan narasinya seperti apa, kapan soto iki mulai ada. Yang jelas, soto Semarang ini enak, sedap dan enak sekali," ujarnya.
Dalam acara Soto Vaganza, panitia menyediakan 4.478 porsi soto gratis lengkap dengan lauk pendamping, seperti tempe, sate kerang, hingga perkedel.
Lima soto legendaris khas Semarang yang berpartisipasi, antara lain Soto Bangkong, Soto Mas Boed, Soto Neon, Soto Pak Darno, Soto Pak Ra'an, serta 46 pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) soto di Ibu Kota Jawa Tengah.
Baca juga: Meriahnya Perayaan HUT Semarang ke-478, Warga Serbu 4.478 Mangkok Soto Gratis
Yuni Nur Azizah, misalnya, rela berdesakan demi mendapatkan semangkok soto. Usahanya tidak sia-sia, setelah antre sekitar 30 menit, ia bisa menikmati soto lengkap dengan sate ayam dan kerang, tempe serta perkedel.
"Antrenya panjang banget. Alhamdulillah tadi dapat. Seneng sih dan sotonya enak," katanya.
Yuni mengaku rela datang dari Pringapus, Kabupaten Semarang, karena penasaran dengan acra Soto Vaganza dan SNC yang digelar Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang. Apalagi, ada hiburan musik dengan bintang tamu Ndarboy Genk.
"Penasaran sih, ternyata asik dan rame juga," tandasnya.
Di sisi lain, pelaku usaha soto yang turut serta dalam gelaran tersebut mengaku senang.
Pemilik dari generasi kedua Soto Bangkong, Anik Listiawati mengatakan, selain meramaikan Hari Jadi Kota Semarang, event Soto Vaganza juga digunakan untuk merangkul semua penjual soto di Semarang.
Baca juga: Soto Ayam Dargo Pak Wito, Cita Rasa Soto Khas Semarang
"Kami ingin merangkul sesama penjual soto karena tidak ada kelas dan semua penjual soto ini sama," ujarnya.
Total ada 100 porsi soto yang ia sediakan secara gratis, lengkap dengan sate ayam, kerang, tempe serta perkedel.
"Kami jelas bangga karena bisa dipercaya mengisi," imbuhnya.
Sementara itu, gelaran SNC menampilkan lebih dari 150 peserta parade kostum unik dan ikonik.
Parade dimulai dari Titik Nol Kilometer (depan Kantor Pos besar Johar) hingga Balai Kota Semarang. Ribuan masyarakat pun berderet di sepanjang rute pawai.
Pada tahun ke-13, SNC 2025 mengusung tema "Perisai Nusantara" yang menonjolkan karnaval kostum sekaligus mencerminkan budaya Indonesia.
Tema itu terwakili melalui empat subtema, yakni burung Cendrawasih, burung Merak, bunga Anggrek, dan Penjor.
Baca juga: Semarang Night Carnival 2025: Karnaval Malam Bertabur Kostum dan Tradisi Indonesia
Tema tersebut tidak sekadar memuat filosofi lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila maupun kebanggaan budaya Indonesia, melainkan juga refleksi dari Kota Semarang.
“Sebuah kota layaknya miniatur Indonesia yang terus bergerak, tempat kebudayaan dan peradaban tetap berjalan bersamaan," ungkap Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Wing Wiyarso.